Mohammad-Nasif
Penulis Kolom

Alumni Pesantren Liroboyo, Kediri

Mengenal Pengarang Maulid Diba’

Masyarakat Indonesia sudah akrab dengan tradisi pembacaan maulid nabi. Salah satu kitab maulid yang cukup sering dibaca adalah maulid Diba’. Biasanya tradisi pembacaan kitab maulid diba’ diistilahkan dengan dibaan.

Kitab maulid diba’ oleh mayoritas ulama’ diyakini sebagai karya seorang ulama besar dan merupakan ahli hadis (muhaddis), yaitu Imam Wajihuddin ‘Abdur Rahman bin ‘Ali bin Muhammad bin ‘Umar bin ‘Ali bin Yusuf bin Ahmad bin ‘Umar ad-Diba`i asy-Syaibani al-Yamani az-Zabidiy asy-Syafi`iy. Imam ad-Diba`iy dilahirkan pada hari kamis tanggal 4 Muharram tahun 866 H/1461 M di rumah orang tuanya di kota Zabid. Di akhir tahun kelahirang beliau, sang ayah pergi meninggalkan kota Zabid. Dan ad-Diba’i belum pernah melihat bagaimana rupa sang ayah.

Masa Kecil Bin Diba`

Beliau diasuh oleh kakek dari ibunya yang bernama Syekh Syarafuddin bin Muhammad Mubariz yang juga seorang ulama besar yang tersohor sekaligus punya andil besar dalam perkembangan keilmuan di kota Zabid saat itu. Hal itu dikarenakan sewaktu beliau lahir, ayahnya sedang bepergian, dan setelah beberapa tahun kemudian baru terdengar kabar bahwa ayahnya meninggal di daratan India. Dengan bimbingan sang kakek dan para ulama kota Zabid, ad-Diba’i tumbuh dewasa serta dibekali berbagai disiplin ilmu pengetahuan.

Guru-Guru ad-Diba’iy

Selain belajar kepada sang kakek yang begitu menyayanginya, ad-Diba’iy juga berguru kepada beberapa ulama’. Beliau belajar Alquran kepada Nuruddin bin Abi Bakr Khaththab sampai surat Yasin. Beliau kemudian berpindah kepada Muhammad ath-Thib bin Isma’il Mubariz, dan berhasil menghafalkan Alquran di hadapannya dalam umur 10 tahun. Beliau juga sempat mempelajari sekaligus mempraktekkan ilmu qiraat (berbagai bacaan Alquran), mempelajari asy-Syathibiyah, ilmu hisab, faraid, fiqh, di hadapannya. Kemudian tahun 883 H, beliau baru berpindah kepada Taqiyyuddin ‘Umar bin Muhammad al-Fata al-Asy’ariy dan mempelajari kitab az-Zubad secara mendalam.

Beliau kemudian berangkat menunaikan haji dengan menggunakan uang 8 dinar warisan sang ayah, kemudian kembali ke kota Zabid dan mendapati kedatangannya tepat hari ke empat dari meninggalnya sang kakek.

Pada tahun 885 H. beliau berangkat ke Makkah kembali untuk menunaikan ibadah haji yang kedua kalinya. Sepulang dari Makkah Bin Diba` kembali lagi ke Zabid dan mempelajari ilmu Hadis di hadapan Abi al-‘Abbas Ahmad bin Ahmad bin ‘Abd al-Lathif asy-syarjiy dengan membaca Shohih Bukhori, Muslim, Tirmidzi, Al-Muwattho`, asy-Syifa` karya Qadhi ‘Iyyadl, dan asy-Syamail. Beliau juga mempelajari ar-Risalah karangan al-Qusyairiy dan karya beliau lainnya. Dari berbagai karya ulama’ yang beliau pelajari ini, Bin Diba’ mengarang kitab Ghoyatul Mathlub yang membahas tentang kiat-kiat bagi umat muslim agar mendapat ampunan dari Allah SWT.

