Ibrahim bin Adham, nama lengkapnya Ibrahim bin Adham bin al-Manshur al-‘Ijli. Ibrahim bin Adham lahir pada tahun 718 Masehi di kota Balkh sebelah timur Khurasan. Rupa-rupanya Ibrahim bin Adham merupakan keturunan bangsawan yang dalam sejarah sufi ia sangat dikenal karena meninggalkan kerajaannya dan memilih menjalani laku sufi.
Ibrahim bin Adham menghembuskan nafas terakhirnya di Syam pada tahun 777 Masehi ada pula yang mengatakan 782 Masehi, dan di Syam pula Ibrahim bin Adham bekerja dan makan dari hasil keringatnya sendiri. Sufi satu ini terkenal dengan kehati-hatiannya dalam menjaga kehalalan setiap makanan yang ia konsumsi. Demi mendapatkan upah dan makanan yang halal, sufi ini bahkan rela bekerja sebagai petani gandum.
Bahkan saking tidak adanya sesuatu untuk dimakan dan menjaga kehalalan setiap apa yang dikonsumsinya dikisahkan bahwa Ibrahim bin Adham sempat makan tanah selama dua puluh hari.
Kisah Ibrahim bin Adham yang menjadi petani gandum saat Ramadhan dikisahkan oleh Abu Ishaq al-Fazari dalam Hilyatul ‘Auliya;
Dikisahkan bahwa Ibrahim bin Adham ini pernah selama sebulan penuh, tiga puluh hari, siangnya ia me-ngarit atau memanen gandum sedangkan malamnya ia sibuk beribadah. Selama tiga puluh hari ia tidak pernah tidur baik siang maupun malam.
Pada kisah yang lain, suatu ketika di bulan Ramadhan ada seseorang yang mengajak Ibrahim bin Adham untuk melaksanakan puasa Asyru-l-Awakhir –sepuluh hari terakhir Ramadhan– di Madinah dengan harapan agar bisa mendapatkan Lailatu-l-Qadr. Namun ajakan itu ditolak mentah-mentah oleh Ibrahim bin Adham, ia pun lantas menyarankan orang yang mengajak ke Madinah tadi untuk mengurungkan niatnya.
“Kamu tidak usah ke Madinah, tetaplah di sini –bertani gandum– dan beramallah dengan sungguh-sungguh, niscaya kau akan bertemu dengan Lailatu-l-Qadr setiap malam.
Begitulah kiranya sedikit kisah ihwal Ibrahim bin Adham, ia seolah mengajarkan pada kita bahwa laku sufi tak hanya bisa ditempuh melalui ibadah-ibadah saja, melainkan bekerja dan sungguh-sungguh dalam beramal juga berpotensi mendapatkan ridha-Nya, syukur-syukur bisa wushul kepada-Nya.
Berikut ini pesan Ibrahim bin Adham untuk para murid yang sedang menenmpuh jalan menuju Allah;
أَنْ تُغْلِقَ بَابَ النِّعْمَةِ وَتَفْتَحُ بَابَ الشِّدَّةِ، أَنْ تُغْلِقَ بَابَ العِزِّ وَتَفْتَحُ بَابَ الذِّلِّ، أَنْ تُغْلِقَ بَابَ الرَّاحَةِ وَتَفْتَحُ بَابَ الجُهْدِ، أَنْ تُغْلِقَ بَابَ النَّوْمِ وَتَفْتَحُ بَابَ السَّهَرِ، أَنْ تُغْلِقَ بَابَ الغِنَى وَتَفْتَحُ بَابَ الفَقْرِ، أَنْ تُغْلِقَ بَابَ الأَمَلِ وَتَفْتَحُ بَابَ الإِسْتِعْدَادِ لِلْمَوْتِ.
“An tughliqa baaba-l-ni’mati wa taftahu baaba-l-syiddati, an tughliqa baaba-l-‘izzi wa taftahu baaba-l-dzilli, an tughliqa baaba-l-raahati wa taftahu baaba-l-juhdi, an tughliqa baaba-l-naumi wa taftahu baaba-l-sahari, an tughliqa baaba-l-ghina wa taftahu baaba-l-faqri, an tughliqa baaba-l-amali wa taftahu baaba-l-isti’daad li-l-mauti.”
Hendaknya para murid “menutup pintu akan kenikmatan dan membuka pintu akan kesukaran, menutup pintu akan kemuliaan dan membuka pintu akan kehinaan, menutup pintu akan ketenangan/kenyamanan dan membuka pintu akan kerja keras/sungguh-sungguh, menutup pintu akan suka tidur dan membuka pintu akan bangun malam, menutup pintu akan kekayaan dan membuka pintu akan kefakiran, menutup pintu akan kenikmatan dan membuka pintu akan kesukaran, menutup pintu akan angan-angan dan membuka pintu akan persiapan menuju kematian.” Wallahu A’lam.