Selama ini Turki Usmani telah banyak dibahas sebagai dinasti Islam yang gemilang dalam bidang politik dan militer. Namun tidak bisa dipungkiri juga, Turki Usmani pun gemilang dalam melahirkan produk seni budaya yang estetis dan eksotis, mulai dari arsitektur, seni rupa, kaligrafi, fesyen, kuliner sampai musik.
Pemimpin pertama Turki Usmani, Sultan Usman I (- 1326 M), disebut telah menggunakan korps musik militer. Kemudian pada masa Sultan Murad I (- 1389 M) sebuah pasukan elit bernama Yanisari dibentuk dan kemudian tak terpisahkan dari korps musik militer yaitu Mehter.
Yanisari adalah tentara tarampil sedang musik Mehter adalah pembangkit moral pasukan sekaligus pelemah semangat lawan. Saat Sultan Mehmed II (- 1481 M) yang berjuluk Al Fatih menaklukkan Konstantinopel, peran Yanisari dan Mehter tidak bisa dipungkiri adanya.
Kontak dengan Musik Eropa
Turki Usmani mencapai puncaknya kejayaan dan keluasan wilayah di masa Sultan Sulaiman I (- 1566 M), menjadi kekuatan yang begitu diperhitungkan di Eropa. Perancis bahkan mau bekerja sama dengan Turki Usmani dalam sebuah aliansi yang mencengangkan dunia karena melibatkan dua latar belakang agama berbeda.
Dalam buku Music in The World of Islam (1995), Amnon Shiloah menyebutkan bahwa Raja Francis I (- 1547 M) mengirimkan rombongan orkestra kepada Sultan Sulaiman I sebagai penghormatan akan kesepakatan aliansi tersebut. Orkestra Perancis ini akhirnya mengilhami munculnya ketukan baru dalam musik Turki yang disebut ketukan frenkcin (12/4) dan frengi feri (14/4).
Rangkaian Peperangan Italia yang melibatkan Turki Usmani dan Perancis melawan Liga Suci (Imperium Roma Katolik dan negera-negara sekutunya) kemudian berakhir dengan perjanjian damai di tahun 1559 M. Saat itu tak hanya Perancis, Inggris pun membangun relasi dengan Turki Usmani. Ratu Elisabeth I (- 1603 M) sempat memberikan hadiah kepada Sultan Mehmed III (- 1603 M) berupa alat musik organ yang bisa berbunyi sendiri hingga durasi enam jam.
Di masa Sultan Mehmed IV (- 1687 M), terdapat penerjemah sekaligus musisi istana bernama Ali Ufki Bey. Ia sebenarnya bernama Wojciech Bobowski, awalnya datang ke Istanbul sebagai budak, kemudian belakangan dibebaskan dan masuk Islam. Ia berjasa mengumpulkan karya musik Turki saat itu dalam bentuk notasi ala Eropa meskipun ia tulis dari sebelah kanan untuk menyesuaikan dengan huruf Arab yang digunakan saat itu.
Ada juga Demetrius Cantemir, pangeran dari Moldavia yang dibawa ke Istanbul di masa Sultan Sulaiman II (- 1691 M) sebagai tawanan, namun akhirnya menjadi musisi penting di sejarah Turki Usmani. Selain meninggalkan karya teori musik, ia juga mengumpulkan karya musik Turki dengan sistem notasinya sendiri. Kisah ini termuat dalam makalah Demetrius Cantemir and the Music of his Time: The Concept of Authenticity and Types of Performance (2015) tulisan Şehvar Beşiroğlu.
Setelah kelahan Turki Usmani di Pertempuran Wina tahun 1683 M, Eropa semakin terbuka dengan pengaruh budaya Turki Usmani. Gelombang Turkomania menjadikan orang Eropa menyukai hal-hal berbau Turki mulai dari turquerie dalam berpakaian, hingga kopi, tembakau hingga permen dan kue ala Turki
Karya musik maupun opera dengan nuansa Turki juga bermunculan. Musik Mehter menjadi inspirasi bagi komposer-komposer Eropa saat itu semisal Joseph Haydn, Mozart (pencipta Ronco alla Turca) serta Beethoven (pencipta Marcia alla Turca). Eric Rice menulis fenomena ini dalam makalah Representations of Janissary Music (Mehter) as Musical Exoticism in Western Compositions, 1670–1824 (1999).
Zaman Baru
Sultan Selim III (- 1807 M), sang pencetus reformasi Nizami Cedid (orde baru), kemudian membawa pembaruan musik. Ia memberi nuansa Barat pada Mehter dengan menambahkan alat musik tiup brass melalui supervisi militer Perancis. Di masanya, opera Eropa mulai diundang dan sistem notasi musik Turki dirumuskan oleh seorang Kristen Armenia bernama Hampartsoum Limondjian.
Julukan bagi Sultan Selim III adalah Bestekar yang berarti komposer. Ia memang seorang pemain musik yang terampil serta pencipta puluhan karya musik juga beberapa makam atau langgam nada. Sebagai pengikut Tarekat Maulawiyah, ia punya satu karya berjudul Suzidilara Mevlevi Ayin, sebagai pengiring tarian darwis berputar dalam ritual sama’.
Reformasi kemudian dilanjutkan oleh Sultan Mahmud II (- 1839 M) yang berujung pada pembubaran Yanisari sekaligus Mehter. Pusat pelatihan musik Mehter diganti dengan konservatori baru yang dikepalai oleh ahli musik dari Eropa, salah satunya adalah Guiseppe Donizetti yang menciptakan karya khusus untuk sang sultan berjudul Mahmudiye Marsi. Mehter sendiri kembali dihidupkan di abad 20 M dan menjadi bagian dari angkatan bersenjata Republik Turki
Sultan Abdul Majid I (- 1861M) melanjutkan reformasi melalui gerakan Tanzimat. Di masa sultan yang bisa memainkan piano ini, pengajaran musik untuk keluarga istana diselenggarakan dan terdapat pula pemusik Turki yang belajar ke Eropa.
Di antara para sultan Turki Usmani, yang paling terkenal sebagai komposer adalah Sultan Abdul Aziz (- 1876 M). Di antara sekian banyak karyanya, yang masyhur adalah Gondole la Barcarolle dan Invitation to Waltz. Ia adalah sultan Turki Usmani pertama yang berkunjung di Inggris. Dalam buku Istanbul Exchanges: Ottomas, Orientalists and Nineteenth Century Visual Culture (2015), Mary Roberts menuliskan jika sang sultan sempat disuguhi penampilan karyanya sendiri saat berada di Inggris.
Pada transisi antara abad 19 dan 20 M, tak lama menuju runtuhnya Dinasti Turki Usmani, tidak ada lagi sultan yang memiliki komposisi musik sebanding Sultan Abdul Aziz. Namun Sultan Abdul Hamid II (- 1909 M) tercatat gemar menyelenggarakan dan menonton musik ala Eropa di lingkungan istananya.
Ada sebuah kisah tentang Sultan Abdul Hamid II yang termuat dalam makalah A Historical Case of Anglo-Ottoman Musical Interactions: The English Autopiano of Sultan Abdulhamid II (2019) karya Evren Kutlay. Diceritakan bahwa sang sultan sempat membeli sebuah autopiano bermerk Kastner & Co. Ltd. dari Inggris, juga mendukung produksi piano lokal Turki yang sempat ia hadiahkan kepada pemimpin Jerman, Kaisar Wilhelm II.