Sedang Membaca
Kisah Sufi Unik (44): Abu Bakar al-Syibli dan Provokasi Oknum Jamaah Abu Imran
M. Nurul Huda
Penulis Kolom

Pernah nyantri di Pesantren Darussalam Blokagung Banyuwangi, Pesantren Sunan Pandanaran Yogyakarta, Pesantren Bayt al-Qur'an Pondok Cabe, dan S1 PTIQ (prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir).

Kisah Sufi Unik (44): Abu Bakar al-Syibli dan Provokasi Oknum Jamaah Abu Imran

Fb Img 1600447527864

Abu Bakar al-Syibli memiliki kebiasan aneh. Ini terjadi setiap kali ia berada di masjid pada hari Jum’at. Ia selalu merenung dan setelah itu berteriak. Tak jelas apa yang sebenarnya ia renungkan kok sampai membuatnya seperti itu.

Hari itu, setelah berteriak ternyata ada sebagian orang yang kaget dan kalang kabut (kacau) dibuatnya (mungkin baru pertama kali mendengar). Kekacauan itu sampai menganggu Abu Imran al-Asy-Yab. Juga, Al-Syibli pun baru mengetahui dampak yang disebabkan teriakannya itu. Ia pun akhirnya bertanya, “Orang-orang ini mengapa kacau begini?”.

“Teriakan Anda yang menyebabkan mereka kacau. Dan hal ini juga membuat Abu Imran marah,” jawab salah satu orang yang ada di sana.

Al-Syibli pun berbesar hati mendatangi halaqah (lingkaran kajian) Abu Imran. Dan ternyata kejadian ini dimanfaatkan sebagian (oknum) jamaah Abu Imran untuk (memprovokasi dan) membungkam mulut Al-Syibli, dengan niatan untuk membuktikan bahwa Al-Syibli adalah orang bodoh.

Abu Imran pun melontarkan sebuah pertanyaan yang dianggapnya sulit dijawab oleh seorang Al-Syibli, “Wahai Abu Bakar, bagaimana hukumnya jika ada seorang wanita ragu darah yang keluar (dari vaginanya) itu darah haid atau darah istihadlah?”

Al-Syibli pun dengan cekatan menjawabnya dengan benar. Tidak tanggung-tanggung, jawaban yang dipaparkannya sebanyak delapan belas. Hal ini membuat Abu Imran takjub dan memutuskan untuk menghormati Al-Syibli.  Ia pun bangkit dari duduknya dan menuju ke arah Al-Syibli kemudian mencium kepalanya (sebagai bentuk hormat).

Baca juga:  Abu Yazid, Kedalaman Cinta, dan Tanggung Jawab Sosial (3)

Abu Imran berkata, “Yang aku ketahui hanya dua belas jawaban, wahai Abu Bakar al-Syibli. Yang enam sisanya belum pernah aku dengar sama sekali”.

Kisah di atas penulis baca dari kitab Mir’ah al-Zaman fii Tawarikh al-A’yan karya Sibt Ibn al-Jauzi (Beirut: Dar al-Risalah al-Alamiyyah, 2013), v. 17, hal. 237). Dengan tidak dijelaskan bagaimana detail jawaban Al-Syibli tentang darah haid-istihadlah yang dipertanyakan Abu Imran pada kisah di atas menunjukkan bahwa poin yang ingin disampaikan kisah ini adalah tentang betapa kedalaman ilmu Abu Bakar al-Syibli, yang karenanya membuat Abu Imran angkat topi.

Menurut penulis, lewat kisah di atas kita bisa belajar banyak hal, di antaranya:

Anjuran untuk Selalu Bertafakkur

Apa yang dilakukan Al-Syibli dengan merenung sehingga membuatnya berteriak kencang menunjukkan betapa tafakkur adalah suatu keharusan. Meski dalam kisah di atas tidak dijelaskan apa yang sedang difikirkan/direnungkan olehnya, namun sudah bisa ditebak bahwa yang dipikirkan, apalagi oleh ulama sekelas beliau, adalah hal yang baik.

Allah Swt. berfirman, “Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka” (QS. Ali Imran [3]: 191)

Baca juga:  Kiai Syarif Rahmat Jelaskan tentang Pengertian Waliyullah

Larangan Mengadu Domba

Terbaca dalam kisah di atas, memang Abu Imran sempat marah karena “ulah” Al-Syibli yang berteriak itu. Namun yang membuat Abu Imran bertanya kepada Al-Syibli adalah karena adanya dorongan (provokasi) dari para jamaahnya.

Setiap orang, terlebih para ulama memiliki ijtihad sendiri-sendiri dalam setiap permasalahan (ibadah, sosial, budaya, politik, atau yang lainnya). Jika pun mereka marah atau tidak tidak suka dengan cara/tindakan ulama lain, biarlah mereka yang menyelesaikannya sendiri. Sebagai jamaahnya, kita tak perlu ikut-ikut memanas-manasi.

Jangan Pernah Meremehkan Orang Lain

Al-Syibli yang digadang-gadang akan malu karena ketidakmampuannya menjawab pertanyaan Abu Imran ternyata malah tampil sebagai pemenang. Jawaban yang diberikan al-Syibli tidak saja berhasil membungkam para provokator itu, namun Abu Imran pun juga ikut menaruh hormat kepadanya.

Hal ini menunjukkan betapa orang yang kita anggap remeh bisa jadi jadi malah lebih baik dari kita. Oleh karenanya, dalam Islam, seorang mukmin dilarang meremehkan pihak lain (al-Hujurat [49]: 11).

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (5)

Komentari

Scroll To Top