Ignas Kleden adalah seorang intelektual terkemuka Indonesia. Disertasinya tentang karya-karya Clifford Geertz bahkan ditulis dalam bahasa Jerman. Bukan apa-apa, karena sosiolog ini kuliah hingga doktoral di Jerman.
Suatu hari, dalam Seminar State and Transnalization di Salatiga pada awal 1980-an, Ignas mengajak saya jalan-jalan ke kota Salatiga. Kami berangkat dari Universitas Satya Wacana, tempat acara berlangsung.
Pulangnya, kami naik delman. Kepada sais, Ignas berkata, “Ini saya lagi antar adik saya yang nakal ini kuliah di Satya Wacana.” Saya tidak tahu apakah sais itu “nyengir” atau tidak. Dia duduk membelakangi kami.
Tapi, menjadikan universitas itu sebagai tempat seminar yang dihadiri kaum intelektual ASEAN plus Jepang tersebut memang atas usul Arief Budiman yang, bersama Ariel Heryanto, mengajar di situ. Maka, mungkin, bagi sais, masuk akal kalau Ignas mengantarkan ‘adik’-nya kuliah di Satya Wacana. Arief memang dikenal luas di Salatiga.
Ignas yang tiba-tiba menjadi “abang” saya itu suatu hari bercerita tentang lelucon tingkat tinggi Kiai Abdurrahman Wahid tentang Ruth Brandt istri Willy Brandt, PM Jerman Barat (1913-92).
Dikatakan Gus Dur, istri Willy Brandt tersebut gelisah. Sebab, sang suami, Willy Brandt, tak lagi memperhatikannya. Putus asa, sang istri minta pertolongan dukun. Ringkasnya, dukun memberi nasihat tentang cara menarik kembali perhatian Willy Brandt. Apa nasihat itu?
“Nyonya tak usah khawatir,” kata dukun itu. “Ada cara mujarab mengatasinya. Mulai nanti malam, sebelum Tuan Brandt pulang, harap nyonya memakai daster tipis dan transparan. Lalu, kenakan juga BH eksotik. Sebelah berwarna putih, dan hitam satunya lagi,” kata Gus Dur, seperti yang diceritakan Ignas.
Dan sang nyonya menurutinya. 15 menit sebelum Brandt pulang, sang nyonya sudah mengenakan daster tipis dan transparan. Lengkap dengan BH putih-hitam.
Begitu melihat sang isteri, Brandt langsung tertegun melihat pakaian isterinya. Sang isteri gembira bukan main. “Benar-benar jitu si dukun itu,” kata sang istri dalam hati.
Tiba-tiba, sambil tetap menatap BH sang istri, Willy Brandt berseru keras: “Oh iya. Saya lupa. Saya sudah niat mau menelepon Moshe Dayan.” Apa artinya?
Artinya Willy Brandt masih tetap sibuk, ingat pekerjaan, meski sang istri mengajak “istirahat”. Moshe Dayan adalah perdana menteri Israel akhir tahun 50an hingga tahun 60an.