Ketika sedang jalan-jalan, Sayidina Hasan dan Sayidina Husain melihat seseorang sedang berwudu. Kedua cucu Nabi Saw itu lantas memperhatikan cara wudu orang itu yang ternyata wudunya kurang sempurna: wajahnya tidak terbasuh dengan sempurna, kedua tangan dan kaki juga kurang terbasuh sempurna.
Cucu-cucu terkasih Rasul itu pun berpikir bagaimana caranya memberi tahu orang yang lebih tua dari mereka, karena jika salah cara memberi tahu orang itu, keduanya khawatir akan membuat orang itu tersinggung.
Sayidina Hasan dan Husain pun kemudian mendapat sebuah ide untuk mengingatkan orang itu.
”Tuan”, kata salah seorang cucu Rasulullah itu, “Saudara saya ini merasa bahwa wudunya yang paling bagus dan paling sesuai dengan wudu Rasul, oleh karena itu sudilah kiranya Tuan melihat kami berdua berwudu lalu tuan tentukan siapakah di antara kami yang paling bagus wudunya?”
Maka secara bergantian Sayidina Hasan dan Husain berwudu sambil dilihat oleh orang itu. Orangtua itu kagum terhadap wudu mereka yang begitu baik dan sempurna.
Begitu keduanya selesai wudu, orang itu lalu berkata, “Saya sangat berterima kasih telah menyaksikan cara wudu yang begitu sempurna dari kalian berdua, sayalah yang tidak sempurna dalam berwudu, jadi saya akan berwudu lagi dan tuntunlah saya agar wudu saya menjadi sempurna”.
Lisanul hal afshah min lisanil maqal (contoh yang baik, selalu lebih efektif dari sekedar perkataan yang baik).
Al-Samir al-Muhadzdzib, 1: 55