Sedang Membaca
Tunas GUSDURian (4): Persaudaraan Sejati dalam Piagam Watugong
M. Iqbal Alghosani
Penulis Kolom

Penggerak Komunitas GUSDURian UNNES.

Tunas GUSDURian (4): Persaudaraan Sejati dalam Piagam Watugong

Whatsapp Image 2020 12 16 At 01.14.37

Pada tanggal 10 Oktober 2020 pukul 10.10 WIB terjadi peristiwa yang monumental di Jawa Tengah, yaitu penandatanganan Piagam Watugong oleh 44 perwakilan baik dari organisasi, lembaga keagamaan, komunitas hingga Penghayat Kepercayaan dan dihadiri sekitar 80 orang. Penandatangan Piagam Watugong pertama kali diinisiasi oleh Gerakan Silaturahmi dan Solidaritas Kebangsaan (GASSIK) yang beranggotakan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Jawa Tengah, Persaudaraan Lintas Agama, GUSDURian, Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), Humanity First Indonesia dan beberapa komunitas di Jawa Tengah.

Cikal bakal nama Piagam Watugong sendiri berasal dari lokasi pelaksanaan penandatanganan piagam tersebut, yaitu di Vihara Buddhagaya Watugong, tepatnya di Pudakpayung, Banyumanik, Semarang Jawa Tengah.  Acara berlangsung tepat di depan Pagoda Avalokitesvara dan dibawah pohon Boddhi yang berasal dari Sri Lanka. Pohon Boddhi ini ditanam oleh Bhante Naradha Mahathera pada 1955. Dua pohon Boddhi lainnya ditanam di Istana Bogor dan Candi Borobudur. Ketiganya merupakan pohon Boddhi pertama di Indonesia.

Piagam Watugong menjadi komitmen dan keseriusan 44 lembaga keagamaan, organisasi bahkan komunitas dalam menjaga kerukunan dan toleransi di negara Indonesia khususnya di Jawa Tengah. Komitmen dan keseriusan tersebut tertuang dalam 3 rumusan utama, yaitu; pertama, penguatan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggak Ika dan Keutuhan NKRI. Kedua, penguatan moderasi beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Ketiga, penguatan toleransi, solidaritas dan silaturahmi kebangsaan.

Baca juga:  Gus Baha Ditanya Santri Madura Perihal Jihad

Agar tidak hanya sebatas seremonial semata, pasca penandatanganan piagam tersebut, dibentulah Gerakan Silaturahmi Kebangsaan (GERBANG) Watugong yang dimotori oleh Ketua FKUB Jateng KH Taslim Syahlan. Gerbang Watugong menjadi aktualisasi nyata dari ketiga rumusan yang telah disepakati. Berbagai kegiatanpun dilakukan oleh Gerbang Watugong. Beberapa diantaranya seperti silaturahmi ke Perguruan Trijaya (Penghayat Kepercayan) di Tegal, JAI Tawangmangu,  Umat Hindu Kemuning (Karanganyar), Jemaat Allah Global Indonesia (JAGI) Semarang Selatan hingga silaturahmi  44 elemen yang menandatangani Piagam Watugong di Grand Artos (Magelang).

Pasca ditandatangani, piagam tersebut didistribusikan ke 20 tokoh di Jawa Tengah bahkan nasional seperti Dr. H. Nifasri, M.Pd., Kepada Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB), Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah), Abdul Basit (Amir Nasional JAI), H. Musta’in Ahmad (Kanwil Kemenag Jawa Tengah), Kapolda Jawa Tengah, Alissa Wahid (Koord. Jaringan GUSDURian), Juliyatmono (Bupati Karanganyar), Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, David Herman Jaya (Ketua Pengurus Pusat Permabudhi (Persatuan Umat Budha Indonesia), Haerudin, SH., MH  (Kepala Kesbangpol Jateng) dan sebagainya.

