Sedang Membaca
Mengenal Walisongo Melalui Lagu

Mahasiswa Sejarah Peradaban Islam UIN Raden Mas Said Surakarta. Bergiat di Langgar Soeka Batja Klaten

Mengenal Walisongo Melalui Lagu

Mengenal Walisongo Melalui Lagu

Jagat sosial media selalu menarik perhatian khalayak ramai. Sebaran konten menghiasi timeline masing-masing platform sosial media favorit kita. Kendati demikian. algoritma sosmed disesuaikan dengan selera masing-masing pengguna. Suatu konten dapat viral disebabkan banyaknya like, komentar maupun jumlah dibagikannya konten tersebut. Hal demikian mafhum disebut oleh masyarakat digital dengan sebutan FYP (for your page) “FYP nihhh”.

Agaknya, peluang atas momentum tersebut dimanfaatkan dengan baik oleh akun Youtube Pondok Pesantren (PP) Hanacaraka Wonogiri dengan meluncurkan single berjudul “Walisongo”  ciptaan Ahans Mahabie pada 5 Oktober 2023 silam. Single tersebut mendapat antusias sekitar 638.463 ribu pengguna setia platform youtube serta 810 komentar mengisi kolom komentar postingan tersebut.

Tak berhenti disitu, single ini lantas naik daun (viral) dan banyak dicover oleh beberapa selebritas (artis) sampai Grub Hadrah Sholawat. Konten-konten dengan backsound lagu tersebut ramai menghiasi platfrom Instagram, Tiktok maupun Facebook. Sampai-sampai single ini ramai menjadi lagu favorit dan paling ditunggu oleh Jemaah Majelis Sholawat di berbagai daerah.

Arkian, peristiwa tersebut sudahlah cukup menjadi pembelajaran positif dalam memanfaatkan kemajuan teknologi di era Society 5.0. Kali ini kita tak akan mempermasalahkan algoritma sosial media beserta pelbagai perangkatnya itu. Kita malah lebih pamrih mengenal sederet nama dan peran para wali tersebut dalam keberlangsungan tonggak kebudayaan maupun sejarah islamisasi dan perkembangannya di Nusantara, Jawa pada khususnya. Kita diajak terus mengais memori tentang Walisongo dari tumpukan diktat, artikel ilmiah (jurnal) maupun serakan buku di sudut perpustakaan.

Konon, dakwah Islam di Nusantara sebelum Walisongo diawali oleh para wali pendahulu seperti Fatimah Binti Maimun, Syaikh Syamsuddin al-Wasil, Sultan Malik ash-Shalih, Syaikh Maulana Malik Ibrahim, Syaikh Jumadil Kubro, Syaikh Ibrahim Samarkandi, Syaikh Hasanuddin Quro, Syaikh Datuk Kahfi dan Ario Abdillah.

Baca juga:  Ketika Santri Mengenang Kurt Cobain

Lema “Wali” diyakini berasal dari bahasa arab “Awliya” dan jamak disebut wali. Wali mempunyai makna sebagai sahabat atau orang terdekat. Sedangkan, lema “Songo” berasal bahasa Jawa yang ber-arti sembilan. Syahdan, waliyullah mempunyai pengertian seorang yang dekat dengan Allah, senantiasa dalam lindungan-NYA bahkan mendapat keistimewaan tersendiri berupa pengalaman ruhaniah yang tak didapati orang awam. Dalam perjalanan dakwah di Nusantara, seorang wali dianggap tokoh keramat yang mempunyai banyak karomah yang bersifat gaib.

Kembali pada lagu, Ahans Mahabie sebagai pencipta tembang agaknya memantik kita untuk terus mengingat sederet nama tokoh para wali tersebut. Di lagu itu tertulis : “ Sunan Gresik Maulana Malik Ibrahim // Sunan Ampel Raden Rahmat // Sunan Giri Muhammad Ainul Yaqin // Sunan Bonang Maulana Maqdum // Sunan Drajad Raden Qosim // Sunan Kalijogo Raden Syahid // Sunan Muria Raden Umar // Sunan Kudus Ja’far Shodiq // Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah//.  Sunan Gresik kondang ngelmu dagange // Sunan Ampel falsafah moh limone // Sunan Giri tembang dolanane // Sunan Bonang musisi gamelane // Sunan Drajat pepali pitune // Sunan Kalijogo wayangane // Sunan Muria ngemu tradisine // Sunan Kudus gede toleransine // Sunan Gunung Jati politike//. Secara eksplisit Ahans Mahabie memberi informasi berserta strategi (senjata) dakwah para wali yang kemudian mafhum disebut walisongo.

Walakin, nama-nama wali secara gamblang telah disebutkan dalam lirik lagu tersebut. Namun, kita malah dibuat tertarik menelisik nama-nama dewan wali dari berbagai sumber semacam babad, kitab, serat maupun buku-buku yang mampu menjadi rujukan otoritatif. Kita lantas membuka buku karya M.C. Ricklefs  (1991) berjudul Sejarah Indonesia Modern terjemahan Dharmono Hardjowidjono, cetakan Gadjah Mada University Press.

