Hijrah di era digital bisa dimaknai dengan mengikuti tren perubahan zaman dari yang awalnya sederhana dan manual digantikan dengan pemanfaatan teknologi digital dan serba terkoneksi dengan jaringan internet. Revolusi digital dewasa ini—mau tidak mau—akan mengubah tatanan serta gaya hidup manusia. Perubahan dan dinamika kehidupan bergerak lebih cepat dengan menonjolkan intelegensi artifisial serta inovasi disruptif yang berbasis kecepatan internet (Kalau 4G saja sudah mencapai kecepatan 45 Mbps, maka 5G jauh lebih cepat hingga 1.100 Mbps). Dengan demikian manusia diberikan dua pilihan antara hijrah mengikuti arus perubahan teknologi digital ataupun masih istiqamah menerapkan cara lama yang sederhana dan serba manual. Tentunya ada plus-minus di balik pilihan tersebut.
Perlu kita pahami, bahwa syarat utama hijrah di era digital harus dibarengi dengan kemampuan serta penguasaan ataupun skill terhadap teknologi digital. Apabila kita tidak memiliki atau tidak menguasainya, maka hijrah tidak bisa dilakukan, sesederhana itu. Sehingga hijrah di era digital erat kaitannya dengan komodifikasi serta membutuhkan biaya sebagai mahar teknologi. Setelah memiliki serta menguasai pemanfaatan teknologi, yang dituntut kemudian adalah pengawasan agar teknologi tersebut bisa membawa pengaruh positif serta membawa manfaat besar bagi efisiensi jalannya kehidupan manusia, baik itu kaitannya dengan interaksi manusia dengan lingkungan, sesama manusia maupun hubungan religiusitas antara manusia dengan Tuhannya. Jangan sampai kehadiran teknologi malah memperburuk keseimbangan hidup yang selama ini sudah tertata dengan rapi dan harmonis.
Perubahan gaya hidup secara signifikan akibat badai pandemi Covid-19 dirasakan oleh publik Indonesia. Praktis, dengan munculnya wabah penyakit mematikan, pemerintah mengambil kebijakan meliburkan sekolah dan perkantoran serta melakukan pembatasan sosial berskala besar untuk mencegah penyebaran virus secara cepat. Dengan demikian pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi digital meningkat dan menjadi pilihan utama. Hanya dengan menggunakan smartphone atau laptop seluruh aktivitas bisa dikerjakan, mulai dari belajar, bekerja, belanja, bermain, hiburan hingga ibadah. Bagi kaum muslimin di Indonesia pemaknaan hijrah digital lebih terasa dengan pelbagai aplikasi serta praktiknya yang dilakukan di lapangan.
Ngaji Kitab Online
Ngaji kitab kuning yang selama ini berjalan di pesantren dilakukan secara manual. Artinya santri (mukim/kalong) hadir langsung ke kelas atau langgar dengan membawa kitab dan pulpen untuk mencatat keterangan, lalu kiai atau ustadz membacakannya isi kitab serta memaknainya dari awal sampai akhir secara tertib. Dengan cara manual ini, hanya santri yang hadirlah yang bisa menyerap ilmu atau kitab yang disampaikan oleh kiai atau ustadz tersebut secara langsung. Artinya audiens yang bisa mengambil manfaat pengajian sifatnya terbatas.
Beda halnya, apabila pengajian kitab kuning dihijrahkan dengan sentuhan pemanfaatkan teknologi digital, pengajian kitab kuning bisa dilakukan dengan cara seperti biasa, santri yang mukim bisa hadir langsung di kelas, sementara santri kalong ataupun jamaah yang jauh jaraknya bisa menyimak secara online lewat pelbagai platform siaran digital dari manapun, dengan pemanfaatan smartphone atau laptop yang dimiliki, untuk mengakses link pengajian yang ditayangkan secara livestreaming ataupun digital oleh pengurus pesantren.
Dengan begitu, ngaji kitab kuning bisa terekam lewat teknologi digital dan rekamannya bisa diakses kapan pun dan di mana pun oleh jamaah yang ingin mendengarkan bacaan kitab kuning yang disampaikan oleh kiai ataupun ustadz. Penyiaran pengajian secara online pada akhirnya bisa menjadikan informasi keagamaan bisa lebih cepat dan praktis. Sejatinya model penyiaran pengajian semacam ini sudah dilakukan lewat bantuan siaran radio maupun televisi, namun hanya menyasar pada kiai atau ustadz tertentu yang populer. Namun seiring dengan kemajuan teknologi digital, kiai atau ustadz manapun bisa memanfaatkan teknologi hanya lewat telepon yang dimilikinya dengan perantara aplikasi digital semacam Facebook, Instagram, Youtube, Zoom, dan masih banyak lainnya.
