Penulis menyebut sebagai ziarah makam, bukan ziarah kubur karena makam identik dengan kuburan para wali dan orang salih yang mendapatkan keramat dan merupakan orang-orang pilihan Allah. Sedangkan kubur identik dengan tempat dikuburkannya keluarga kita dan orang-orang pada umumnya.
Ziarah wali menjadi semacam kebiasaan masyarakat Muslim yang telah berubah menjadi tradisi ziarah makam para wali, terutama Wali Sanga (Sembilan). Tradisi merupakan sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama.
Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.
Tradisi ziarah makam tampak di masjid Mantingan Jepara, pada saat saya tidak sengaja lewat kemudian perhatian saya teralihkan karena macet. Ternyata kemacetan terjadi disebabkan oleh lalu lalang bus besar rombongan para peziarah makam. Kemudian saya berhenti dan pergi ke masjid itu untuk sekadar memperhatikan mereka dan penulis sempat berbincang dengan beberapa dari mereka.
Salah satu isi perbincangan itu membahas tentang motivasi mengapa mereka pergi berziarah. Mereka mempunyai motivasi yang berbeda-beda dalam melakukan ziarah kubur. Salah satunya yaitu berdasar pada “dalil agama”, tentang wasilah kepada orang saleh dan para wali.
Menurut mereka wali dapat menyampaikan doanya kepada Gusti Allah agar cepat dikabulkan. Mereka lebih yakin dengan doa yang dipanjatkan ketimbang mereka berdoa secara pribadi mita kepada Allah secara langsung.
Wasilah (اَلْوَسِيْلَةُ) secara bahasa (etimologi) berarti segala hal yang dapat menyampaikan serta dapat mendekatkan kepada sesuatu. Bentuk jamaknya adalah wasail (وَسَائِلٌ). Wasilah secara syar’i (terminologi) yaitu yang diperintahkan di dalam AlQuran adalah segala hal yang dapat mendekatkan seseorang kepada Allah berupa amal ketaan yang disyariatkan, dalam surah al-Maidah ayat 35 dijelaskan tentang wasilah dengan melakukan ketaatan atas perintahnya dan berjihad di jalan-Nya.
Adapun tawasul (mendekatkan diri kepada Allah dengan cara tertentu) ada tiga macam. Pertama, masyru’ yaitu tawasul kepada Allah dengan Asma’ dan Sifat-Nya dengan amal shalih yang dikerjakannya atau melalui do’a orang shalih yang masih hidup. Kedua, bidah, yaitu mendekatkan diri kepada Allah dengan cara yang tidak disebutkan dalam syariat, seperti tawasul dengan pribadi para Nabi dan orang-orang saleh, dengan kedudukan mereka, kehormatan mereka, dan sebagainya. Ketiga, syirik bila menjadikan orang-orang yang sudah meninggal sebagai perantara dalam ibadah, termasuk berdoa kepada mereka, meminta hajat dan memohon pertolongan kepada mereka.
Terlepas dari hukum apakah tawasul kepada para wali atau orang soleh dalam ketegori diperbolehkan atau dilarang, ziarah makam termasuk hal yang unik jika dipandang dari dari sudut pandang yang berbeda, tradisi ziarah kubur ini sudah berlangsung dari beberapa generasi dan dilatari oleh berbagai kepentingan si peziarah.
Salah seorang peziarah mengungkapkan bahwa ziarah dapat mengobati kegersangan hati dan mendapatkan ketenangan. Ketika mereka berziarah hati mereka merasa lebih dekat kepada Allah dan nyaman, sehingga ziarah dijadikan sebagi alternatif pengobatan jiwa. Bukan pergi ke psikiater atau psikolog untuk berkonsultasi tentang kegundahan jiwanya. Mereka lebih memilih untuk pergi ziarah makam secara rutin setiap minggu, dan sampai ada yang bermalam di makam dan masjid tersebut.
Guna untuk lebih mendapatkan ketenangan jiwa dan doanya lebih cepat terkabul. Aktivitas yang mereka lakukan ketika di makam di antaranya yaitu membaca yasin dan tahlil, khataman Alquran (muraja’ah), membaca selawat dan istighfar dengan jumlah tertentu dan setelah itu ditutup dengan doa meminta apa yang dihajatkan dengan berwasilah kepada wali atau orang saleh yang di ziarahi.
Motivasi mereka untuk melakukan ziarah selain dasar agama, dan pengobatan jiwa, mereka mendapatkan ijazah (perintah) dari para guru (kiai) untuk melakukan ziarah ke makam tertentu. Hidup dalam kondisi yang terjepit atau pada posisi klimaks akan mengarah pada kegundahan bahkan guncanagn jiwa.
Dalam psiko-analisis Sigmund Frued dijelaskan tentang tingkat kehidupan mental dan wilayah pikiran mengacu pada struktur atau komposisi kepribadian. Sehingga, Freud mengusulkan sebuah dinamika atau prinsip motivasional untuk menerangkan kekuatan-kekuatan yang mendorong tindakan manusia.
Bagi Freud, manusia termotivasi untuk mencari kesenangan serta menurunkan ketegangan dan kecemasan. Motivasi ini diperoleh dari energi psikis dan fisik dari dorongan-dorongan dasar yang mereka miliki. Kecemasan (anxiety) adalah variabel penting dari hampir semua teori kepribadian.
Kecemasan sebagai dampak dari konflik yang menjadi bagian kehidupan yang tak terhindarkan, dipandang sebagai komponen dinamika kepribadian yang utama. Kecemasan adalah fungsi ego untuk memperingatkan individu tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga dapat disiapkan reaksi adaptif yang sesuai. Biasanya reaksi individu terhadap ancaman ketidaksenangan dan pengrusakan yang belum dihadapinya ialah menjadi cemas atau takut. Kecemasan berfungsi sebagai mekanisme yang mengamankan ego karena memberi sinyal ada bahaya di depan mata.
Kecemasan dan ketegangan dalam hidup ini yang mendorog seseorang untuk mencari pengyelesaiannya. Penyelesain itu bervariasi tergantung dari orang tersebut, ziarah makam dijadikan sebagai salah satu pilihan pengobatan alternatif atas kegersangan dan kecemasan jiwa mereka, selain tentunya di latarbelakangi oleh faktor yang lainnya.