
Tarekat memanglah tidak bisa dilepaskan begitu saja dalam dunia Islam. Meskipun penamaannya hanya tersirat dalam Islam dan diri Nabi Muhammad, namun dalam praktiknya tarekat merupakan suatu fenomena yang ada dalam dunia Islam. Menurut Abdul Hadi WM, asal usul tarekat sufi dapat dirunut pada abad ke-3 dan ke-4 H. Pada waktu itu tasawuf telah berkembang pesat ke negeri-negeri seperti, Arab, Persia, Afganistan, dan Asia Tengah (Patoni, 2019). Menjelang abad ke-18 berbagai tarekat telah memperoleh pengikut yang tersebar di Nusantara, salah satunya adalah Tarekat Khalwatiyah
Tarekat Khalwatiyah
Istilah Khalwatiyah berasal dari kata khalwat yang artinya menyendiri untuk bertafakkur, sebagaimana halnya Nabi Muhammad saat sebelum menerima wahyu, setiap harinya berkhalwat di Gua Hira. Jika dilihat segi sejarahnya Tarekat Khalwatiyah merupakan bagian dari Tarekat al-Suhrawardiyah, yang tokoh utamanya adalah Syekh Syihabuddin Abi Hafs Umar al-Suhrawardi al-Bagdadi.
Tarekat Khalwatiyah, pada mulanya berkembang pesat di Mesir berkat seorang mursyid, Mushtafa bin Kamaluddin bin Ali al-Bakri al-Shiddiqi. Perkembangan selanjutnya, Tarekat Khalwatiyah membumi di daratan Iran pada abad ke-9 H dengan tokohnya, Syekh Saifuddin al-Khalwatiy. Dari sini kemudian Tarekat Khalwatiyah berkembang keluar mengitari berbagai daerah dan negara.
Khusus untuk Tarekat Khalwatiyah yang berkembang di Indonesia, masuk dengan jalur Iran, Mesir, Sudan, kemudian Mekkah dan Madinah yang dipelopori tokoh sufi bernama Syekh Yusuf Rahimahumullah Al-Makassariy. Syekh Yusuf Al-Makassariy mendapatkan ijazah dari gurunya, Syekh Abu al-Barakat Ayyub bin Ahmad bin Ayub al-Khalwatiiy al-Quraisyi ketika berada di Damaskus. Melalui gurunya ini, syekh Yusuf mendapatkan gelar Taj al-Khalwatiiy. Tarekat Khalwatiyah yang dibawa Syekh Yusuf memiliki silsilah bukan dari jalur Abu Bakar Shiddiq tetapi dari Sayyidina Ali yang mulai masuk Indonesia abad ke-17 (Aminah, 2019).
Tarekat Khalwatiyah berkembang di Sulawesi Selatan setidaknya memiliki dua tinjauan, yakni sebagai jam’iyah dan sebagai aliran tarekat. Jam’iyah merupakan perkumpulan atau tepatnya sebagai sebuah wadah, organisasi yang menghimpun jamaah pengikut tarekat. Karena itu tugas jam’iyah adalah mengurus dan melayani pengikut yang telah berbaiat dalam tarekatnya. Sedangkan tarekat adalah jalan yang harus ditempuh seseorang atau calon sufi dengan tujuan berada sedekat mungkin dengan Tuhan.
Tarekat Khalwatiyah memiliki visi yang dikembangkan Syekh Yusuf, yakni sebagai tarekat yang terorganisir melalui jam’iyah, adalah meningkatkan kecintaan kepada Rasulullah Saw, para Aulia Allah, mengingatkan pembinaan umat secara menyeluruh sesuai tuntunan Islam dan membumikan ajaran Islam Rahmatan lil Alamin. Dengan mengutamakan sikap tasamuh, tawazun, ta’awun, dan tawadhu.
Adapun ajaran dasar Tarekat khalwatiyah adalah mewiridkan asmaul husna dan kalimat singkat lain secara sirr dalam hati. Dengan berpedoman pada: 1). Yaqza (kesadaran diri sebagai makhluk hina dihadapan Allah), 2). Taubat, 3). Muhasabah (intropeksi diri), 4). Tafakur (merenungkan kebesaran Allah), 5). Firar (lari dari keduniawian yang tidak berguna dan kejahatan), 6). Riyadah (beramal sebanyak-banyaknya), 7). Tasyakur (selalu bersyukur kepada Allah) (Estuningtyas, 2020).