Para kiai dan santri di era digital juga melakukan perubahan pengoleksian kitab dari yang mulanya berbentuk cetakan dari kertas menjadi kitab kuning digital. Dari membaca serta membolak-balikkan halaman demi halaman dari berjilid-jilid kitab yang diterbitkan oleh berbagai penerbit kitab lokal maupun Timur Tengah, berubah dengan membaca kitab dari layar ponselnya. Dengan kemudahan akses teknologi, maka banyak sekali beredar kitab kuning digital yang berbentuk PDF ataupun Doc lainnya yang bisa didownload secara gratis atau berbayar dari pelbagai aplikasi penyedia kitab seperti Maktabah Shamila dan lainnya. Perubahan media baca ini juga selaras dengan penyiaran pengajian kitab online sehingga lebih aplikatif dengan menampilkan halaman kitab digital di layar saat dibaca oleh kiai atau ustadz.
Namun demikian perubahan yang satu ini masih terbatas dan hanya dilakukan oleh beberapa kiai maupun ustadz milenial saja, sedangkan para kiai maupun ustadz yang lainnya masih menggunakan kitab cetakan kertas saat melakukan ngaji online. Tentunya koleksi kitab digital semacam ini ada plus minusnya. Dari aspek positifinya lebih ekonomis dan praktis karena bisa disimpan secara digital dan bisa dibuka kapan saja lewat ponsel. Namun dari sisi negatifnya, dengan menatap layar secara terus-menerus juga menimbulkan kelelahan mata sehingga konsentrasi membaca akan terganggu ketimbang membaca kitab dalam bentuk cetakan ataupun jilidan buku kertas.
Portal dan Kanal Keislaman
Kalau dahulu informasi keislaman terkini bisa diakses secara manual lewat media cetak ataupun televisi dan radio. Di mana penulisan konten keagamaan di pelbagai bidang keilmuan ataupun fatwa ulama serta berita-berita berkaitan dengan agama Islam terkini dilakukan melalui penerbitan koran, majalah, buletin maupun buku ataupun didengarkan dari radio dan televisi. Namun di era sekarang, umat Islam lebih praktis dan mudah dengan mengakses berita terbaru ataupun konten Keislaman lewat portal ataupun media digital maupun channel keislaman yang bisa diakses lewat pelbagai platform digital dari ponsel pintarnya masing-masing. Syaratnya hanya satu, yakni memiliki kuota internet. Dengan sambungan internet, mereka pun bisa bebas mengakses jutaan konten keislaman yang dipublikasikan setiap harinya dari pelbagai negara.
Ketika seseorang sudah mendowload aplikasi berita digital keislaman maupun channel video keislaman favoritnya serta melakukan subscribe ataupun berlangganan, maka di saat redaksi masing-masing mempublikasikan konten terbarunya akan langsung ada notifikasi yang diterima di ponselnya. Lalu muncul pilihan apakah akan dibaca atau ditonton saat itu juga atau diabaikan. Begitulah bentuk dari kecanggihan teknologi digital yang kita rasakan di era sekarang. Di Indonesia pun bisa kita temui banyak sekali portal keislaman mulai dari yang konservatif, tradisionalis, modernis, ataupun moderat, liberal, hingga ektrem-radikal. Kesemuanya memiliki ciri khas pemberitaan maupun penyusunan konten kegamaan yang berbeda pandangan madzhab, gaya bahasa, visi-misi maupun segmentasi jamaahnya yang beraneka ragam.
Ibadah secara Online
Masa pandemi Covid-19 seperti sekarang juga memengaruhi aktivitas ibadah yang biasanya dilakukan oleh umat Islam. Karena adanya kebijakan social distancing sehingga setiap orang sebisa mungkin banyak melakukan pelbagai aktivitasnya dari rumah agar tidak tertular virus. Terutama di kalangan Islam di Indonesia ada banyak aktivitas ibadah yang biasanya dilakukan secara langsung digantikan dengan pelaksanaanya melalui platform digital. Seperti, sedekah atau donasi hingga zakat yang biasanya bisa disalurkan langsung ke fakir miskin atau panti asuhan dan lainnya, bisa diubah dengan sedekah, donasi, zakat secara online lewat platform badan amil zakat nasional ataupun organisasi massa Islam yang diikuti dan terpercaya.
