Memiliki anak adalah kebahagiaan tersendiri bagi saya. bahkan ketika berkali-kali saya berduka, satu-satunya orang yang bisa membuat saya tertawa hanya si buah hati. Setiap hari saya menyaksikan keajaiban-keajaiban yang muncul pada perkembangan si kecil.
Saat saya menangis, si kecil kerap memeluk, mengusap air mata, dan mendekap saya di dadanya. Ia juga tak henti menciumi saya mengelap ingus dan air mata menggunakan bajunya. Kadang ia juga menyuruh saya tidur di lengannya sambil memeluk saya.
Ia juga sering memijit ketika saya sakit, menggaruk bagian gatal di tubuh saya, mengambilkan makanan, minuman, kebutuhan jika saya sakit. Meski ia masih berumur 2 tahun ia sangat peka dan peduli pada orang lain. Memilik anak itu sangat membahagiakan.
Meski demikian saya mengalami kehamilan dan proses melahirkan yang sangat berat. Kehamilan saya lalui dengan perasaan hidup dan mati. Setiap hari saya kesakitan dan menangis.
Maka saya tidak mau menyuruh orang untuk hamil atau memiliki anak. Karena prosesnya luar biasa. Saya menghormati dan menghargai karena proses tersebut adalah perjuangan hidup dan mati.
Apakah saya kurang bersyukur? Apakah saya tidak menerima kodrat saya? Apakah saya tak berusaha lebih baik? Saya justru sangat berusaha menjalani kehamilan dengan sempurna, meski diawali dengan ketidaksiapan.
Kehamilan
Saat awal hamil, saya masih mengisi kajian filsafat perempuan di tengah rasa mual yang tak karuan. Saya juga masih ngajar tahsin untuk mahasiswa dan umum tiap hari Sabtu. Hari-hari kerja saya isi dengan ngajar les, dan ngajar ngaji anak-anak kompleks.
Saya betul-betul ingin mengisi kehamilan dengan aktivitas yang baik. Saya yakin hal tersebut akan berpengaruh bagi tumbuh kembang janin. Saya juga selalu membaca Al Qur’an, membaca buku tentang kehamilan, dan membaca amalan-amalan harian untuk ibu hamil.
Namun semua itu menguap begitu saja ketika sakit tak terkira muncul. Saya sakit hiperemesis gravidarum disertai GERD. Jangankan makan, minum saja muntah. Saya dehidrasi meski saya sudah makan dan minum banyak sekali. Karena semua makanan dan minuman dimuntahkan oleh perut saya. Saya sampai tak ingin makan lagi karena perut yang sangat sakit.
Saya harus opname sampai dua kali. Saya berada di perantauan sendirian, suami kerja sejak pagi hingga malam. Hidup rasanya sepi dan menyakitkan. Ketika shalat saya muntah begitu rukuk dan sujud. Ketika membaca doa dan tadarus saya juga sesak dan ngos-ngosan.
Maka setelah itu saya hentikan semua aktivitas. Shalat sebisanya, ngaji sebisanya, aktivitas mengajar berhenti. Saya sudah cukup bersyukur dengan tetap hidup dan bisa bernafas. Saya yang semua perfeksionis, ingin kehamilan saya dilalui dengan banyak kegiatan kajian, Alquran, dan amalan justru tidak bisa apa-apa.
Sejak saat itulah saya berhenti mendambakan kesempurnaan. Saya pasrah bahwa Tuhan menghendaki saya demikian. Saya hanya berharap bahwa penyakit ini menjadi penggugur dosa bagi saya.
Melahirkan
Setelah kehamilan yang menyakitkan saya mulai membaik. Di akhir kehamilan saya isi dengan prenatal yoga, membaca buku-buku kehamilan, mengikuti banyak saran dari bidan. Melakukan afirmasi positif dan gerakan-gerakan yang mempermudah persalinan. Saya juga rutin melakukan checkup serta mempersiapkan fisik dan mental untuk persalinan.
Saya juga sudah menentukan tempat lahir dan berkonsultasi dengan bidan serta dokter yang ada. Saya ingin melahirkan dengan lembut (gentle birth) tanpa paksaan. Saya ingin anak saya lahir karena dirinya sudah siap lahir. Maka setiap hari tak henti saya mengafirmasi si buah hati.
