Sedang Membaca
Tirakat Terberat Wali: Ngampet dan Tertawa
M Kholid Syeirazi
Penulis Kolom

Alumnus Pondok Pesantren Futuhiyyah, Mranggen, Demak (1991-1994), Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Tambak Beras, Jombang (1994-1997), dan Pondok Pesantren Ali Maksum Krapyak Yogyakarta (1997-2000). Menyelesaikan S1 pada Fakultas Filsafat UGM (1997-2003), S2 pada Program Pascasarjana Ilmu Politik UI (2004-2007), dan menempuh S3 Kebijakan Publik pada Fakultas Ilmu Administrasi UI (2018). Menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PP Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (2012-2017) dan Sekretaris Umum PP ISNU (2018-2023). Penulis buku Wasathiyah Islam (2020)

Tirakat Terberat Wali: Ngampet dan Tertawa

Mohamed Nohassi Adtmgrdx28w Unsplash

Salah satu tirakat terberat para wali adalah “ngampet” atau “ngempet”. Ini adalah tindakan spiritual pelaku suluk yang mengerti beratnya menahan diri.

Ngampet perlu tenaga dalam karena saat dada bergolak oleh rasa murka dan kecewa, Anda menelannya sampai dada terasa sesak atau air muka berubah, tetapi tidak menyembur keluar menjadi sumpah serapah. Ngampet adalah intisari syariat puasa (shaum/shiyâm), yang berarti imsâk alias menahan diri. Bahasa Jawanya ngampet atau ngempet.

Tidak ada sesuatu yang ditelan, kata Rasulullah, yang lebih agung pahalanya di sisi Allah melebihi menelan rasa marah dan melupakannya:

« ما تجرّعَ عبد جرعَة أفضل عند الله عزّ وجلّ من جرعَة غيظ، يكظمها ابتِغاء وَجه الله تعالى » (رواه أحمد والطبراني وابن ماجه)

“Tidak ada sesuatu yang ditelan seorang hamba yang lebih utama di sisi Allah melebihi menelan rasa murka untuk menggapai ridha-Nya” (HR. Ahmad, Thabarani, dan Ibn Majah).

Ini berlaku untuk semua keadaan yang melibatkan ego. Kita bisa ambil contoh yang enteng-enteng. Kamu disemprot mas-mas atau mba-mba jutek gara-gara menggeser, tanpa sengaja, tas mewahnya di kabin pesawat. Dia nyemprot dengan kata-kata pedas, tapi kamu telan sumpah serapahnya tanpa meladeninya. Ini besar sekali pahalanya.

Kamu jomblo, ditolak dengan kata-kata menyakitkan. Kamu telan rasa kecewamu dengan senyuman, lantas menjalani hidup tanpa hilang harapan. Kamu menantu. Mertuamu dan keluarga pasanganmu memandangmu sebelah mata. Kamu telan rasa kecewamu tanpa sisa dan kemudian menjalani hidup dengan biasa.

Baca juga:  ​Ketika Gus Dur Beli Lukisan Amang Rahman

Kamu mahasiswa, paper-mu dilempar dosen tanpa respek bahwa itu hasil kerja lemburmu semalaman. Kamu telan kecewamu dan tetap ramah kepada yang bersangkutan. Kamu atasan. Bawahanmu menelikungmu di belakang layar. Kamu telan rasa kecewamu dan melupakan bahwa kamulah yang ikut mempromosikan karirnya. Kamu relawan. Jagomu menang kontes politik. Selepas dilantik, dia lupa namamu. Kamu telan kecewamu tanpa pernah menunggu kesempatan dia salah untuk meluapkan amarahmu. Kamu rakyat biasa, seperti saya. Kamu kecewa dengan pemimpinmu. Kamu telan kecewamu dengan ngampet rasa marah. Kamu tidak posting status-status insinuatif. Kamu justru guyon dan menertawakan hidup dengan obrolan santai seputar kuliner, ternak lele, jualan udang atau berbagai info tentang khasiat tembakau. Kamu pemimpin. Apa pun yang kamu perbuat tidak pernah membuatmu lolos dari umpatan rakyat. Kamu telan kecewamu dengan tetap mencintai mereka dan berbuat apa pun untuk mereka.

Tahukah, bahwa tirakat ngampet ini bisa mengantarkan kita sebagai sebaik-baik umat? Mengganti rasa kecewa dengan ketawa adalah ‘maqom’ tinggi para wali. Mereka tahu bahwa rahmat Allah lebih luas daripada murka-Nya. Rasulullah bersabda:

« إن من خيار أمتي قوماً يضحكون جهراً من سعة رحمة الله عز وجل ويبكون سراً من خوف عذاب الله ، أبدانهم في الأرض وقلوبهم في السماء ، أرواحهم في الدنيا وعقولهم في الآخرة » (رواه الحاكم)

Baca juga:  Saat Gus Baha Didatangi Kiai yang Jamaahnya Berkurang

“Sebaik-baik umatku adalah kaum yang mengumbar tawa karena yakin keluasan rahmat Allah dan menyembunyikan tangis karena takut siksa-Nya. Fisik mereka di bumi, tetapi hati mereka di langit. Sukma mereka di dunia, tetapi pikiran mereka di akhirat” (HR. Hakim).

Allah mencintai orang-orang yang ngampet, karena Dia-lah Dzat yang paling Ngampet. Dia dimaksiati hamba-Nya setiap hari, tetapi tidak pernah mutung dengan terus memberi mereka rizki. Matahari tetap diterbitkan dari timur dan dibenamkan di barat. Dia tetap mengairi kehidupan dengan hujan-hujan rahmat. Karena itu, Allah memuji tirakat ngampet dan memuji pelakunya sebagai muhsinin:

« والكاظمين الغيظ والعافين عن الناس والله يحب المحسنين » (ال عمران ١٣٤)

Ayo latihan ngampet!

MKS

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
1
Senang
1
Terhibur
1
Terinspirasi
2
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top