Sedang Membaca
Keterlibatan Kaum Tarekat di Dunia Politik

Alumnus Studi ilmu Agama Islam di Pascasarjana UIN Malang. Pernah mengampu mata kuliah Akhlak Tasawuf di Prodi Pendidikan Bahasa Arab, STAI al-Yasini, Kabupaten pasuruan, Jawa timur

Keterlibatan Kaum Tarekat di Dunia Politik

Keterlibatan Kaum Tarekat di Dunia Politik

Sepintas, dunia tasawuf dan politik tampak bertentangan. Yang pertama cenderung mengurusi dimensi ruhaniah dan yang kedua berkaitan dengan kepentingan dunia (kekuasaan). Akan tetapi, sejarah perkembangan tasawuf senyatanya tak luput dari dunia politik.

Abu Dzar al-Ghifari, misalnya, pernah mengkritisi kebijakan dan gaya hidup Muawiyah. Jagat politik sebetulnya sangat luas cakupannya, meski harus diakui, politik yang dipraktekkan para politisi masa kini cenderung berujung pada kursi kekuasaan.

Dari beberapa referensi yang saya himpun, saya menemukan tiga bentuk kaitan tarekat sufi dengan dunia politik: 1. Jihad mengusir penjajah (anti kolonialisme). 2. Membantu pemerintah melawan pemberontakan. 3. Mendirikan partai politik dan berafiliasi kepada capres tertentu. Baiklah saya akan mengelaborasinya satu per satu.

Anti Kolonialisme

Ketika Sultan Muhammad al-Fatih akan merebut Konstantinopel (1453 M), ia melibatkan ulama sufi dan pengikut tarekat (darwis) untuk menghidupkan ruh jihad dan semangat juang diri mereka. Sultan memasukkan mereka ke dalam pasukannya. Sultan selalu berbuka puasa dengan mereka, maka itu ia memerintahkan mereka untuk berpuasa. Dengan puasa, jiwa mereka menjadi kuat.

Salah satu ulama sufi yang menyertai perjuangan Sultan al-Fatih adalah Syeikh Syams al-Din. Tak lupa Sultan al-Fatih meminta doa agar umat islam bisa merebut Konstatinopel. Syeikh Syams juga mengajak Sultan untuk berkhalwat dan berzikir, seperti tertulis dalam buku karya As’ad Khatib, Allahu Akbar!: Etos Jihad Kaum Sufi (2003, halaman 117-120).

Sepanjang abad 19-20 M, kaum tarekat sufi bergerak melawan dominasi asing dan kediktatoran pemerintah di Nigeria Utara, Syeikh Ustman (tarekat Qadiriyah) memimpin gerakan jihad melawan penguasa Habe. Kemudian ada sosok Ahmad al-Mahdi (tarekat Samaniyah) yang membuat repot pemerintah kolonial Inggris di Sudan, seperti ditulis Ajid Tohir dalam Gerakan Politik Kaum Tarekat (2000, halaman 18).

Baca juga:  Kiai Utsman Tambakberas, Ulama yang Menepi

Mari beralih ke tarekat Bakriyah yang berdiri abad 16 M dan dipimpin oleh Muhammad al-Bakri. Pada 1872, tarekat itu melakukan perlawanan terhadap bangsa Eropa di Mesir. Lalu di Irak, tersebar pengikut aliran tarekat Naqsyabandiyah dan Qadiriyah. Awalnya, tarekat Naqsyabandiyah mendapat pengaruh politik ketika Syeikh Muhammad Said (wafat pada 1920) mendirikan partai politik rahasia bernama Hizb Al-Ahd pada 1914. Partai yang didirikan kaum sufi itu juga menentang kehadiran Inggris di Irak (Harian Republika edisi 11 Desember 2011).

Di Nusantara, sewaktu Syeikh Yusuf al-Makassar menyebarkan ajaran tarekatnya untuk kalangan kasultanan maupun di khalayak umum, ia juga turut membantu pasukan kesultanan Banten menghadapi penjajah Belanda, terutama yang dipimpin Kapten Van Happel. Kala itu, Kapten Van Happel bekerjasama dengan Sultan Haji, putera Sultan Ageng Tirtayasa (Yulita Mansyur, Tarekat Khalwatiyyah Yusuf dan Tarekat Khalwatiyyah Saman, 1995, hal 24).

Kemudian pada Juli 1888, wilayah Anyer di Banten dilanda pemberontakan. Pemberontakan petani itu benar-benar mengguncang kolobial Belanda karena pemberontakan itu dipimpin oleh pengikut tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah (TQN) yang dipimpin oleh Syekh Abdul Karim, KH Marzuki dan KH wasid.

Membantu pemerintah melawan pemberontak

Pemberontak yang saya maksud adalah DI/TII di Jawa Barat. Pada masa Orde Lama, mursyid dan pengikut TQN di Pesantren Suralaya berusaha membantu gerilyawan Republik ketika terjadi kontak senjata dalam perlawanan terhadap musuh. Setelah TNI terbentuk tahun 1947, pesantren ini dijadikan salah satu pos penghubung bagi perjuangan TNI di Jabar.