Baca juga:  Kiai Faizi dan Gambus Progresif

Ricklefs menulis dengan mengutip Babad Tanah Jawi. Kita mengutip “ Babad ini terdiri dari banyak judul umum yang mencakup sejumlah besar naskah, namun tak satu pun terdapat naskah salinan dari masa sebelum abad XVIII. Diantaranya terdapat naskah yang mengacu pada kelompok pengislaman pertama di Jawa yaitu sembilan orang suci (walisanga). Namun, terdapat beberapa versi mengenai jumlah anggota kelompok ini. Dari beberapa naskah menyepakati adanya sembilan wali. Kendati demikian, terdapat naskah menyepakati sepuluh nama”. Lewat pembacaannya, Ricklefs menduga terdapat beberapa variasi mengenai jumlah pasti kelompok dakwah ini. Ragam variasi malah didapati di naskah-naskah tersebut.

Selanjutnya, ia menulis “ Adapun nama wali yang biasanya terdapat dalam naskah-naskah tersebut yaitu Sunan Ngampel-Denta, Sunan Kudus, Sunan Muria, Sunan Bonang, Sunan Giri, Sunan Kalijaga, Sunan Sitijenar, Sunan Gunungjati dan Sunan Walilanang. Wali yang kesepuluh digadang-gadang yaitu Sunan Bayat, juga sering disebut-sebut”. Ricklefs agaknya juga dibuat risau akan kepastian jumlah anggota dewan wali tersebut

Arkian, muncul perdebatan mengenai jumlah pasti dewan wali dalam walisanga yang digadang-gadang sebagai kelompok pengislaman pertama di tanah Jawi. Pendapat lain datang dari Agus Sunyoto (2016) lewat buku berjudul Atlas Wali Songo. Buku ini disebut-sebut sebagai buku pertama yang mengungkap fakta sejarah Walisongo berdasarkan sumber otoritatif seperti babad, kronik, serat maupun pelbagai data arkeologis-historis lainnya.

Di buku itu Agus Sunyoto menjelaskan jika tokoh yang disebut Walisongo ditelusuri sebagai pribadi-pribadi maka akan ditemukan lebih dari sembilan tokoh. Ia menulis “ Mereka itu adalah Sunan Ampel, Sunan Giri , Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Majagung, Sunan Undung, Sunan Gunung Jati, Sunan Kalijaga, Syaikh Siti Jenar, Sunan Kudus, Sunan Muria, Syaikh Maulana Malik Ibrahim, Syaikh Jumadil Kubra dan Syaikh Maulana Maghribi”. Agus menyebut terdapat empatbelas wali yang dianggap bagian dari kelompok dakwah Walisongo.

Baca juga:  Didi Kempot dan Kekuatan Sosial Sobat Ambyar

Lain halnya Ricklefs dan Agus Sunyoto. Menurut Ibnu  Batuthah dalam rihlah-nya di kepulauan Nusantara yang ia tuliskan dalam Kitab Kanzul Ulum, dijelaskan bahwa Walisongo merupakan sebuah lembaga yang terdiri dari beberapa generasi, ia menyebutnya dengan istilah dewan wali. Menurutnya, susunan dewan wali tersebut silih berganti mengalami pergantian sebanyak enam kali dalam rentang satu abad. Tepatnya terjadi di abad kelimabelas masehi.

Kendati demikian, perdebatan menyoal jumlah anggota Walisongo selalu menarik dan takkan habis untuk dibahas. Kita malah dibuat takjub dengan metode yang dipilih Ahans Mahabie ketika memperkenalkan Walisongo kepada generasi muda. Dengan cara sederhana yakni lewat tembang nyanyian ternyata ampuh mengedukasi masyarakat. Agaknya, ia juga terinspirasi metode dakwah para wali terdahulu yakni dengan menggunakan kesenian (musik) yang dekat dengan masyarakat. Terlebih, sebagai orang melayu masyarakat kita lebih tertarik dengan kidung atau tembang nyanyian.

Syahdan, nada-nadanya Ahans Mahabie lewat tembang ciptaannya itu ingin membuka ingatan kita pada masa silam. Entah sekedar untuk menengok kembali warisan kebudayaan era kewalian awal maupun usaha lebih lanjut sebagai pemantik agar diskursus (Walisongo) ini senantiasa menjadi bahan pembicaraan entah dalam percaturan akademik maupun dalam kehidupan keseharian kita yang kompleks ini.

Semoga ikhtiar para wali dalam babat alas (syiar) Islam di Nusantara menjadi amal jariyah yang tak terputus, dijauhkan dari fitnah kubur dan mendapat syafaat dari Kanjeng Nabi Muhammad Saw. Al-Fatihah.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top