Sebelum saya membaca buku “Bukan Perawan Maria”, saya sudah merasa penasaran apa saja cerita yang ditulis oleh Feby Indirani dalam kumpulan cerpen tersebut. Setelah tuntas membaca semua kisah yang telah dinarasikan dengan baik dan anti-mainstream oleh Feby membuat rasa penasaran saya akhirnya terjawab.
Buku ini memuat berbagai kisah menarik seputar hal-hal yang terjadi di sekitar kita dengan balutan fiksi di dalamnya. Tentu Feby menulis kisah-kisah di dalamnya merupakan refleksi kritis dan imajinasi liar yang membuat cerita-cerita dalam buku ini out of the box.
Buku ini memuat beberapa cerita yang diulas dengan apik dengan gaya penceritaan dan narasi khas. Di awal buku ini, Feby menulis cerpen “Baby Ingin Masuk Islam”, di dalam cerita ini diulas bagaimana ada kabar bahwa Kiai Fikri menyatakan seekor babi yang bernama Baby menyatakan keinginannya untuk menjadi Muslim. Hal itu pun menjadi pro dan kontra diantara orang-orang yang mendengarnya.
Hingga persoalan tersebut akhirnya menjadi salah satu hal yang dibahas dalam sidang. Sementara itu, ada tiga kubu yang merespon persoalan tersebut, ada yang menerima dan menolak, serta abstain atas persoalan tersebut. Namun, akhirnya sidang pun memutuskan bahwa Baby tidak bisa menjadi Muslim. Keputusan tersebut membuat Kiai Fikri tampak termenung dan berusaha menyampaikan hasil keputusan sidang majlis tersebut kepada Baby.
Di akhir cerita, ada salah satu seorang peserta menggamit lengan Kiai Fikri dan berbisik ke telinganya untuk ikut ke kampung dan ingin mencicip daging Baby, karena ia sudah masuk Islam.
Tidak hanya cerita itu saja, beberapa kisah lainnya juga dinarasikan oleh Feby dengan judul cerpen “Tragedi Jumat Siang”, kisah ini menceritakan bagaimana salah satu pemuda yang bernama Ahmad yang mengejar waktu karena ia sudah terlambat. Namun, di tengah perjalanan ia tak bisa mengejar waktu, sebab di beberapa jalan ditutup karena digunakan untuk sholat Jumat.
Akhirnya, ia pun menabrak salah satu orang yang tengah menjaga jalan dan akhirnya ia pun harus mendapatkan beberapa pukulan dan tendangan. Ia pun tak bisa melanjutkan perjalanannya dan ia harus berurusan dengan para jamaah yang tengah menghakiminya tersebut.
Tidak hanya cerita itu saja, cerita-cerita lainnya yang ditulis oleh Feby, seperti cerita yang berjudul “Rencana Pembunuhan Sang Muadzin”, cerita ini berkisah tentang seorang satpam kelab malam yang setiap harinya ia bekerja sampai larut malam dan pulang hingga dini hari, bahkan sebelum waktu Subuh.
Namun, ia tak bisa istirahat dan tidur karena setiap ia mau tidur, di masjid ada seorang muadzin yang mengaji mulai pukul 03.00 dini hari, hingga waktu Subuh tiba. Seorang satpam tersebut pun berniat melakukan rencana pembunuhan kepada muadzin tersebut. Ia sudah muak dan bosan karena tingkah laku muadzin yang dianggap telah mengganggu ketenangannya. Tetapi, sebelum ia akhirnya membunuh muadzin tersebut, ternyata muadzin tersebut ternyata sudah meninggal.
Cerita lain yang dikisahkan dalam buku ini, misalnya saja “Pertanyaan Malaikat”, cerita ini mengisahkan tentang seorang perempuan bernama Sasmita yang telah berumur 43 tahun. Sejak ia berumur 20 tahun sudah mengikuti berbagai pengajian. Hingga ia mempelajari bahasa Arab sampai ia fasih. Namun, ia pun harus meninggal, tetapi saat semua pengantar jenazahnya pergi dari kubur. Ia tidak melihat sosok yang dihadapannya seperti apa yang telah dikatakan oleh guru ngajinya dulu.
