Salah satu problem dunia ini, sejak Nabi Ibrahim hingga sekarang, terlalu banyak orang yang kagum pada kebodohan. Istilah Jahiliah begitu populer hingga kini adalah bukti bahwa kebodohan punya posisi kuat dalam sejarah perkembangan dunia.
Mengapa al-Hallaj dipenjara Sembilan tahun, disiksa dan akhirnya mati digantung dengan tangan dan kaki terpisah?
Jawabnya karena kebodohan terlalu banyak, terlalu kuat, dan terlalu berkuasa. Mustahil seorang yang segitu alim, segitu bijak bestari, segitu puitis, dan menjelang tua dihukum seberat itu, bahkan setelah mati sehari, al-Hallaj masih dipenggal dan dibakar, kecuali kebodohan mengerumuni masa itu, awal-awal abad kesepuluh Masehi.
Mengapa Galileo Galilei yang teorinya, lima abad lalu, mendatangkan kemajuan hingga sekarang, diadili dan dikucilkan oleh gereja, teorinya diharamkan dipelajari?
Jawabannya sama, kebodohan terlalu banyak, terlalu kuat, dan terlalu berkuasa. Tahun 2008 Gereja Katolik Roma era Paus Benediktus XVI memulihkan nama Galileo Galilei sebagai seorang ilmuwan, bukan pendosa.
Mengapa Mahatma Gandi Malcolm X ditembak, Nelson Mandela dipenjara sekian lama, Gus Dur dizalimi zaman Orba dan diturunkan saat jadi presiden, Ilmuwan nuklir Iran Shahram Amiri digantung umur di 39 tahun?
Lagi-lagi jawabnya sama: kebodohan terlalu banyak, terlalu kuat, dan terlalu berkuasa. Catatan di atas hanyalah contoh kecil saja bagaimana mana kebodohan mendapatkan tempat.
Jika kita mendaftar kebodohan yang berkuasa, jangan kaget jika hasilnya akan lebih tebal dari buku 100 Tokoh Paling Berpengaruh dalam Sejarah yang ditulis Michael Hart (Hart, meskipun sudah beralasan memasukkan Adolf Hitler, saya tetap tidak setuju bajingan tengik itu ada dalam buku tersebut).
Jangan kaget pula, kebodohan akan dikagumi, karena banyak, kuat dan berkuasa. Contoh mutakhir, yang sedang kita saksikan sekarang ini, betapa kebodohan begitu kuat dan oleh karenanya dikagumi adalah berkuasanya Donald Trump.
Ingin contoh kebodohan dikagumi, dibela, di Indonesia? Di Jakarta? Silakan layangkan pertanyaan Anda ke akun Twitter @savicali. Jika beliau tidak menanggapi, saya ingin Anda memperhatikan kalimah seorang sastrawan Amerika bernama Robert Anson Heinlein (saya bukan pengagum dia) di bawah ini:
Never underestimate the power of human stupidity.