Avatar
Penulis Kolom

Penulis merupakan Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Menjadi reporter di LPM Metamorfosa.

K.H. Hisyam, Pejuang Pendidikan Pra Kemerdekaan

hisyam

K.H. Hisyam adalah Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah ketiga. Pada periode kepemimpinannya, arah pergerakan lebih difokuskan pada bidang pendidikan. Salah satu Langkah strategis yang diambil oleh K.H. Hisyam adalah membuka kembali sekolah dasar tiga tahun (Volkschool atau sekolah desa) yang disesuaikan dengan persyaratan dan kurikulum volkschool gubernemen.

Sebagai pendidikan lanjutan, dibuka kembali Vervolgshcool dengan masa pendidikan dua tahun. Pendirian lembaga pendidikan ini, menambah daya baru untuk memperbanyak lembaga serupa untuk mewujudkan kecerdasan anak bangsa. Maka bermunculanlah banyak Volkschool dan Vervolgshcool di Indonesia, terutama di Pulau Jawa.

Menurut sejarahnya, pendirian lembaga pendidikan tidak semulus kelihatannya. Apalagi ada tekanan dari kolonialisme Belanda, maka upaya tersebut sangat sulit terlaksana. Dimulai dari kesadaran Van den Bosch yang menjabat sebagai gubernur jendral (1829-1834) bahwa pembangunan ekonomi di Hindia Belanda tidak akan berhasil tanpa bantuan penduduk pribumi yang terdidik.

Di tahun 1831, Van den Bosch mengeluarkan surat edaran sekaligus angket agar berdiri sekolah dasar di setiap karasidenan berdasarkan biaya Persekutuan Injil. Sayang sekali, angket ini tidak mendapatkan tanggapan yang sesuai karena dianggap menentang kebijaksanaan pemerintah Belanda yang menginginkan kenetralan dalam hal yang bersangkut-paut dengan agama.

Melalui serangkaian proses yang rumit, tahun 1848 berhasil diterbitkan Keputusan Raja tanggal 30 September 1848 Nomor 95, dimana gubernur jenderal diberi wewenang untuk memberikan biaya f25.000 setahun bagi pendirian sekolah-sekolah pribumi di pulau Jawa.

Baca juga:  Syekh Nawawi Al-Bantani, Pendidik Ratusan Ulama di Nusantara

Kebijakan tersebut membawa perubahan besar pada persebaran pendidikan di Indonesia. Organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah berlomba-lomba membuat Lembaga Pendidikan guna mencerdaskan warganya, atau lebih luas ke masyarakat Indonesia. Gayung bersambut, K.H. Hisyam yang menjadi nahkoda kala itu, memiliki skema panjang tentang pendidikan yang diimpikannya. Satu per satu lembaga Pendidikan berhasil didirikan hingga menyusur ke wilayah-wilayah Jawa.

Sebelumnya, K.H. Hisyam berhasil terpilih menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah dalam Kongres Muhammadiyah ke-23 di Yogyakarta tahun 1934. Kemudian terpilih kembali dalam Kongres Muhammadiyah ke-24 di Banjarmasin tahun 1935. Dan terpilih lagi dalam Kongres Muhammadiyah ke-25 di Batavia (Jakarta) tahun 1936. Meskipun periode kepemimpinan beliau hanya berkisar 3 tahun, namun pergerakan yang telah dilakukan berhasil mereformasi semangat pendidikan Muhammadiyah.

Motivasi beliau dalam mendirikan lembaga pendidikan adalah ingin lepas dari kecanduan pendidikan Belanda. Beliau menginginkan sistem pendidikan langsung yang diajar oleh kader-kader Nusantara. Semangat Nasionalisme inilah yang membawa K.H. Hisyam bisa berdiri tegak dalam menyelesaikan misinya. Melawan berbagai macam tantangan hingga menemukan kejayaan dalam membangun pendidikan.

