Judul di atas bukanlah hal yang absurd, atau sesuatu yang disengaja didistorsikan hanya untuk kegagahan. Kemerdekaan dan kemanusiaan bukanlah suatu utopia. Sejarah mencatat bahwa living Al-Qur’an telah berhasil membentuk karakter-karakter tangguh dan bermartabat. Kita tidak akan pernah lupa bagaimana dengan Al-Qur’an, Nabi dan sahabatnya begitu kuat nan sabar menghadapi berbagai perlakuan dehumanisasi dari kaum kafir Quraisy saat di Mekkah.
Pelbagai hinaan, fitnah, penganiayaan, perendahan martabat, pengucilan, pemboikotan, sampai ancaman pembunuhan, diterima umat Islam. Tentu kita ingat, sahabat Bilal yang disiksa oleh majikannya dengan ditindih batu besar di tengah terik matahari yang menyayat, dan diterlentangkan di padang pasir, namun lagi-lagi Al-Qur’an meneguhkan hatinya, hingga ia dengan penuh kemantapan berucap “ahad”.
Di tengah masalah pelik yang dihadapi umat Islam pada periode awal dakwah Nabi, keteguhan iman mereka sangat perlu untuk kita renungkan dan kita teladani. Al-Qur’an benar-benar merasuk ke dalam sanubari mereka, hingga kenikmatan esoteris dalam ber-Islam mengalahkan rasa sakit lahiriah yang menimpa mereka. Kecintaan mereka akan sosok Muhammad sebagai ‘Al-Qur’an hidup’, membuat mereka setia bersamanya. Umat Islam rela berjalan beratus-ratus kilo, meninggalkan harta benda, saudara, dan tanah kelahiran, untuk sebuah tujuan yang penuh dengan ketidakpastian. Ya dalam konteks hari itu, secara logika awam, hijrah adalah perjalanan dari kesengsaraan menuju kesengsaraan berikutnya. Namun, umat Islam percaya akan janji-janji Allah dalam kalam-Nya, bahwa kebatilan akan dikalahkan oleh kebaikan.
Dahsyatnya Al-Qur’an; Keyakinan Berujung Kemenangan
Al-Qur’an mengajarkan humanisme, bahwa manusia di hadapan Allah sama, hanya ketakwaan yang membuatnya beda. Langkah Rasulullah mempersaudarakan kaum Anshar dan Muhajirin dalam ikatan agama merupakan langkah jitu. Bagi bangsa Arab yang sangat fanatik terhadap kesukuan, hal tersebut terasa baru. Namun, mereka sendiko dawuh dengan apa yang diinstruksikan Nabi. Hubungan saudara atas nama agama diajarkan dalam Al-Qur’an. Bagi bangsa Arab yang selama ini sudah muak dengan konflik antar kabilah, sangat bersyukur dengan langkah Nabi tersebut. Ajaran Islam yang tak mengenal kasta, serta menolak feodalisme dan primordialisme, menjadi sebuah peradaban baru bagi umat manusia. Ya, peradaban yang merdeka, peradaban yang memanusiakan manusia.
Ketika Rasulullah di Madinah, gangguan dari kafir Quraisy tak lantas padam. Di tengah perjuangan awal Nabi membangun sebuah negara, umat Islam mendapat tantangan perang dari kaum kafir Quraisy di tahun kedua hijrah. Lagi-lagi kalkulasi awam, sebuah negara yang baru berdiri tentunya masih sangat lemah, baik di bidang ekonomi, politik, budaya, militer, dan lain-lain. Namun Rasulullah dengan gagahnya menerima tantangan perang pertama dari kaum kafir Quraisy, dan diikuti oleh umat Islam dengan penuh ketulusan, serta sikap asketisisme. Tantangan perang diterima Nabi karena Allah memerintahkannya dengan menurunkan surat Al-Qur’an.
Adalah unik ketika dibicarakan dalam konteks hari ini. Menggunakan perhitungan rasio, pertempuran Badar sebenarnya merupakan hal ‘aneh’, bagaimana mungkin di bulan Ramadhan yang notabene umat Islam sedang berpuasa, lantas ia juga harus berperang? Bagaimana bisa satu pedang untuk berlima bagi umat Islam, menghadapi alutsista serba lengkap dari kaum kafir Quraisy? Adalah ‘konyol’ 313 pasukan umat Islam -yang sebenarnya tidak semua tentara- melawan 1000 pasukan terlatih dari kaum kafir Quraisy. Dalam probabilitas kemenangan yang teramat tipis, bahkan bisa dibilang hampir mustahil, semangat apa yang mereka bawa? Jawabannya adalah Al-Qur’an. Ya, Al-Qur’an berhasil mengobarkan keberanian umat Islam, memberangus jiwa pecundang, serta menggetarkan semangat untuk jihad membela agama dan tanah air.
Dengan Al-Qur’an Rasulullah dapat memiliki pasukan tangguh di tengah ketidakmungkinan akan kemenangan dalam perang Badar. Pasukan yang tak lantas putus asa dalam kegagalan dan penderitaan di perang Uhud. Tentara yang begitu sabar dalam kepungan musuh di Khandaq. Kita dikagumkan pada peristiwa sejarah, bagaimana dengan Al-Qur’an Rasulullah telah berhasil menciptakan peradaban. Islam yang dahulunya hanya diminati oleh segelintir orang, dalam tempo singkat menyebar luas, sehingga 10.000 pasukan berhasil dibawa Rasulullah dalam fathu al-Makkah. Sedemikian banyak pasukan tersebut bukan diperoleh Kanjeng Nabi dengan iming-iming kebendaan dan hal lain yang sifatnya duniawiyah. Para sahabat nderek Kanjeng Nabi benar-benar karena kecintaan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya. Al-Qur’an sungguh menakjubkan, kedahsyatan Al-Qur’an mampu menanam, memupuk, dan membentuk karakter-karakter yang kuat nan tangguh juga penuh kemurnian pada manusia yang benar-benar menghayatinya. Al-Qur’an telah memerdekakan masyarakat Arab dan siapa saja yang mempelajarinya dari belenggu kebodohan. Wallahu A’lam