Beralih ke Kaum Tijani pimpinan Syeikh badruzzaman awalnya mendukung gerakan DI dengan mengerahkan murid Tijani bergabung bersama pasukan Sabilillah. Namun karena Syeikh Badruzzaman berselisih faham tentang konsep jihad darurat S.M. Kartosoewirjo, ia memisahkan diri pada tahun 1951.

Baca juga:  Harapan yang Tinggi dalam Pandangan Tasawuf

Konsep jihad itu berbunyi, “Siapa yang tak mau tunduk pada perjuangan DI, maka wajib dibunuh”. Akhirnya beliau beserta pengikut Tijani menghindar dari pergumulan politik DI/TII dan Pemerintah Republik (Dudung Abdurrahman, Gerakan sosial politik Kaum Tarekat, 2009, hal 150-157).

Mendirikan parpol dan berafiliasi ke capres tertentu

Mendirikan parpol, contohnya adalah Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) yang dirintis oleh tokoh-tokoh Naqsyabandiah di Sumatera pada tahun 1928 dan Partai Tarekat Islam (PPTI) bentukan Syeikh Haji Djalaluddin, Bukittinggi. Syeikh Djalaluddin selalu meyakinkan keberadaan PPTI diakui secara resmi, sehingga banyak khalifah Naqsyabandiyah-Khalidiyah bergabung dengan partai tersebut.

Pengikut Tijaniyah di Garut punya afiliasi politik yang berbeda, setelah Masyumi dibubarkan oleh Presiden Soekarno, Syeikh Badruzzaman memberikan kebebasan kepada para pengikutnya untuk berafiliasi ke partai apapun terlebih lagi PERTI yang dipandang mengakomodasi ideologi kaum tarekat.

Martin Van Bruinessen dalam NU: Tradisi, Relasi-relasi Kuasa (1999) mencatat bahwa tarekat kemudian berafiliasi kepada parpol tertentu. Di era Orde Baru, kaum tarekat yang dalam hal ini diwakili kiai sebagai aktor politik, memilih afiliasi politik yang berbeda-beda. Pada 1979, misalnya terjadi gesekan antara Kubu KH. Idham Chalid dari PPP dan KH. Mustain Romly dari Golkar, keduanya dari Jami’iyyah Tarekat Muktabarah.

Terbelahnya kaum tarekat bukan hanya terjadi di Jombang, tetapi juga kalangan internal tarekat Muffaridiyah di Sumatera Utara. Syeikh Muhammad Makmun dan ahli warisnya tak mau Muffaridiyah digiring mendukung Golkar. Tarekat ini solid dan tidak tergoda politik.

Pasca wafatnya Syeikh Makmun pada tahun 1978, pemerintah Orba berhasil memecah tarekat Muffaridiyah menjadi dua kubu, yakni kubu yang tetap setia dengan sikap Syeikh Makmun dan ahli warisnya serta kubu yang mendukung Golkar di bawah kepemimpinan Asyari Al-Hakim. Demikian ditulis M. Zainuddin Daulay dalam Tarekat Muffaridiyah : Suatu Kajian tentang Gerakan Sosial Keagamaan, (2007: halaman 124-125).

Baca juga:  Oppenheimer, Bom Atom, Bhagavad Gita, dan Agamanya

Sementara itu pada era reformasi, mursyid tarekat dan pesantrennya berfiliasi dengan parpol dan calon presiden tertentu. Contoh yang jelas adalah TGH Sibawaih di Lombok Tengah, yang sejak tahun 2004 menjadi penasehat spriritual Susilo Bambang Yudhoyono. Bagaimana dengan Presiden Jokowi? Saya belum memiliki data meyakinkan mengenai sufi yang menjadi pendukungnya ketika berlaga pada Pilpres 2014.

Motivasi tarekat terlibat ke dunia politik

Apa motivasi kaum tarekat melibatkan diri ke dalam dunia politik? Setidaknya ada dua motif, yakni idealis dan pragmatis. Dalam pandangan kaum tarekat-idealis, politik dipandang sebagai bagian yang tak terpisah dari agama, sehingga perlu beramar ma’ruf (control elite).

Sementara itu bagi kaum tarekat-pragmatis, dengan mendukung parpol atau capres tertentu, tentunya akan mendapat kucuran dana, hibah tanah, perbaikan fasilitas umum maupun kemudahan akses birokrasi (diangkat jadi PNS). Ini bukan kata saya, tapi tulisan Mohammad Abdun Nasir dkk, Polarisasi tarekat dalam Jurnal Istiqro’ Vol 5 Nomor 1, Tahun 2006, halaman 104-108.

Sebelum mengakhiri tulisan ini, menurut pandangan saya, politik itu tidak kotor, yang kotor adalah pihak tertentu yang menggunakan politik untuk kepentingan keluarga (politik dinasti) dan money oriented. Satu tarekat sufi yang terlibat politik praktis lambat laun akan memudar “barokah” maupun nuansa spiritualnya.

Seeperti dikatakan Elizabeth Sirriyeh dalam Sufi dan anti Sufi (2003), keterlibatan tarekat di ranah politik otomatis memunculkan tiga dampak negatif, yakni perpecahan internal, pengawasan ketat terhadap tarekat, dan pelarangan aktifvitas tarekat sufi. Hal seperti itu sudah terjadi pada era kejayaan Uni Soviet dan Turki.

Wallahu’allam.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top