Terlalu banyak masalah yang dihadapi akan menjadikan beban pikiran, yang bisa menimbulkan rasa gelisah dan membuat jiwa menjadi tidak tenang. Setiap manusia menginginkan jiwanya selalu merasa tenang dan damai. Dalam mencari ketenangan jiwa, mesti ada langkah dan syarat yang harus dilaluinya. Rasulullah SAW, bersabda:
الْبِرُّ مَا سَكَنَتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَاطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ وَالإِثْمُ مَا لَمْ تَسْكُنْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَلَمْ يَطْمَئِنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ وَإِنْ أَفْتَاكَ الْمُفْتُونَ
“Kebaikan itu adalah yang jiwa merasa tenang dan hati merasa tentram kepadanya. Sementara dosa adalah yang jiwa meresa tidak tenang dan hati merasa tidak tentram kepadanya, walaupun orang-orang mememberimu fatwa (mejadikan untukmu keringanan).” (HR Ahmad )
Syekh Abdul Karim bin Muhammad Al-Qusyairi dalam karyanya Ar-Risalah Al-Qusyairiyah (Juz,1 Hlm. 124) mengutip ungkapan Syekh Sahal bin Abdullah At-Tustari, yang berkaitan dengan mutiara jiwa atau ketenangan jiwa. Kutipannya sebagai berikut:
وقال سهل بن عبد الله خمسة أشياء من جوهر النفس: فقير يظهر الغني ، وجائع يظهر الشبع ، ومحزون يظهر الفرح ، ورجل بينه وبين رجل عداوة فيظهر المحبة ، ورجل يصوم النهار ويقوم الليل ، ولا يظهر ضعفا
Sahal bin Abdullah berkata: Lima perkara termasuk permata jiwa, orang faqir yang menampakkan kaya, orang lapar yang menampakkan kenyang, orang sedih yang menampakkan senang, lelaki yang antara dia dengan lelaki lainnya ada permusuhan namun ia menampakkan baginya kecintaan, lelaki yang puasa siang hari dan bangun malam dan tidak menampakan kelemahan.
Dari penjelasan Syekh Sahal bin Abdullah At-Tustari di atas, dapat kita ketahui bersama, bahwa mutiara jiwa terdiri dari lima perkara, apabila seseorang meraih salah satu dari mutiara jiwa, maka jiwanya akan merasakan ketenangan. Oleh karenanya jika ingin jiwa kita tenang, kita harus merealisasikan lima perkara di antaranya adalah:
Pertama, orang fakir yang menampakkan kekayaan, dalam artian walaupun ia fakir, ia tidak mengemis atau tidak meminta kepada orang lain, ia tetap bersabar dan berusaha, walau kehidupannya serba terbatas. Orang fakir yang sabar atas kefakirannya, jiwanya akan tenang, karena ia tidak tamak terhadap gemerlapnya dunia.
Kedua, orang lapar yang menampakkan rasa kenyang, walaupun kelaparan ia tetap tenang jiwanya, karena dengan rasa lapar ia bisa menahan syahwat. Rasa lapar terbukti melahirkan banyak hikmah dan kebijaksanaan. Rasa lapar merupakan jalan spiritual para Nabi dan orang-orang saleh terdahulu.
Ketiga, orang yang sedih menampakkan kegembiraan, orang yang tegar dalam menghadapi ujian atau musibah ia selalu menampakkan kegembiraan di hadapan orang lain, walaupun hatinya bersedih, karena meratapi kesedihan yang berlarut-larut akan menggoncangkan jiwanya.
Keempat, lelaki yang antara dia dengan lelaki lainnya ada permusuhan namun ia menampakkan baginya kecintaan. Dalam kehidupan bersosial, percekcokan kerap terjadi antara saudara, tetangga, dan teman, percekcokan tersebut melahirkan permusuhan, namun bagi orang yang tenang jiwanya, di saat bertemu musuhnya atau orang yang membencinya ia tidak menampakkan permusuhan.
Kelima, lelaki yang berpuasa di siang hari, dan bangun pada malam hari, dan ia tidak menampakkan kelemahan. sebagian dari ketenangan jiwa, yaitu, orang yang terbiasa berpuasa di siang hari, dan bangun di malam hari, dengan tujuan bertaqarrub atau mendekatkan diri kepada Allah, dan ia tidak merasa berat dalam menjalaninya, ia tetap istiqomah walau dihantui rasa malas. Buah dari puasa dan bangun malamnya, jiwanya merasakan ketenangan. Wallahu A’lam Bissawab.