KH. Bisri Syansuri merupakan sosok yang amat terkenal, khususnya bagi kamu nahdliyin dan alumni pondok pesantren Mambaul Maarif Denanyar Jombang. Dengan kiprah yang begitu luar bisa di tingkat nasional beliau tetap menjadi pribadi yang tawadhu,ikhlas, bahkan sukses dalam mendidik para santri. Begitulah kira-kira apa yang disampaikan oleh Dr. H. Lutfi Hamidi M. Ag. Ketika menyampaikan sambutan sebagai alumni pesantren Mambaul Maarif Denanyar Jombang yang disiarkan melalui kanal Youtube PONDOK DENANYAR CHANNEL pada (1/2) 2022.
Bukti kesuksesan beliau dalam mendidik santri ialah beliau berhasil membawa para santrinya untuk sukses di berbagai lini hingga memimpin di banyak tempat di negeri ini. Di antara yang menjadi tokoh baik di bidang akademisi maupun politik berhasil menduduki posisi strategis seperti, rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo , rektor UIN Saifuddin Zuhri Purwokerto, dan rektor Institut Agama Negeri (IAIN) Ponorogo, serta Bupati Lumajang
Hal tersebut tak lain dan tak bukan karena peninggalan beliau yang diantaranya menurut Lutfi ialah zikir ya hayyu ya qayyum yang penuh makna dan keikhlasan beliau untuk mengabdi. Makna zikir tersebut menurutnya bermakna agar kita terus bergerak untuk survive.
“Dengan zikir ini menurut saya inilah salah satu rahasia kenapa alumni (pesantren) Denanyar luar biasa, yang pertama seakan-akan Mbah Bisri ngajarkan kepada kita ya hayyu ya qayyum, ayo hidup dan tetep survive. Kenapa? Karena biasanya (zikir) ini pada subuh saja tapi di (pesantren) Denanyar lima kali dalam sehari, artinya ayo tetep hidup dan kemudian bergerak tidak hanya pada waktu subuh, kalau hidup bergerak pada waktu subuh itu konotasinya lain lagi. Tapi, ini adalah hidup kemudian survive. Untuk bisa survive, ya qayyum ayo terus bikin gerakan, bikin aktivitas.” Tutur doktor Lutfi.
Selanjutnya beliau juga menegaskan bahwa dalam zikir tersebut Mbah Bisri telah mengajarkan kita untuk senantiasa mengevaluasi diri
“Kemudian yang kedua rahasianya, la ilaaha illa anta. Ketika kita menjadi pemimpin, harus ada orientasi, satu saja. La ilaaha illa anta subhanaka inni kuntu minadh dhalimin, sembari seakan-akan Mbah Bisri mengajarkan kepada kita ayo evaluasi setiap apapun setiap gerakan yang kamu lakukan pasti ada kelemahannya, dan kelemahannya itu adalah evaluasi, evaluasi. Kalau itu sudah ditemukan insyaallah, hai santri, hai para anak adam anda akan tetep bisa survive dan tetep bisa hidup di negeri ini.”
Faktor lain yang menjadikan santri-santri tentu juga dzuriah sukses menurut doktor Lutfi ialah karena Kiai Bisri Syansuri dengan penuh ketawadhuan, ketulusan, dan keikhlasan melepaskan jabatan Rais Aam dan diberikan kepada Rais Aam sebelumnya yakni KH. Wahab Hasbullah padahal pada Mukatamar Nahdlatul Ulama 1967 di Bandung Kiai Bisri terpilih sebagai Rais Aam NU.
Tak hanya menolak hasil pilihan muktamirin untuk menjadikannya Rais Aam, Kiai Bisri juga menolak untuk menjadi Rais Aam selama Kiai Wahab Hasbullah masih hidup. Penolakan tersebut bukan karena beliau merupakan adik ipar Kiai Wahab atau umur yang lebih muda darinya, melainkan sebuah perhitungan presisi dari Kiai Bisri bahwa selama Kiai Wahab Hasbullah hidup maka beliaulah yang pantas menjabat sebagai Rais Aam NU karena banyak jasa besar Kiai Wahab.
“Ketika di muktamar (NU) Purwokerto misalnya, Mbah Wahab nyupiri mobil. Di dalamnya ada Mbah Hasyim dan Mbah Bisri, kira-kira ya tahun 40-an, pada saat itu ya kira-kira belom banyak yang bisa nyupir kecuali Mbah Wahab Hasbullah aja. Karenanya, kira-kira keringetennya di NU, perjuangannya di NU lebih dianggap oleh Mbah Bisri. Oleh karenanya, selama masih ada orang yang lebih senior kira-kira seperti itu, yang lebih punya jasa besar terhadap Nahdlatul Ulama. Maka, silahkan jabat itu layak bagi mereka.” Tutur Lutfi
Namun begitulah, perilaku baik tak mungkin tak memberikan buah yang bermanfaat dan keberkahan. Bukti dari berkah keikhlasan beliau ialah di tahun-tahun berikutnya ketika Kiai Wahab Hasbullah telah wafat, Kiai Bisri terpilih menjadi Rais Aam bahkan hingga wafatnya. Bahkan tak hanya bagi beliau, keberkahan atas keikhlasan Mbah Bisri pun dapat dinikmati para dzuriah dan santri beliau, tutup Lutfi dengan diiringi kebanggannya karena pernah nyantri di Pesantren Mambaul Maarif Denanyar Jombang.
“Berkah dari keikhlasan Mbah Bisri itu sekarang yang menikmati Gus Imin (Muhaimin Iskandar), Mas Nanang (Abdul Halim Iskandar) dan lain sebagainya. Kenapa? Karena begitu Mbah Bisri ikhlas melepaskan jabatan itu, Allah mengganti jabatan itu bukan hanya untuk Mbah Bisri taoi juga untuk dzuriah-dzuriah dan santri-santri alumni Pondok Pesantren Mambaul Maarif. Karenanya, saya sangat-sangat bahagia menjadi bagian dari alumni Pondok Pesantren Mambaul Maarif Denanyar Jombang.”