Sasmita pun ditanya oleh dua malaikat itu dengan bahasa Sunda dan Dayak. Sasmita pun tak bisa menjawab pertanyaan tersebut, sebab ia sudah mempersiapkan dengan mempelajari Bahasa Arab hingga fasih, namun apa yang telah ia persiapkan tersebut akhirnya sia-sia. Di kuburan ia pun tak mampu menjawab pertanyaan kedua malaikat tersebut. Hingga ia ditanya, “Siapa nabimu? Apa agamamu? Dimana kiblatmu? Siapa saudaramu? Tetapi mulut Sasmita tak mampu terbuka dan tidak ada suara yang muncul.
Kisah-kisah lainnya juga ditulis dengan narasi yang out of the box oleh Feby dengan khas tulisannya. Cerpen berjudul “Tanda Bekas Sujud”, “Perempuan yang Kehilangan Wajahnya”, “Poligami dengan Peri”, “Cemburu pada Bidadari”, “Ruang Tunggu”, “Iblis Pensiun Dini”, “Percakapan Sepasang Kawan”, “Ana Al-Hubb”, “Typo”, “Malaikat Cuti”, “Layla Al-Qadar”, dan cerpen berjudul “Tiba di Surga”.
Dari beberapa cerpen tersebut, penulis berusaha mengulas bagaimana hal-hal yang sehari-hari ada di tengah kehidupan kita. Tentang seorang yang ingin memiliki tanda bekas sujud agar ia dianggap sebagai orang yang saleh dan bertakwa, hingga persoalan mengenai sebagian orang Muslim yang ingin mendapatkan bidadari, tetapi ia melakukan tindakan yang mengarah terorisme, hingga ia harus merenggut nyawa mengebom dirinya sendiri.
Di buku ini, salah satu cerpen yang menarik yakni “Bukan Perawan Maria”, cerpen inilah yang menjadi judul buku ini, didalamnya mengisahkan tentang perempuan bernama Maria yang hamil, tetapi ia tak tahu siapa bapak dari jabang bayinya tersebut. Hingga ia mengklaim dirinya seperti halnya Siti Maryam yang melahirkan Nabi Isa. Tetapi, klaimnya tersebut dianggap gila oleh temannya. Bahkan, kabar kehamilannya tersebut diketahui oleh orang tuanya dan tetangganya pun hebih atas kabar tersebut. Hingga Maria pun melahirkan seorang anak perempuan.
Di akhir buku ini, cerpen “Lafaz 411 pada … (Saya Tidak Tega Menyebutnya)” memungkasi kisah dalam buku tersebut dengan kisah ganjil seorang anak yang bernama Imran. Ketika ia buang air besar, kotorannya membentuk tulisan yang menyerupai 411 atau lafaz alif lam lam ha dalam hurug hijaiyah. Hal tersebut pun menjadi perbincangan bagi kedua orang tuanya dan kabar tentang Imran menyebar ke telinga orang-orang.
Namun, di akhir kisah, Imran bakal dirukyah dan beberapa orang juga berupaya untuk merencanakan kebrutalan atas apa yang terjadi tersebut. Tetapi, upaya tersebut akhirnya tidak kesampaian, karena Imran menunjuk ke arah langit dan melihat beberapa gambaran menyerupai lafaz 411 yang tersebar di langit.
Buku ini merupakan kumpulan cerpen yang memuat beberapa cerita yang anti-mainstream. Tetapi, buku ini juga sangat recommended untuk dibaca bagi siapapun yang berupaya mencari cerita-cerita yang liar dan out of the box. Di buku ini pula, Feby Indirani mencoba menuliskan cerita-cerita yang dianggap tabu di masyarakat, terutama di lingkungan Muslim dan ia menyebut cerita-cerita yang ditulisnya sebagai Islamisme Magis, yakni fiksi yang berakar dari tradisi, mitologi, keseharian hidup berislam yang lekat dengan hal-hal ghaib dalam dunia yang memercayainya.