Invansi Rusia kepada Ukraina sampai saat ini tidak kunjung usai. Kiranya korban perang terus merangkat jumlahnya, hanya menjadi data kuantitatif yang hanya sekedar angka saja. Berbagai upaya untuk menempuh jalan perdamaian dilakukan, terutama oleh Ukraina yang mendatangi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama untuk meminta jalan demi mengakhiri pergolakan tersebut.
PBB-NU
Layaknya PBB, NU dipandang sebagai “juru damai” oleh Rusia-Ukraina. Kedua belah pihak yang saling melontar rudal dan menjatuhkan bom itu saling menyowani NU untuk mencari solusi dan penyelesaian konflik.
Melansir CNN Indonesia (Selasa, 8 Maret 2022), Duta Besar Ukraina untuk Indonesia, Vasyl Hamianin, bertemu dengan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf, untuk meminta dukungan dalam upaya menghentikan invasi Rusia.
“Saya berharap NU dan seluruh umat Muslim di Indonesia untuk bersuara, memberikan doa, mungkin membantu entah dengan cara apam untuk mengakhiri perang ini, dan untuk mengurangi penderitaan rakyat Ukraina, termasuk hampir dua juta saudara Muslim di Ukraina,” ujar Hamianin yang dapat simak di chanel resmi PBNU, TVNU pada Senin, 7 Maret 2022 lalu.
Menyikapi curhatan Hamianin, Gus Yahya menyatakan bahwa Ukraina memerlukan uluran tangan dunia internasional. Karena konflik ini tidak hanya berdampak pada kedua negara saja.
“Bukan hanya soal dua negara, tapi ancaman bagi seluruh masyarakat internasional karena ini akan menjadi ancaman yang sangat berbahaya bagi keutuhan tatanan internasional yang ada sekarang,” ucap Gus Yahya.
Keesokan harinya sebagaimana dikutip dari NU Online (Selasa, 8 Maret 2022) Dubes Rusia untuk Indonesia, Ludmila Vorobieva sowan ke kantor PBNU dan berbincang bersama Gus Yahya. Dalam kesempatan tersebut, Gus Yahya bersama Ludmila bersepakat bahwa perang antara Rusia dan Ukraina harus sesegera mungkin dihentikan dengan cara yang damai dan tanpa kekerasan.
Ludmila menyampaikan banyak terima kasih terhadap PBNU atas respons dan sikap yang telah diberikan. Dia juga menyampaikan apresiasi kepada NU yang selama ini telah banyak berkontribusi untuk mewujudkan perdamaian dunia. “Kami mengapresiasi kepada Nahdlatul Ulama yang selama ini telah banyak berkontribusi untuk mewujudkan perdamaian dunia,” ucap Ludmila.
Mengingat Harlah Ke-96
Kita ingat bahwa pada 31 Januari 2022 lalu, NU memperingati hari lahirnya ke-96 dengan menampilkan tema Menyongsong 100 Tahun NU: “Merawat Jagat, Membangun Peradaban”. Bila kita tilik agenda NU menuju satu abadnya, jelas bahwa NU mempunyai andil dalam merawat dunia berserta peradabannya.
NU, di lain pihak harus menghidupi maupun memelihara (ngopeni) jamaah-jamaahnya yang kian hari makin membesar dan merangkak secara kuantitasnya. Kita comot apa yang diutarakan oleh Khofifah Indar Parawansa dalam Jawa Pos (31/1/2022), bahwa jamiyah NU membesar dan menyebar ke seleruh penjuru dunia. Survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA 2019 menempatkan NU sebagai ormas terbesar di Indonesia dengan persentase 49,5 persen. Diperingkat kedua ditempati Muhammadiyah dengan jumlah 4,3 persen dan peringkat ketiga adalah gabungann ormas lain sejumlah 1,3 persen. Juga, sebanyak 35 persen tidak merasa menjadi bagian dari ormas yang ada. Survei melibatkan 1.2000 responden dengan margin error 2,9 persen.
Data yang telah dituangkan di atas, NU dan jamaahnya, khususnya “yang mengurusi NU” memikul tanggung jawab begitu berat jika kita tilik tema yang diangkat NU pada hari lahirnya. Tidak hanya berkutat pada persoalan internal jamaah NU sendiri. Namun selain hal itu, NU juga harus mulai melebarkan sayap ke dunia internasional, khususnya konflik Rusia dan Ukraina.
Harus Berpihak Kemana?
Apabila kita memahami pernyataan Gus Yahya apa adanya, kita paham bahwa Gus Yahya mengharapkan dunia internasional untuk memberi uluran tangan kepada Ukraina. Namun, ada beberapa hal sebelum kita menentukan sikap terhadap baku tembak yang telah terjadi semenjak Februari lalu dan sikap NU sendiri, khususnya umat Islam.
Rusia yang dulunya bernama Uni Soviet, mempunyai ideologi sosialisme-komunisme dan variasi-variasinya yang mana ideologi tersebut, adalah tandingan dari kapitalisme-liberalisme yang dianut Amerika Serikat berserta sekutu-sekutu Baratnya, pertama.
Kedua, kejayaan bangsa Barat, khususnya perihal ekonomi menuntut mereka mengadakan ekspedisi ke belahan dunia. Amerika Serikat juga bangsa Barat, melakukan kolonialisme-imprealisme dengan berlandaskan 3G, yaitu gold (rempah-rempah dan sumber daya alam lainnya untuk memenuhi industrinya), glory (superioritas bangsa Barat dengan ideologinya), dan ghospel (spirit dalam menyiarkan agama kristen atau kristenisasi dunia).
Ketiga, pada dekade awal abad kedua puluh, invansi Barat ke dunia Timur-Islam masih terjadi. Walhasil, perlawanan dari umat Islam pun muncul. Perlawanan itu digawangi oleh Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh dengan Pan-Islamisme maupun Pan-Arabisme. Perjuangan itu bergaung sampai seluruh negara Islam di Asia dan Afrika, yaitu Gamal Abdel Nasser, sampai pada Revolusi Islam Iran yang digelorakan oleh Ayatulloh Khomeni yang menggulingkan rezim Syah Reza Pahlevi yang dianggap pro-Barat. Perlawanan umat Islam tadi, menjadikan variasi nasionalisme-sosialisme maupun komunisme sebagai medio perlawanan untuk bangsa Barat yang berideologi kapitalisme-liberalisme dengan Islam sebagai esensi perjuangannya melawan kolonialisme-imprealisme.
Begitulah sejarah pergolakan antara bangsa Timur-Islam yang mempergunakan ideologi-ideologi yang melekat pada Uni Soviet yang kini direpresentasikan sebagai Rusia dengan bangsa Barat yang superior yang direpresentasikan oleh Ukraina yang menjadi bagian dari Pakta Atlantik Utara (NATO) yang diinisiasi oleh Amerika Serikat. Maka dalam hemat saya, Rusia itu begitu menyatu dengan umat Islam untuk meyaingi dominasi bangsa Barat dan Amerika Serikat.
Lalu dalam hal ini, NU adalah organisasi Islam terbesar di dunia tentunya harus menentukan sikap mengenai pergolakan ini. Dengan disowaninya PBNU oleh kedua pihak yang sedang baku tembak, saya rasa NU menjadi episentrum perdamaian dunia. Dengan prinsipnya yaitu taadul (keadilan), maka NU harus menyerukan genjatan senjata untuk kedua belah pihak, mengingat NU mempunyai agenda merawat jagat, membangun peradaban. Kita juga ingat, bahwa “kemerdekaan ialah hak segala bangsa, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan.” Demikian.