Ibnu Diba’ selanjutnya diberi saran oleh Abi al-‘Abbas untuk mengunjungi seorang ahli fiqih; Bin ‘Ujail, untuk kemudian menghadap kepada para ulama’ Bani Jaghman. Bin Diba’ akhirnya berguru kepada Jamaluddin Abi Ahmad ath-Thahir bin Ahmad ‘Umar bin Jaghman dan mempelajari Minhajuth Thalibin karya an-Nawawiy, al-Hawi ash-Shaghir dan ringkasannya karya al-bariziy, nadhamnya karya Bin al-Waradiy. Bin Diba’ juga belajar hadis kepada Abi Ishaq Ibrahim bin Abi al-Qasim bin Jaghman. Di hadapannya, Bin Diba’ membaca al-Adzkar karya an-Nawawiy, as-Syamail, dan lainnya.

Pada tahun 897 H, beliau menjalankan haji untuk ketiga kalinya, yang kemudian mempertemukan beliau dengan ulama’ hadis kenamaan; Syamsuddin Muhammad bin ‘Abdurrahman as-Sakhawiy al-Mishriy. Bin Diba’ mempelajari berbagai ilmu hadis serta meriwayatkan berbagai kitab hadis. Kepandaian Bin Diba’ membuat sang guru amat menyeganinya dan mengutamakannya dari murid-muridnya yang lain. Bin Diba’ kemudian kembali ke Zabid dan mengarang Kasyfu Kurbah yang menjabarkan isi doa Imam Abi Haubah, dan Bughyat al-Mustafid menceritakan tentang kota Zabid. Bughyat al-Mustafid ternyata menarik perhatian ‘Amir bin ‘abdul Wahhab; pengusa waktu itu yang kemudian berkenan memberikan beberapa koreksi pada karya itu. Dari sinilah kemudian Bin Diba’ meringkas kitabnya tersebut dan dinamai al-‘Aqdu al-Bahir fi Tarikh Daulat Bani Thahir.

Tentang kota Zabid

Kota ini sudah dikenal sejak masa hidupnya Nabi Muhammad SAW., tepatnya pada tahun ke 8 Hijriyah. Dimana saat itu datanglah rombongan suku Asy`ariyah (diantaranya adalah Abu Musa Al-Asy`ari) yang berasal dari Zabid ke Madinah Al-Munawwarah untuk memeluk agama Islam dan mempelajari ajaran-ajarannya. Karena begitu senangnya atas kedatangan mereka Nabi Muhammad SAW. berdoa memohon semoga Allah SWT. memberkahi kota Zabid dan Nabi mengulangi doanya sampai tiga kali (HR. Al-Baihaqi). Dan berkat berkah doa Nabi, hingga saat ini, nuansa tradisi keilmuan di Zabid masih bisa dirasakan. Hal ini karena generasi ulama di kota ini sangat gigih menjaga tradisi khazanah keilmuan Islam.

Pelajaran penting dari ad-Diba’i

Dikisahkan, Bin Diba’ mempunyai kebiasaan untuk membaca surat Al-Fatihah dan menganjurkan kepada murid-murid dan orang sekitarnya untuk sering membaca surat Al-Fatihah. Sehingga setiap orang yang datang menemui beliau harus membaca Fatihah sebelum mereka pulang. Hal ini disebabkan karena beliau pernah mendengar salah seorang gurunya pernah bermimpi bahwa hari kiamat telah datang. Lalu beliau mendengar suara, “Wahai orang Yaman masuklah ke surga Allah.”

Lalu orang-orang bertanya, “Kenapa orang-orang Yaman bisa masuk surga?”

“Karena mereka sering membaca surat Al-Fatihah.”

Karya ad-Diba’i

Bin Diba` termasuk ulama yang produktif dalam menulis. Hal ini terbukti beliau mempunyai banyak karangan baik dibidang hadis ataupun sejarah. Karyanya yang paling dikenal adalah syair-syair sanjungan (madah) atas Nabi Muhammad SAW. yang terkenal dengan sebutan Maulid Diba`i,

Diantara buah karyanya yang lain: Qurratul `Uyun yang membahas tentang seputar Yaman, kitab Mi`raj, Taisirul Ushul, Bughyatul Mustafid, Mishbah al-Misykat, Tamyiz at-Thib min al-Khabis, dan beberapa bait syair.

Akhir Hayat Bin Diba’

Beliau mengabdikan dirinya hinga akhir hayatnya sebagai pengajar dan pengarang kitab. Bin Diba’ wafat di kota Zabid pada pagi hari Jumat tanggal 26 Rojab 944 H/1537 H. (RM)

 

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
10
Ingin Tahu
7
Senang
5
Terhibur
4
Terinspirasi
5
Terkejut
3
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top