Sedang Membaca
Tradisi Dibaan dan Mengenal Kitab Maulid Diba’
Mohammad-Nasif
Penulis Kolom

Alumni Pesantren Liroboyo, Kediri

Tradisi Dibaan dan Mengenal Kitab Maulid Diba’

Tradisi dibaan adalah tradisi pembacaan kitab maulid Diba’ yang dikarang oleh Imam Ibn Diba’. Tradisi dibaan biasanya diisi dengan membaca kitab maulid diba’ dan dipadukan dengan beberapa materi dari kitab maulid lain, kemudian disusul acara latihan khitobah untuk kalangan remaja, atau ceramah keagamaan untuk kalangan dewasa. Tradisi dibaan tidak lepas dari kitab maulid diba’ yang diakui atau tidak, jarang dikenal oleh para pembacanya sendiri.

Asal usul kitab Maulid Diba’ dapat ditelusuri dari penelitian Al-‘Idrus Dalam Kitab an-Nur as-Safir. Al-‘Idrus mengungkapkan bahwa beliau melihat dalam tulisan Syaikh Abi as-Sa’adat al-Fikihiy al-Makiy ada keterangan bahwa dalam salah satu tulisannya, ibn Diba’ menyatakan bahwa kitab maulid yang berawal:

الحمد لله الذي شرف الأنام بصاحب المقام الأعلى

merupakan cuplikan dari kitab karangan Syaikh Syihabuddin Ahmad ibn ‘Ali ibn Qasim al-Malikiy al-Bukhariy al-Andalusiy al-Mursiy al-Lakhmiy atau yang lebih mashur dengan al-Haririy. Kitab maulid ini dikenal dengan maulid Syaraful Anam yang terdapat dalam kumpulan kitab maulid yang biasa beredar.

Kitab maulid ini merupakan fasal ke-9 dari karangan Syihabuddin Ahmad tentang nasihat dan penyucian diri. Setelah mempelajari dan meneliti kitab itu, Ibn Diba’ lantas meringkasnya dalam dua puluh lima fasal yang  kemudian lebih dikenal dengan Maulid Diba’. Al-‘Idrus kemudian memberi komentar bahwa dari keterangan ini, bisa disimpulkan akan ketidak benaran kabar bahwa maulid Syaraful Anam sebenarnya milik Ibn al-Jauziy. Namun Syekh ‘Abdul Hayyiy al-Kattaniy dalam Taalif al-Maulidiyyah menambahkan, bahwa Syaikh Muhammad ibn ‘Umar al-Jawiy; seorang ulama’ Indonesia asal banten, mengarang kitab syarah berjudul Fath ash-Shamad al-Alim fi syarhi maulid Ibn Qasim. Dan dalam kitab itu menyebutkan tentang dua versi mengenai siapa pengarang maulid Syaraful Anam yang kemudian di ringkas oleh Ibn Diba’. Kerancuan ini kemungkinan muncul akibat ada dua ulama’ yang mengarang dua kitab maulid berbeda namun hampir mirip, atau salah satunya mengarang dalam bentuk Natsr (prosa) dan salah satunya dalam bentuk syair. Kesimpulan ini dibuktikan dengan adanya beberapa nusah yang berbeda. Ini seperti yang terjadi pada maulid al-Barzanjiy.

Baca juga:  Warisan Budaya: Dari Gerimpheng Aceh Hingga Ndambu Papua

Maulid Diba’ merupakan satu dari tiga kitab maulid yang sering disenandungkan di Indonesia. Yang lainnya adalah Maulid al-Barzanjiy dan Maulid Burdah. Maulid Diba’ mempunyai keunggulan akan ringkasnya isi bila dibanding dengan Maulid Barzanjiy, dan isinya lebih tertuju pada maulid Nabi dibanding Burdah yang banyak menyisipkan tema selain sejarah Nabi.

Maulid Diba’ terdiri dari 4 qasidah, 21 natsr (prosa), dan dua ayat al-Qur’an yang terletak usai qasidah kedua. Sebagian pembaca maulid biasanya menyisipkan satu qasidah lagi usai prosa ke-11. Qasidah yang disisipkan ini mirip dengan qasidah yang ada dalam Barzanjiy yang berbentuk syair (bukan natsr).

Meskipun Maulid Diba’ cukup mashur, sayangnya amat sulit ditemukan kitab syarah (penjelasan) akan maulid ini. Berbeda dengan maulid Barzanjiy maupun Burdah yang mempunyai cukup banyak syarah. Namun para pembaca bisa mendapatkan syarah maulid Syaraful Anam yang merupakan cikal bakal Maulid Diba’, dari sebuah kitab yang mempunyai dua judul salah satunya Fath ash-Shamad al-Alim fi syarhi maulid Ibn Qasim, dan al-Bulugh al-Fauziy libayani Alfad maulid Ibn al-Jauziy, karangan Syaikh Muhammad ibn ‘Umar al-Jawiy. (RM)

 

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
6
Ingin Tahu
9
Senang
6
Terhibur
7
Terinspirasi
9
Terkejut
4
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top