Dari Syekh Yusuf Al-Makassariy ke Sayyid Djamaluddin Assegaf
Seperti semua tarekat, Tarekat Khalwatiyah juga mengenal wasilah (mediasi). Untuk sampai pada perjumpaan dengan Yang Mutlak (Allah Swt) seseorang tidak hanya memerlukan bimbingan tetapi campur tangan aktif dari pihak pembimbing spiritualnya, yakni seorang mursyid. Sepeninggalan Syekh Syekh Yusuf pada 23 Mei 1699, masyarakat sampai kini melanjutkan ajaran tarekatnya, dan mengalami perkembangan pesat sejak kehadiran Sayyid Abdul Malik Assegaf Puang Rabba di Rappocini kota Makassar.
Rappocini merupakan basis jamaah Khalwatiyah di kota Makassar. Puang Rabba selain mengembangkan misinya dalam menyebarkan Tarekat Khalwatiyah di Rappcini, juga berpindah tempat dari satu tempat ke tempat lainnya dan sejak tahun 1943 tarekat ini masuk ke wilayah Balang Baru, distrik Jongaya. Sepeninggalan Puang Rabba, sang cucu yakni Sayyid Djamaluddin Assegaf atau Puang Ramma mulai menggantikan dakwahnya sejak tahun 1960-an.
Sayyid Djamaluddin Assegaf Puang Ramma lahir di Kampung Tambua Kecamatan Turikale Kabupaten Maros pada 21 Juni 1919. Sayyid Djamaluddin Assegaf merupakan sosok yang tidak dapat dipisahkan dari lembaran sejarah perjalanan dakwah Islam di Sulawesi Selatan. Pada tahun 1942 beliau mendirikan Rabitul Ulama Bersama KH. Ramli, Habib Saleh Al-Habsyi, dan Habib Husein Assegaf. Selain itu, pada tahun 1946 Sayyid Djamaluddin Assegaf juga menjadi Imam Kampung Gusung Jongaya.
Sayyid Djamaluddin Assegaf juga merupakan orang yang berpengaruh di tengah masyarakat. Beliau pernah dipilih menjadi anggota konstituante RI tahun 1955. Pada tahun 1965 mendirikan Perguruan Tinggi Islam BPI Sambung Jawa yang menjadi cikal bakal UIN dan UMI (Universitas Muslim Indonesia) Makassar. Menjadi Hakim Pengadilan Agama Kabupaten Gowa tahun 1971, dan anggota DPRD Sulawesi Selatan 1971-1977 (Akkase, 2021).
Sebagai Mursyid Tarekat Khalwatiyah, Sayyid Djamaluddin Assegaf rajin mengadakan pengajian di Masjid Miftahul Khaer Makassar. Dan dari sini juga Sayyid Djamaluddin Assegaf mendirikan Perguruan Islam Nasrul Haq sebagai lembaga pendidikan formal yang mengajarkan ilmu keislaman terutama yang berkaitan dengan tasawuf dan Tarekat Khalwatiyah.
Dakwah yang dilakukan Sayyid Djamaluddin bukan saja berfokus di kota Makassar, tetapi juga di Gowa, dan menjadi Qadhi Gowa sejak tahun 1971. Dari sini Sayyid Djamaluddin membuka pengajian rutin di Masjid Jami Sungguminasa, sebuah pengajian yang menjadi upaya pengembangan ajaran Tarekat Khalwatiyah (Aminah, 2019). Dan sejak tahun 2004 dibentuklah sebuah Jam’iyah, yakni Jam’iyah Khalwatiyah Syekh Yusuf Al-Makassariy yang konsen pada bidang dakwah, pendidikan Islam, dan sosial, serta pengembangan Tarekat Khalwatiyah.
Bahan bacaan:
Patoni. (2019, April 9). Sufi, Tarekat, dan Perkembangannya di Nusantara. Diambil kembali dari nu.or.id.
Aminah. (2019). Eksistensi Jam’iyah Khalwatiyah Syekh Yusuf Al-Makassariy. Yogyakarta: Trust Media.
Estuningtyas, R. D. (2020). Tarekat Khalwatiyah dan Perkembangannya di Indonesia. Pegon Islam Nusantara Civilization.
Akkase, M. B. (2021). Jaringan orang Arab Hadramaut dan Keturunannya di Makassar 1930-1952. Pemikiran Kesejarahan dan Pendidikan Sejarah Universitas Hasanuddin.