Pengkajian tentang sejarah keberadaan masyarakat penganut Islam Wetu Telu di pulau Lombok barangkali hanya terfokuskan di lokasi-lokasi yang hari ini memiliki situs-situs kuno yang memiliki nama besar ataupun yang telah banyak dikenal oleh masyarakat luas dan juga yang telah mendapat perhatian dari pemerintah, seperti di Bayan Lombok Utara, Narmada di Lombok Barat, dan Masjid Kuno Rambitan di Lombok Tengah.
Ketiga situs bersejarah tersebut tentunya telah banyak mendapat perhatian dari para pengkaji-pengkaji sejarah dan juga dari para pengkaji arkeologi sperti penelitian yang dilakukan oleh Jamaluddin dalam Islam Sasak; Sejarah Sosial Keagamaan di Lombok Abad XVI-XIX dan oleh Erni Budiwanti dalam Islam Sasak; Wetu Telu Versus Waktu Lima yang hanya terfokus pada kajian tentang kelompok Islam Wetu Telu di desa Bayan Lombok Utara.
Selain ketiga daerah atau tempat di pulau Lombok yang telah disebutkan di atas, di bagian timur pulau Lombok juga terdapat berbagai peninggalan-peninggalan situs bersejarah yang masih eksis berdiri sampai hari ini dan juga tidak jarang dijadikan sebagai tempat persiarahan, seperti Makam Raja Selaparang, Makam Tanjung, Rumah Adat di Sembalun, Masjid Pusaka di desa Ketangga dan juga Langgar Pusaka di desa Sapit. Keberadaan situs-situs bersejara tersebut menunjukan bahwa di Lombok Timur telah terjadi atau terbangun peradaban kehidupan yang besar pada zama dulu.
Beda dulu beda sekarang, barangkali demikianlah kata yang tepat untuk menunjuk tentang pulau Lombok saat ini. Dulu Lombok dikenal dengan masyarakatnya yang menganut ajaran Islam yang bercorak sinkretis, Islam di Lombok dikenal dengan Islam yang jauh berbeda dengan Islam yang pada umumnya. Akan tetapi, setelah pulau Lombok mengalami purifikasi ajaran Islam. Keberadaan kelompok penganut ajaran Islam Wetu Telu semaki memudar walapun tidak secara keseluruhan. Demikian juga di desa Sapit, yang penduduknya hari ini telah menganut ajaran Islam Waktu Lima yang dikatakan sebagai konsep ajaran Islam yang dianut oleh umat muslim pada umumnya.
Akan tetapi walaupun masyarakat desa Sapit telah mendapatkan proses purfikasi ajaran Islam, hal tersebut tidak menjadikan masayarakat lupa akan keberadaan bangunan tua yang selanjutnya oleh masyarakat setempat disebut dengan Langgar Pusaka. Keberadaan Langgar Pusaka di desa Sapit Lombok Timur dulunya merupakan masjid tempat kelompok penganut ajaran Islam Wetu Telu melakukan ritual keagamaan mereka. Selain itu, masyarakat setempat juga meyakini bahwa Langgar Pusaka desa Sapit merupakan langgar pertama di pulau Lombok yang pada saat itu dipengaruhi oleh Kerajaan Selaparang Islam. Hal tersebut diperkuat dengan tidak jauhnya jarak antara desa Sapit dengan Situs Makam Raja Selaparang dan juga desa Sapi juga merupakan daerah kekuasaan Kerajaan Selaparang. Selain itu, hal demikian juga dipertegas dalam salah satu penelitian yang berjudul Tradisi Penghormata Mushaf Kuno di Desa Sapit Lombok Timur.
Hari ini, keberadaan Langgar Pusaka digunakan oleh masyarakat setempat hanya untuk atau sebagai tempat dalam prosesi mulud adat yang dilaksanakan setiap tanggal 12 Rabiul Awal dan tidak dijadikan tempat untuk melakukan ritual keagamaan seperti sholat kima waktu,dan juga sholat Jum’at. Pada awal bulan tersebut, semua tokoh masyarakat yang ada di desa Sapit akan mengadakan musyawarah untuk membuat aturan terkait dengan proses pelaksanaa mulud adat dan setiap anggota masyarakat diwajibkan untuk ikut berpartisipasi.