Ia bernama asli Yasu’a. Orang Arab lebih mengenalnya dengan nama Isa. Pasca kewafatannya, umat manusia tidak memiliki lagi utusan Tuhan yang menyampaikan ajaran-ajaran mulia—kecuali beberapa orang saja dari Bani Israel. Masa antara Isa dan Nabi Muhammad SAW ini lebih dikenal dengan “masa fatrah”, masa kekosongan. Kosong karena di masa ini tak ada utusan Tuhan. Selama enam ratus tahun lebih manusia menunggu-nunggu hadirnya rasul.
Saya, dan mungkin juga Anda, mengira barangkali Nabi Muhammad adalah rasul yang ditunggu-tunggu itu. Tentu saja benar. Beliau adalah utusan terakhir hingga hari kiamat kelak. Namun di masa Nabi Muhammad hidup sebelum diangkat menjadi rasul, ada seorang pria bernama Khalid, ayahnya bernama Sinan, sukunya adalah Suku ‘Abas: Khalid bin Sinan Al-‘Abasi. Ia dan Muhammad saw adalah dua orang yang Allah utus untuk Arab-‘Adnanite, ras Arab keturunan ‘Adnan. Nabi Muhammad saw suatu hari pernah mendengar namanya, ia bersabda: dzaka nabiyyun dhayya’ahu qawmuh, ia adalah Nabi yang disia-siakan kaumnya.
***
Beberapa ulama menolak kenabian Khalid dan menganggap hadis-hadis tentang kenabiannya adalah hadis da’if. Namun sebagian lagi mengatakan bahwa ia adalah nabi yang diutus khusus untuk Bani ‘Abas. Sayid Ahmad bin Shiddiq Al-Ghumari bahkan membuat risalah kecil yang berisi dalil-dalil kenabian Khalid bin Sinan
Khalid bin Sinan, bagai kisah heroik di banyak kebudayaan lain, adalah orang baik di antara kumpulan orang buruk. Ibn Hajar, Ibn Atsir, dan para pencatat biografi para sahabat Nabi saw menyelipkan nama Khalid bin Sinan di antara deretan nama sahabat yang berawalan huruf kha’. “Walaupun aku tahu dia bukan sahabat Nabi saw,” ujar Ibn Hajar.
Dalam satu momen Rasulullah saw pernah kedatangan tamu wanita. Para sahabat berkata bahwa wanita itu adalah putri Khalid—Khalid sendiri sudah meninggal sebelum Muhammad saw jadi nabi. Lalu Rasul bersabda menyambut wanita itu, “Selamat datang, wahai putri Nabi yang disia-siakan kaumnya.”
Bak para nabi lain, ia dibekali mukjizat untuk mengalahkan para musuhnya. Mukjizat itu adalah mengendalikan api. Bani ‘Abas di zaman itu memang tak seperti suku Arab lain yang menyembah berhala, mereka menyembah api dan beragama zoroaster. Sebab itu Khalid dibekali kemampuan mengendalikan api.
Namun nasibnya tak seberuntung Gilgamesh dalam mitologi Sumeria Kuno, dalam satu hadis yang dinarasikan Hakim dalam Mustadrak-nya Khalid mati dilalap api saat kaumnya mengkhianatinya. “Kalau aku tak kembali,” ujar Khalid sebelum memasuki api bernama Hadtsan itu, “temui istriku, mintalah kotakku, di sana ada bermacam-macam ilmu. Asalkan kotak itu tidak disentuh wanita menstruasi.”
Paska wafatnya Khalid dilahap api, kaumnya mendatangi istrinya dan meminta kotak yang diceritakan Khalid. Naas, istri Khalid menstruasi. Lenyaplah ilmu yang dikandung kotak itu. Meskipun riwayat ini sedikit anekdotal, namun ini data sejarah berharga bahwa Bani ‘Abas yang tinggal di Yamamah di masa Rasulullah saw adalah kaum yang beragama zoroaster.
.