Karir organisasi K.H. Hisyam sendiri dimulai ketika beliau bersedia bergabung bersama K.H. Ahmad Dahlan membentuk kepengurusan Boedi Oetomo kring Kauman. Peawaran ini tidak terlalu mengagetkan, mengingat K.H. Hisyam termasuk murid yang mendapat pengajian dan pengajaran langsung dari K.H. Ahmad Dahlan. Selain alasan itu, sosok K.H. Hisyam yang sedari muda sudah dikenal cakap dan peduli akan pendidikan, menjadi problema lain dalam pemilihan itu.

Baca juga:  Ulama Banjar (178): KH. Mukeri Yunus

Oleh karena itu, tahun 1912-1919 menjadi awal rintisan model pendidikan yang baru. K.H Ahmad Dahlan merintis Madrasah Ibtidaiyah Islamiyah yang dijadikan acuan bagi lembaga pendidikan di luar Kauman. Benar saja, pada tahun 1919, sekolah Muhammadiyah sudah meningkat berkali-kali lipat. Bahkan setelah Bagian Sekolahan (Departement van Onderwijs) terbentuk, pertumbuhan pendidikannya semakin pesat.

Dalam bukunya, Syujak (1989), rapat anggota Muhammadiyah yang diselenggarakan di Gedung Hoofdbestuur (HB) Muhammadiyah tanggal 17 Juli 1920 menempatkan K.H. Hisyam sebagai ketua Bagian Sekolahan. Sedangkan ketua Bagian Tabligh diisi oleh Fachrodin, dan ketua Bagian Taman Pustaka diisi oleh Mochtar. Dan terakhir ketua Bagian Penolong Kesengsaraan Oemoem diisi oleh Syujak.

Bagian yang diisi oleh K.H. Hisyam adalah bagian strategis dalam membangun kemajuan sekolah. Dalam bagian itu, K.H. Hisyam ditugaskan sebagai arsitek yang merancang roadmap sekolah Muhammadiyah. Menyelesaikan tanggung jawab itu, K.H. Hisyam dibantu oleh 2 tokoh besar, yaitu Sosrosoegondo dan Djojosoegito. Keterlibatan dua tokoh ini membawa dampak besar pada keberhasilan penyusunan roadmap yang disusun K.H. Hisyam.

Politik Kaum Modernis (2010) membahas lengkap biografi kedua tokoh itu. Alfian yang merupakan pengarang dalam buku ini memaparkan jika keduanya berlatar belakang sebagai guru. Sosrosoegondo yang berprofesi sebagai guru Kweekschool Jetis dan Djojosoegito adalah seorang guru sejarah yang menguasai Bahasa Inggris dan Belanda.

Baca juga:  Ulama Banjar (64): KH. M. Hasyim Mochtar El-Husaini

Tahun 1920 HB Muhammadiyah di bawah Manajemen Bagian Sekolah merancang sekolah berbahasa Belanda, seperti Holland Inlandsche School (HIS) met de Qur’an. Sekolah ini berhasil menggaet perhatian Belanda, dan mendapatkan pengakuan dan bantuan biaya pendidikan. Sehingga jumlah HIS pada akhir tahun 1932 menjadi 69.

Keberhasilan-keberhasilan yang diperoleh tidak lepas dari tangan K.H. Hisyam yang merupakan inspirator di balik roda pendidikan. Keteguhan hatinya untuk membawa nusantara keluar dan mandiri dalam pendidikan, telah membawa banyak perubahan. Meskipun dahulu pemikirannya sering menimbulkan kontroversi, namun beliau berhasil membuktikan gagasan yang telah diyakini sejak lama.

Bahkan dalam puncak karirnya, K.H. Hisyam berhasil mendapat penghargaan anugerah bintang Ridder Orde van Oranje Nassau dari Ratu Belanda. Penghargaan ini diberikan kepada orang-orang yang telah berjasa membantu pemerintah Belanda. K.H. Hisyam berhasil menempatkan diri dalam posisi tengah, dimana beliau berhasil menggerakkan pendidikan Nusantara sekaligus membangun hubungan diplomatis dengan pemerintah Belanda. Maka apreasi tertinggi berhak kita sematkan pada K.H. Hisyam yang telah berjasa dalam dunia pendidikan.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Lihat Komentar (1)

Komentari

Scroll To Top