Aktivitas ibadah dzikir ataupun shalawat berjamaah—di kalangan jamaah Nahdlatul Ulama disebut tahlilan, manaqiban, barzanjian, ataupun istighasahan— yang biasanya dilakukan secara langsung dengan mendatangi tempat acara pelaksanaan (masjid, pesantren, lapangan) dan berkumpul bersama untuk berdzikir, bershalawat serta diakhiri dengan pengajian dan makan bersama. Maka di era pandemi Covid-19 bisa dilakukan secara digital dengan mekanisme seperti siaran live streaming yang dilakukan saat pengajian online.
Adapula yang melaksanakan shalat Jum’at secara virtual dengan live streaming via Zoom Meeting dan lainnya dengan alasan karena adanya pandemi Covid-19. Namun para ulama berbeda pendapat soal kebolehan shalat Jum’at secara virtual tersebut. Di Indonesia, ada sebuah lembaga yakni Public Virtue Institute yang sudah melakukan shalat Jum’at secara virtual. Mereka mengambil argumentasi karena keadaan darurat selama pandemi Covid-19 agar tidak terjadi penularan virus. Di mana MUI, NU maupun Muhammadiyah telah mengeluarkan fatwa kebolehan mengganti shalat Jum’at berjamaah di masjid dengan melakukan shalat Dzhuhur di rumah masing-masing.
Namun lembaga ini melihat aktivitas ibadah bisa dilakukan dengan pemanfaatan teknologi digital dengan mengambil fatwa dari Syekh Ahmad bin al-Shiddiq al-Ghamari yang menulis kitab fatwanya al-Iqnâ’ bi Shihhat Shalât al-Jumu’ah fî al-Manzil Khalfa al-Midzyâ’ yang berisi kepastian sahnya shalat Jum’at di belakang siaran radio. Begitupun dengan pendapat Syekh al-Husain Ayit Sa’id, ia menjabarkan, dalam mazhab Malikiyah, shaf tidak harus terhubung atau berdekatan dan makmum atau jamaah tidak harus berada di belakang imam, sehingga pelaksanaan shalat jamaah secara virtual selama pandemi Covid-19 dimungkinkan.
Keberkahan Ibadah & Sanad Ngaji Online
Banyak timbul pertanyaan seputar apakah ngaji online bisa mendapatkan sanad keilmuan atau tidak? Jawabanya tentu bisa. Namun kebanyakan ulama membenarkan terjalinnya sanad keilmuan meskipun proses ngaji dilakukan secara online. Dalam periwayatan keilmuan hadits ada delapan cara dalam mengambil sanad riwayat dari guru, dan bentuk pengajian online secara live streaming bisa dikategorikan sebagai mendengar langsung dari guru. Tentunya siaran pengajian harus jelas sehingga santri bisa benar-benar memahami penjelasan yang disampaikan guru.
Pun demikian saat pengajian online seperti lewat Zoom Meeting, antara kiai dan santri bisa bertatap muka secara langsung lewat layar kaca. Tentunya, santri yang mengharap keberkahan ataupun sanad keilmuan dari kiai harus menerapkan adab-adab belajar, seperti dalam keadaan suci, berpakaian rapi dan wangi, menyiapkan kitab yang akan dipelajari serta khusyu’ mendengarkan bacaan dan mencatat penjelasan dari guru. Keberkahan di saat melakukan ibadah maupun ngaji online mungkin bisa kita petik sebagaimana ibrah hadits Nabi
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
“Siapa saja yang (berkehendak) menunjukkan kebaikan, maka baginya mendapat pahala (keberkahan) seperti orang yang melakukannya.” (HR. Muslim).
Imam Nawawi—dalam Syarah Shahih Muslim—menjelaskan bahwa maksud ‘menunjukkan keutamaan’ pada hadits tersebut adalah bersinggungan dengan kehendak melakukan, mengingatkan serta menolong orang yang melakukan suatu kebaikan. Di mana kebaikan di sini antara lain pengajaran agama serta aktivitas ibadah, terutama bagi orang yang sedang belajar, atau orang lainnya dalam kondisinya maisng-masing. Wallahu A’lam.