Distribusi Piagam Watugong bertujuan untuk mengkampanyekan perdamaian dan kerukunan di Jawa Tengah, serta menjadikan Jawa Tengah sebagai pilot projeck yang dapat dicontoh oleh kota-kota, di saat Indonesia mengalami tantangan toleransi dan pemenuhan hak kemerdekaan beragama. Tercatat sejak tahun 2017 – 2018 Jawa Tengah mengalami peningkatan kasus intoleransi (kompas.com, 31/01/2019). Bahkan pada tahun 2019, pelanggaran intoleransi dengan pola yang sama pun terjadi seperti perusakan makam, pelarangan tinggal, pelarangan di sekolah, pelarangan tempat ibadat hingga penolakan ibadat (kkpkc-kas.org, 27/12/2019).

Baca juga:  Ilmuwan Besar dalam Dunia Islam (8): KH. A. Wahid Hasyim, Inisiator Integrasi Agama-Sains di Indonesia

Gerbang Watugong memiliki keunikan tersendiri, yaitu dalam melakukan berbagai kegiatannya tidak memiliki sumber dana dari manapun. Dana yang digunakan untuk berbagai kegiatan berasal dari iuran anggota. Termasuk silaturahmi yang dilakukan di Hotel Grand Artos Magelang, Gerbang Watugong tidak mengeluarkan uang sama sekali selama kegiatan berlangsung. Segala kebutuhan dipenuhi secara bersama-sama. Tidak adanya sumber dana menjadikan Gerbang Watugong bisa bergerak secara flaksibel dan cepat tanggap dalam merespon suatu masalah, serta yang paling utama yaitu tidak di stir oleh oleh suatu kelompok tertentu.

Gerbang Watugong menjadi gerakan yang langka, karena di masa saat ini, hanya sedikit orang yang mau bergerak atas dasar kesukarelaan bahkan memberikan waktu, uang dan tenaganya dalam menciptakan kerukunan umat beragama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menjadi jembatan bagi lembaga keagamaan, komunitas dan organisasi kemasyarakatan dalam melakukan kerjasama kemanusiaan.

Gerakan kebangsaan Watugong dapat menjadi wadah gerakan bersama bagi seluruh lembaga keagamaan, komunitas hingga organisasi di Jawa Tengah dalam menyampaikan aspirasi, memediasi, advokasi hingga menciptakan kerukunan umat beragama melalui kerjasama kemanusiaan. Kerjasama kemanusiaan menjadi intervensi dalam memaknai ulang kehadiran agama dalam menyelesaikan permasalahan yang ada di masyarakat dan untuk memberikan perlindungan dan pemenuhan hak dasar manusia.

Baca juga:  Tradisi Barifola, Sebentuk Kepedulian Sesama Warga di Maluku Utara

Pentingnya intervensi kerjasama kemanusiaan juga disampaikan oleh J.B. Banawiratma (2010:10):

“…kepedulian baru dalam konteks yang baru membawa tantangan untuk memaknai ulang tradisi tertentu, atau bahkan menemukan kembali tradisi yang sudah dilupakan. Pada dataran ini kepedulian manusiawi yang diikuti analisis sosial dan pertimbangan etis secara eksplisit disadari sebagai kepedulian iman, saya mema hami kenyataan hidup dan panggilan etis ini dari mata iman saya.”

Ini menjadi keyakinan bersama bahwa agama dapat bahu membahu dalam memberikan perhatian terhadap upaya resolusi konflik untuk menjamin pemenuhan hak dasar baik jasmani dan rohani setiap manusia dengan memberikan kedamaian dalam kehidupan masyarakat. Bagaimanapun, semua agama memiliki fungsi sosial dalam segala tatanan masyarakat untuk dapat mengawal dan menjamin pemenuhan atas hak dasar manusia terutama dalam kehidupan beragama.

Piagam Watugong harapannya dapat menjadi jimat Jawa Tengah dalam memperkuat kerukunan umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, menjadi jembatan komunikasi dan memperkuat kerjasama kemanusiaan.

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top