Siapa sangka Al-Ghazali pernah menulis cerpen bergenre fabel? Ya, Al-Ghazali pengarang banyak buku sekaligus ulama berpengaruh itu. Ia pernah menulis risalah pendek—pendek sekali. Risalah itu ia beri judul Risalah al-Thayr. ‘Abd al-Rahman Al-Badawi, seorang pengulas Al-Ghazali, mengatakan bahwa karya ini ditulis oleh Al-Ghazali ketika masih berusia belia.
Risalah tersebut bercerita tentang perkumpulan beberapa ekor burung dari berbagai macam jenis. Mereka berkumpul dan bermusyawarah. Hasil musyawarah mereka memutuskan bahwa mereka harus mengangkat seekor burung untuk menjadi raja mereka. Tak ada yang pas dan tak ada yang pantas menyandang predikat sebagai raja burung selain Burung Foniks (al-‘anqa’, phoenix, burung mitos dalam banyak literatur kebudayaan). Dengar-dengar, burung tersebut tinggal di sebuah pulau di Negeri Barat.
Maka berangkatlah mereka mencari burung tersebut. Namun ketika baru memulai perjalanan, mereka tiba-tiba mendengar seruan dari langit: “Jangan berangkat! Perjalanan itu jauh! Kalian hanya akan mati sia-sia!” Mendengar seruan itu, mereka justru jadi tambah semangat mencari Burung Foniks alias Al-‘Anqa’. Berangkatlah mereka mencari burung tersebut.
Lembah, gunung, lautan, gurun gersang, negeri bersalju, semuanya mereka terjang hanya untuk satu hal: meminta Burung Foniks agar bersedia menjadi raja bagi mereka. Akibatnya, kawanan burung itu banyak yang mati di tengah jalan; burung berhabitat dingin mati di gurun pasir gersang, dan burung beriklim panas mati di ajtara tumpukan salju. Namun burungyang tersisa tetap tidak putus asa agar bisa segera bertemu dengan calon raja mereka. Mereka tetap menempuh medan terjal itu.
Singkat cerita. Kawanan burung itu sampai di pulau di mana Burung Foniks tinggal. Mereka diberi tahu bahwa Burung Foniks bertahta di dalam istana berbenteng kokoh. “Masuklah kalian ke dalam sana jika ingin menemuinya,” ujar seorang informan di pulau itu.
Maka mereka pun masuk dan sowan kepada Burung Foniks. Ketika sudah di hadapan Burung Foniks, kawanan musafir burung tersebut mengutarakan maksudnya. “Kami mohon Anda bersedia,” ujar mereka. Dengan penuh keagungan dan keindahan, Burung Foniks menjawab, “Kalian menempuh perjalanan sejauh ini agar aku menjadi raja bagi kalian? Padahal aku tetaplah raja—entah kalian percaya atau tidak. Aku tetaplah raja!”
Mendapat jawaban demikian, kawanan burung itu pun linglung dan kebingungan. “Kami sudah tak punya tenaga, tubuh kami pun semakin lemah. Tak mungkin kami pulang. Biarlah kami mati di sini.” Ketika mereka putus asa, tiba-tiba Burung Foniks datang dengan panggilan lembutnya. “Jangan putus asa,” ujar Burung Foniks.
Itulah sedikit cuplikan kisah yang mendalam maknanya yang ditulis dalam bentuk fabel oleh Al-Ghazali dalam Risalah al-Thayr karyanya.