Paham reformis (kaum Mudo) sudah menyebar ke seluruh Nusantara tak terkecuali di Palembang. Berbagai cara sudah dilakulah oleh ulama sepuh Palembang (kaum Tuo) untuk membendung pergerakan ini. Usaha-usaha sudah dilakukan mulai dari mediasi sampai debat terbuka namun tidak membuahkan hasil malah pertikaian kian marak.
Fenomena ini didokumentasikan oleh Jeroen Peetres dalam bukunya Kaum Tuo-Kaum Mudo (Perubahan Religius di Palembang 1821-1924). Menurutnya, ketegangan terjadi di Palembang pada 1928 yang mana para ulama sepuh terutama dari kalangan Alawiyin dengan tegas melawan rezim Saudi yang menduduki Tanah Hijaz. Rezim Saudi dikenal gemar berkampanye anti-tarekat.
Di Makkah, Zawiyah Sammaniyah disita oleh penguasa Saudi dan puluhan mursyid Sammaniyah terpaksa pulang ke Palembang. Pada 1930 diadakan musyawarah mufakat antara kaum Tuo dan kaum Mudo dengan membentuk organisasi MPII (Majlis Pertimbangan Agama Islam) yang beranggotakan kedua belah pihak. Namun bukannya menyelesaikan masalah justru perdebatan makin runyam. Adapun trending topic yang diperdebatkan seputar doa talqin.
Saat itu, ada ulama yang paling sepuh dan sangat alim dia Adalah Syekh Abdullah Azhari (w. 1938) lahir di Kampung Pedatuan 12 Ulu Palembang sehingga lebih dikenal sebagai ‘Ki Pedatuan’. Ia mendengar kabar bahwa sahabatnya di Jawa yakni Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari mendirikan pergerakan untuk membentengi paham reformis yang dikenal dengan nama Nahdlatul Ulama (NU).
Berita tentang berdirinya NU ini baru sampai ke Palembang pada 1934. Tanpa pikir panjang , Syekh Abdullah Azhari memanggil santrinya dari kalangan Alawiyin yaitu Sayyid Muhammad Salim al-Kaff untuk dijadikan sebagai ketua NU cabang Palembang pristiwa bersejarah ini terjadi pada 31 Juni 1934.
Mengenal Syekh Azhari
Dalam kitab Raudhatul Wildan Fi Tsabat Ibn Jindan karangan Habib Salim bin Jindan menyebutkan bahwa Syekh Abdullah Azhari adalah keturunan Sunan Kudus. Silsilah nasabnya juga didokumentasikan oleh Habib Salim sebagaimana berikut:
Abdullah bin Muhammad Azhari bin Abdullah bin Muhammad ‘Asyiq Ad-din bin Shafiyuddin bin Abdullah bin Haj Ad-din Ahmad bin Jalaluddin Abdullah bin Syahiduddin Muhammad bin ‘Alauddin Abdullah bin Susuhunan Palembang Ahmad bin Maulana Jakfar as-Shadiq Susuhunan Kudus bin Maulana Aji Usman bin Abi al-Barakat bin Tsana’uddin bin Jamaluddin Syah al-Husein bin Ahmad Jamal Syah bin Abdullah Khan bin Abdul Malik Azmatkhan bin Alwi bin Ali bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir al-Bashri bin Isa an-Naqib bin Muhammad Arzaq al-Rumi bin Ali Uraydhi bin Jafar Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali bin Husen bin Ali bin Abi Thalib dan Anak Fatimah binti Muhammad Rasulullah SAW.
Selama menuntut ilmu di Tanah Suci, ia menjadi murid kesayangan Syekh Ahmad bin Zaini Dahlan Makkah dan tinggal di rumahnya . Sehari-hari ia menyuguhkan kopi dan menyiapkan makanan untuk sang guru.
Adapun ayah Syekh Muhammad Azhari merupakan ulama besar Palembang yang sangat berjasa dalam pencetakan Alquran di Nusantara.
Awalnya, NU di Palembang belum banyak dikenal barulah berkembang dengan pesat ketika dipimpin oleh Kiyai Zen Syukri yang merupakan Murid Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari.
Afwan tadz. Syekh Muhammad Azhari Palembang ada Syekh Muhammad Azhari Tuo samo Syekh Muhammad Azhari tuo.
Kalau yg dimaksud Syekh Muhammad Azhari bin Abdulloh Asyiquddin itu Syekh Muhammad Azhari Mudo kelahiran tahun 1856.
Kalau Ki Pedatuan adalah Syekh Abdullah Azhari kelahiran tahun 1862.
Beliau (ki Pedatuan) adalah anak dari Syekh Muhammad Azhari (Tuo) kelahiran 1811