Ahmad Bahjat dalam bukunya The Animal in the Glorious Qur’an Relating Their Own Stories mengkaji binatang-binatang yang disebutkan dalam Alquran. Pertama adalah kisah mengenai burung gagak yang mengajarkan anak adam cara menguburkan mayat.
Kisah mengenai burung tidak hanya itu, ada juga kisah burung yang meninggal kemudian Allah hidupkan lagi, kisah ini ada di kisah mengenai Nabi Ibrahim. Lalu ada burung Hudhud yang memberikan informasi mengenai keberadaan Ratu Saba pada Nabi Sulaiman.
Binatang unta juga banyak disebut oleh Alquran. Ada juga Serigala, yakni pada kisah mengenai Nabi Yusuf. Dalam kisa tersebut, saudara-saudara Nabi Yusuf bercerita pada ayahnya bahwa Nabi Yusuf meninggal karena dimakan oleh serigala, padahal Nabi Yusuf dicelakakan oleh mereka sendiri.
Dari lautan, ada kisah mengenai ikan paus yang memakan Nabi Yunus. Dalam kisah tersebut, Nabi Yunus hidup untuk jangka waktu tertentu di dalam perut ikan.
Hewan peliharaan yang disebut adalah sapi, bahkan menjadi nama surah. Dalam suatu cerita, dikisahkan bahwa ada pembunuhan yang sulit terungkap. Lalu Nabi Musa atas petunjuk Allah meminta Bani Israil untuk menyediakan sapi betina dengan kategori tertentu. Singkatnya, sapi tersebut menjadi alat bagi Nabi Musa untuk mengungkap dalang pembunuhan.
Di cerita mengenai Nabi Sulaiman, ada juga ayat yang mengetakan bahwa semut berkata pada teman-temannya untuk menepi karena tentara Nabi Sulaiman akan melintas. Nabi Sulaiman mendengar dialog semut tersebut dan memerintahkan supaya pasukannya hati-hati. Masih mengenai Nabi Sulaiman, Alquran juga menyebut rayap.
Ada juga keledai dan anjing. Untuk anjing, Alquran ketika bercerita mengenai pemuda-pemuda yang mempertahankan keimanan tertidur dalam gua. Selama perjalanan menghindar dari raja yang zalim dan tertidur, anjing setia menjaga mereka.
Baca juga:
- Alquran dan Keanekaragaman Hayati
- Tafsir dan Keutamaan Surah An-Naas
- Keistimewaan dan Keutamaan Surah al-Fatihah
Nama binatang lain yang tidak hanya disebut melainkan juga dijadikan nama surah adalah gajah. Untuk binatang ini, dikisahkan bahwa ada pasukan besar yang hendak menyerang Mekkah. Pasukan ini menggunakan gajah sebagai tunggangan dan kavaleri. Pasukan yang besar ini secara kalkulasi tidak bisa dikalahkan, tetapi Allah memerintahkan burung ababil untuk menghancurkannya.
Tentu, penyebutan binatang-binatang tersebut memiliki maksud tertentu dan snagat istimewa karena disebut oleh Alquran. Perlu ada tafsir saintifik pada penyebutan-penyebutan binatang karena selain bicara moralitas juga bicara yang mengindikasikan perlunya pendekatan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menjelaskan.
Bukankah, kita tidak merasa cukup bahwa ababil membawa bara api dari neraka untuk menghancurkan tentara gajah dari Raja Abrahah? Apa yang menyebabkan ratusan gajah langsung mati? Apakah itu suatu virus atau bakteri yang berkembang dengan cukup singkap dan pesat sehingga dalam waktu tidak lama semua gajah terinveksi?
Prof. Quraish Shibah dalam tafsirnya mulai menjajaki hal tersebut. Yakni ketika menjelaskan mengenai “nyamuk” (ba’udhoh). Terjemahan Kementerian agama menterjemahkan kata tersebut dengan “nyamuk” sedangkan terjemahan Inggris menggunakan kata “gnat” atau agas.
Prof. Quraish dalam menafsiri kata tersebut sebagai suatu binatang yang kecil, memiliki beberapa kuku, dan mampu menembus kulit yang sangat tebal. Dasarnya adalah penggunaan kata tersebut pada masyarakat Arab pada masa lalu. Tampaknya, jika mencermati tafsirannya, penjelasannya lebih dekat ke virus.