Siapa yang tidak kenal dengan Qus bin Saidah al-Iyadi? Ia adalah salah satu sastrawan Jahiliah yang masyhur. Seorang orator (khuthaba’) ulung yang sangat dihormati oleh masyarakat Arab Jahiliah. Ia adalah seorang uskup Najran. Hidup di zaman Rasulullah saw, 10 tahun sebelum diutus menjadi nabi (qabl al-nubuwwah). Dan meninggal sekitar tahun 600 M.
Qus bin Saidah al-Iyadi adalah sahabat karib Waraqah bin Naufal dan Amr bin Nufail. Qus bersama dua sahabatnya termasuk orang yang sudah membaca tanda-tanda bakal munculnya seorang nabi. Wejangan dan nasehat mereka bertiga mengarah pada ajaran ketauhidan.
Menurut catatan al-Syharastani, dalam kitab al-Milal wa al-Nihal, bahwa Qus bin Saidah al-Iyadi adalah seorang zahid, lebih-lebih saat setelah kehilangan dua saudaranya. Hampir setiap saat Qus bin Saidah mendatangi pasar Ukaz dan berjalan di tengah kerumunan pengunjung pasar sambil memberikan nasehat dan mengingatkan tentang kebajikan, serta mengajak mereka untuk menjauhi kemunkaran yang telah merajalela di tengah masyarakat Arab Jahiliah. Banyak kata-kata hikmah yang keluar dari bibir Qus.
Suatu ketika Qus bin Saidah al-Iyadi memberi nasihat kepada masyarakat Arab Jahiliah di pasar Ukaz, “Wahai manusia, dengarkan dan sadarlah. Siapa yang hidup pasti mati. Siapa yang mati pasti binasa. Segala sesuatu yang datang, pasti berlalu. Malam menerobos kelam. Bebatuan berjalan melambat. Langit berbenteng menjulang. Bintang-bintang bersinar indah. Bahtera luas membentang. Gunung menjulang kokoh. Bumi terhampar luas. Sungai-sungai mengalir deras. Sungguh, di langit ada berita. Di bumi ada pelajaran (ibrah). Apakah gerangan manusia-manusia itu pergi dan tidak pernah kembali. Apakah mereka puas dengan tempat tertentu dan lantas berdiam di sana? Atau mereka meninggalkannya kemudian tidur lelap? Qus bersumpah, demi Allah sesungguhnya Allah memiliki agama. Agama yang aku rela padanya. Agama yang lebih baik dari agama yang kalian pegangi. Sungguh kalian telah banyak berbuat kemunkaran.” Kemudian Qus bin Saidah membacakan syair:
Dalam perjalanan orang-orang terdahlu yang sudah meninggal
yang telah berjalan berabad-abad, ada pelajaran bagi kita
Ketika aku melihat lumbung-lumbung kematian
yang tidak memiliki sumber asal
Dan aku melihat kaumku bergegas menuju ke sana
baik orang tua maupun anak kecil
Yang lalu tidak akan kembali
yang masih ada pun akan berlalu
Aku meyakini bahwa sesungguhnya diriku, tak mustahil,
akan mati sebagaimana kaum-kaum itu
Khutbah Qus bin Saidah al-Iyadi ini sangat terkenal dan tersebar luas di kalangan masyarakat Arab Jahiliah. Bahkan Rasulullah saw. masih sangat hafal khutbah itu, hingga suatu saat ketika rombongan dari Bani Iyad bertamu kepada Nabi Muhammad. “Apa yang diperbuat oleh Qus bin Saidah al-Iyadi?” Tanya beliau kepada mereka.
Mereka menjawab: “Wahai Baginda Rasul, Qus sudah meninggal.” Beliaupun berkata: “Sepertinya, aku masih melihatnya di pasar Ukaz. Dia sedang berkhotbah di atas unta merah.”
Lantas Rasulullah Saw pun membacakan kembali khutbah Qus tersebut di hadapan para utusan Bani Iyad. Usai membacakan khutbah Qus bin Saidah al-Iyadi yang terkenal itu, Rasulullah saw mengakhiri ucapannya: “Untaian kalam (khutbah) ini akan diajukan kepada Qus bin Saidah kelak di hari kiamat. Jika ia mengatakannya karena Allah, maka ia akan menjadi ahli sorga.”
Sepanjang sejarah, Qus bin Saidah al-Iyadi tidak akan hilang dari lembaran perjalanan kesastraan Arab. Pesan-pesan yang disampaikan selalu mengajak kebaikan dan menjauhkan diri dari kemunkaran, serta mengingatkan akan kematian; bahwa segala yang ada akan sirna dan akan datang hari pembalasan (kiamat). Hanya saja, ia tidak sempat mendapati masa kenabian Rasulullah saw. Namun demikian, Rasulullah menggaransi bahwa Qus bin Saidah al-Iyadi akan masuk surga, jika saja khutbah-khutbahnya diucapkan atas dasar ikhlas karena Allah. (aa)