Saktah adalah berhenti sejenak dan tidak meneruskan bacaan kalimat Al-Qur’an dengan tanpa menarik nafas. Cara baca ini menunjukkan bahwa mengaji Al-Qur’an tak cukup dalam hati atau sekedar menggerakkan bibir. Bagaimana mengekspresikan saktah layaknya perasaan orang yang terkaget-kaget?
Bacaan saktah pada dasarnya mengikuti qiraat Imam Ashim yang diriwayatkan oleh Imam Hafs. Sebab beliau saja yang menghukumi wajib saktah.
Orang Indonesia umumnya berguru kepada ahli qiraat Al-Qur’an yang menerapkan qiraah Hafsh. Hal ini dapat ditandai dari keberadaan tanda saktah dalam mushaf Al-Qur’an terbitan Indonesia. Termasuk mushaf Al-Qur’an cetakan Saudi Arabia yang menggunakan jenis rasam riwayat Syatibiyah.
Dalam qiraat Hafsh ditandai terdapat empat tempat saktah, yaitu surah al-Kahfi antara ujung ayat satu dan awal ayat dua (عوجا – قيما), QS. Yasiin ayat 52 (مرقدنا – هذا), QS. Al-Qiyamah ayat 27 (من- راق), dan QS. Al-Mutaffifin ayat 14 (بل – ران).
Dalam qiraat Hafsh yang diriwayatkan oleh Imam Ashim, tanda saktah pada keempat tempat tersebut wajib berhenti sejenak dan tanpa bernafas. Cara baca semacam ini juga dipraktekkan para ahli qiraat Al-Qur’an di Indonesia.
Di luar konteks periwayatan qiraat Al-Qur’an, saktah dapat pula dipahami sebagai bentuk ekspresi belajar dan memahami kandungan Al-Quran.
Bacaan saktah pada ujung ayat sati dan awal ayat dua surah al-Kahfi seakan-akan menggambarkan perasaan orang-orang yang meremehkan risalah Muhammad saw. Semula mereka menganggapnya tak akan mampu berkembang, namun justru berdiri kokoh dan berkembang dianut banyak orang di dunia. Sesak rasanya dada mereka menyaksikan berkembang pesatnya agama Islam.
Sementara bacaan saktah pada QS. Yasiin ayat 52 menunjukkan ekspresi betapa sesaknya dada orang-orang yang tidak percaya pada hari kiamat. Di saat kelengahan mereka tiba-tiba nyata terjadi kiamat yang memporak-porandakan tatanan duniawi.
Adapun bacaan saktah pada QS. Al-Qiyamah ayat 27 menggambarkan ekspresi orang-orang yang menumpukan harapan hidup kepada para medis. Toh nyatanya para medis tak bisa mengobati penyakit yang terdapat pada dirinya sendiri. Buktinya dokter jantung pasti punya riwayat sakit jantung dan sudah pernah pasang ring (kalau tak percaya, tanyakan ke para dokter).
Demikian halnya bacaan saktah pada QS. Al-Mutaffifin ayat 14 menggambarkan ekspresi orang-orang yang memilih lari dari kebenaran iman. Mereka pada akhirnya merasa sesak nafas di dadanya sebagai bentuk penyesalan atas apa yang dilakukan semasa hidup di dunia.
Jadi, ekspresi dalam mengaji Al-Qur’an itu penting. Membaca Al-Qur’an tidak cukup dilakukan dalam hati akan tetapi juga perlu berekspresi.