Islam telah mengakui perempuan memainkan peran penting dalam bidang keilmuan. Banyak di antaranya adalah perempuan yang menjadi perawi hadis dan guru dari para ulama terkenal. Seperti halnya yang ditulis oleh Muhammad Akram Nadwi dalam bukunya “Al-Muhaddithat: The Women Scholars in Islam”, beliau mengemukakan terdapat 8.000 perawi hadis perempuan yang berjasa meriwayatkan hadis di dalam Islam.
Mengenai kualitasnya, kebanyakan para ulama menilai positif. Imam al-Dzahabi misalnya, dengan tegas mengatakan tidak menemukan satu perempuan pun yang tertuduh dusta dan ditinggalkan periwayatan hadisnya.
Adapun perihal periwayatan dari tokoh perawi perempuan yang dikatakan lemah, tidak serta-merta sebab kedustaannya pada hadis, melainkan dipengaruhi oleh latar belakang kehidupan mereka. Merujuk pada pendapat Nuruddin Itr, bahwa jarh dari perawi perempuan tidaklah sama dengan kecacatan para perawi laki-laki. Meskipun ada, jumlahnya sangatlah sedikit. Pernyataan di atas menunjukkan bahwa, jumhur ulama tidak meragukan kualitas mereka, meski kontribusinya tak sebanyak kontribusi para perawi hadis laki-laki.
Inilah di antaranya beberapa perawi hadis perempuan yang dapat dituliskan pada tulisan ini.
1. Hujaimah (Ummu ad-Darda as-Sughrah).
Ia adalah seorang tabi’iyyah yang berasal dari Washshab, sebuah kabilah di Himyar. Sepeninggal ayahnya, ia diasuh oleh Abu Darda. Hujaimah kecil diikutsertakan dalam salat berjamaah, membaur dengan barisan laki-laki. Ini berlangsung sampai usianya aqil baligh.
Bekal semasa kecil membentuk karakternya kelak. Hujaimah dewasa haus ilmu pengetahuan. Selain kepada ayah dan ibu angkatnya itu, ia belajar ke Fadhalah bin Ubaid al-Anshari, Salman al-Farisi, Kaab bin Ashim Al-Asy’ari, Aisyah Ummul Mu’minin, Abu Hurairah, serta para sahabat lainnya. Kemudian ia oleh Iyas bin Muawiyyah dianggap lebih rajih dibanding dengan Hasan al-Basri dan Ibnu Sirin.
2.Rubiyya Muawidh ibn Afrah.
Ia adalah seorang perawi perempuan yang banyak dikutip oleh Imam Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah. Ia juga dikenal sebagai perawi yang tsiqqah. Salah satu riwayatnya yang masyhur adalah hadis tentang kewajiban berwudlu sebelum salat.
3. Abidah al-Madaniyyah.
Abidah adalah seorang budak dari Muhammad bin Yazid. Meski seorang budak, namun ia memiliki kegigihan yang tinggi dalam mencari ilmu. Tak jarang ia ditemui sedang belajar pada para sahabat setelah menyelesaikan tanggung jawabnya sebagai seorang budak. Berdasarkan riwayat, ia telah lebih meriwayatkan 10.000 hadis semasa hidupnya.
4. Amrah binti Abdurrahman.
Amrah dianggap memiliki otoritas tinggi dalam periwayatan hadis yang berasal dari Aisyah Radiallahhu Ra. Di antara muridnya adalah Abu Bakar bin Hazm, hakim terkemuka di Madinah yang mendapat perintah untuk menulis seluruh hadis yang berasal dari riwayat Amrah binti Abdurrahman ini.
5. Sayidah Nafisah.
Ia adalah putri dari Hasan al-Anwar bin Zaid bin Hasan bin Ali dan Sayidah Fathimah az-Zahra, putri Rasululullah Saw. Sayidah Nafisah diakui menguasai tafsir dan hadis-hadis Rasulullah, dengan begitu banyak ulama yang belajar kepadanya.
Urusan dapur ternyata tak menghalangi para muslimah untuk berlelah-lelah menghasilkan karya-karya hebat. Di rumah mereka menjadi guru bagi anak-anaknya dan di luar mereka menjadi rujukan bagi banyak orang.
Di dalam sejarah, kita mendapati nama Aisyah binti Abu Bakar. Nama Aisyah tercatat di antara para sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis dari Nabi Saw. Nabi Saw juga telah menempatkan Aisyah sebagai salah satu marja’ di dalam urusan agama sepeninggal beliau. Kecerdasan dan ketelitiannya tak tertandingi, ditambah dengan pengalamannya bersama Nabi Saw saat menerima wahyu.
Sedikitnya terdapat 78 rawi perempuan yang mendapatkan hadis dan meriwayatkannya langsung dari Nabi Saw. Di antara mereka Aisyah yang menempati urutan pertama sebagai wanita yang meriwayatkan hadis paling banyak, disusul dengan Hindun (Istri Nabi), Maimunah (istri Nabi), Nashibah Umm Athiyyah, Hafshah (istri Nabi), Ramlah (istri Nabi), Asma’ binti Abu Bakar (ipar Nabi), Fathimah binti Qais, Fakhitah binti Abi Thalib (sepupu Nabi) dan Asma’ binti Yazid.
Memang dari segi kuantitas hadis yang diriwayatkan oleh para wanita lebih sedikit dibanding dengan yang diriwayatkan oleh para rawi laki-laki. Di dalam kitab Shahih al-Bukhari misalnya, dari sekitar 7008 hadits yang dimuat, hanya sekitar 1042 yang diriwayatkan oleh rawi wanita; pada Shahih Muslim di antara 5662 hadits yang dimuat, hanya 794 hadis yang diriwayatkan para wanita; dan pada kitab-kitab hadis yang lain juga menunjukkan hal yang sama.
Namun fakta tersebut tidak menunjukkan kelemahan kualitas yang dimiliki oleh para perawi perempuan. Justru sebaliknya, seperti yang telah diungkapkan di atas, para perawi perempuan sering kali menjadi rujukan utama oleh perawi laki-laki, hal demikian tentu menandakan bahwa kualitas hadis dari mereka tidaklah cacat.