Lima hari sebelum HPL pukul 23.00 saya mulai merasakan kontraksi. Jam 03.00 saya merasa ada air yang mengalir dari jalan lahir. Saya rasa ketuban saya rembes, tapi saya belum yakin. Jam 05.00 saya merasakan ada air keluar lagi. Saya bangunkan suami dan meminta dia mengecek dan ternyata air sudah mengalir banyak sekali.
Setelah shalat kami segera ke puskemas membawa seluruh perlengkapan. Pembukaan baru 1.5. Saya harus menunggu sampai pembukaan lengkap. Saya juga tak bisa melakukan stimulasi seperti jalan kaki dan lain-lain karena bahaya infeksi.
Air ketuban terus mengalir namun pembukaan belum bertambah. Jam 12.00 puskemas menyatakan bahwa saya harus dirujuk ke Rumah Sakit untuk tindakan lanjutan. Saya pindah ke RS dan mengalami berbagai pemeriksaan. Setelah itu saya masuk ke ruang tindakan, namun pembukaan belum juga bertambah.
Saya bertemu dokter dan mengatakan agar saya menunggu saja sampai pembukaan lengkap. Belum ada indikasi operasi, dokter meminta saya tak memikirkan apa pun. Saya berusaha rileks sambil merasakan kontraksi. Semakin malam kontraksi makin kerasa dan sakit sekali. Meski begitu pembukaan belum juga bertambah. Saya mendengar banyak orang melahirkan di ruang sebelah.
Semalaman saya tak bisa tidur karena kontraksi yang terus berdatangan. Saya juga berkali ingin ke kamar mandi dengan kondisi yang sangat lemah. Meski saya sudah benar2 kesakitan dan lemas, saya tidak tidur sehari semalam, dan air ketuban sudah rembes banyak sekali, tapi kondisi jantung si kecil sangat bagus. Sehingga tak perlu ada tindakan lanjutan.
Pukul 05.00 pembukaan hanya bertambah sedikit. Oya, sebelum melahirkan saya sudah sowan ke ponpes dan meminta doa pada kyai. Selama proses itu juga saya minta doa ke semua kyai dan ustadz agar saya dipermudah. Saya juga diijazahi doa untuk persalinan.
Sakit masih melanda, saya tak boleh mengejan karena sudah mulai bengkak. Ketika kontraksi saya alihkan dengan minum air. Sempat saya ditawari induksi, tapi saya tak mau karena ingin melahirkan dengan lembut dan saya juga tak kuat menahan sakit. Saya juga tidak mau operasi meski sudah boleh, namun dokter juga mendukung saya.
Jam 08.00 pembukaan naik menjadi 7. Bidan mengatakan sebentar lagi saya bisa melahirkan. Jam 10 diperiksa lagi pembukaan sudah 9. Bidan dan seluruh perawat segera menyiapkan persalinan. Setelah semua siap, saya mulai mengejan. Pukul 12.00 si kecil lahir. Placenta dan seluruhnya segera dibersihkan dari rahim, namun ada yang menempel di dinding rahim.
Saya belum boleh pulang karena harus menjalani kuret. Semalaman saya begadang karena si kecil menangis. Besoknya saya harus puasa karena harus dikuret. Setelah kuret saya langsung pulang.
Saya yang awalnya berpikir bahwa kesempurnaan itu diukur dengan sempurnanya dalam persiapan, ibadah, amalan, dan lain-lain. Kini saya berpikir bahwa kesempurnaan itu dilihat dari perjuangan kita menyampaikan amanat Tuhan ke dunia. Merekalah yang sempurna yang mampu menahan sakit dan beban begitu berat hingga wakil Tuhan itu sampai ke dunia.
Proses melahirkan yang begitu berat bagi saya dan menyisakan trauma. Hal ini tak hanya dialami saya saja, banyak teman-teman saya merasakan trauma juga. Maka saya tak pernah menghakimi siapa pun terkait memiliki anak, hamil dan melahirkan. Setiap orang berhak memilih hal yang memang mereka sudah siap menjalaninya.