Sedang Membaca
Musik Pengiring Tabot dalam Tradisi Peringatan Wafatnya Hasan dan Husein
Christian Saputro
Penulis Kolom

Nama lengkapnya Christian Heru Cahyo Saputro. Mantan Kontributor indochinatown.com, Penggiat Heritage di Jung Foundation Lampung Heritage dan Pan Sumatera Network (Pansumnet)

Musik Pengiring Tabot dalam Tradisi Peringatan Wafatnya Hasan dan Husein

Ateraktif

Muharram menandai awal tahun Baru Islam yang dikenal juga sebagai Tahun Baru Hijriah atau Tahun Arab. Biasanya kalau tak ada pandemi Covid -19 di Bengkulu digelar acara Tabot.

Gelaran Tabot hingga kini sudah  menjadi tradisi ritual dalam masyarakat Bengkulu. Upacara Tabot digelar di Bengkulu setiap tahun pada 1-10 Muharam untuk memperingati meninggalnya Hasan dan Husein, cucu Nabi Muhammad SAW.

Dalam ritual ini diiringi musik Dol. Ditelisik dari sejarahnya Dol merupakan alat musik perkusi unik dari Bengkulu ini pada awalnya hanya digunakan pada acara Tabot sebagai sarana penyebaran agama Islam. Dulu hanya orang-orang yang memiliki hubungan darah dengan keluarga Tabot (keluarga yang menyelenggarakan upacara Tabot) yang boleh menabuh dol.

Dol kerap disamakan dengan perkusi khas dari Bengkulu. Alat musik ini bahkan disebut sebagai satu-satunya perkusi di dunia yang tidak berlubang di bagian dasarnya.

Nyatanya dol memang bukanlah perkusi, ia hanya mirip perkusi. Ada pula yang menyebutnya mirip gendang atau beduk untuk memudahkan penggambaran ciri fisiknya. Karena ciri fisiknya yang khas tersebut, dol juga menghasilkan bunyi khas berbeda dari perkusi atau pun beduk.

Sekilas dol berbentuk seperti beduk. Berbentuk setengah bulat lonjong dan berhiaskan ornamen warna-warni. Dol terbuat dari kayu atau bonggol kelapa yang terkenal ringan namun kuat atau kadang juga terbuat dari kayu pohon nangka. Bonggol pohon kelapa dilubangi dan bagian atasnya lalu ditutup kulit sapi atau kulit kambing. Diameter dol terbesar bisa mencapai 70-125 cm dengan tinggi 80 cm. Selain dol besar, terdapat pula dol berukuran kecil yang terbuat dari batok kelapa.

Revolusi Dol

Beberapa dasa warsa yang lalu , Dol yang merupakan alat musik perkusi khas Bengkulu itu hanya boleh ditabuh saat upacara Tabot. Kerja keras Syukri Ramzan memopulerkan dan menciptakan komposisi musik dol membuat musik dol diakui dunia sebagai salah satu kekayaan musik etnik Indonesia. Lama-lama upacara Tabot menjadi tradisi masyarakat Bengkulu. Upacara Tabot digelar di Bengkulu setiap tahun pada 1-10 Muharam untuk memperingati meninggalnya Hasan dan Husein, cucu Nabi Muhammad SAW.

Baca juga:  Seni Musik Perspektif Al-Farabi (1): Kombinasi Akal dan Pendengaran

Menurut Syukri musikus yang aktif melestarikan Dol  hingga tahun 1970-an, musik dol masih dikeramatkan. Hanya orang-orang yang memiliki hubungan darah dengan keluarga Tabot yang boleh menabuh dol.

Satu-Satunya di dunia

Keunikan Dol adalah satu-satunya alat musik perkusi di dunia yang tidak berlubang di dasarnya. Karena itu, bunyi dol unik, apalagi jika ditabuh bersamaan dengan pukulan energik. Bunyi yang ditimbulkan seperti beduk walaupun ukuran dol jauh lebih kecil. “Jika musik dol yang punya karakter kuat dan unik tidak ditampilkan, lama-lama hilang. Kalau tak digarap menjadi seni pertunjukan, kapan musik dol akan dikenal luas,” kisah Syukri di tengah persiapan pementasan di Lampung Art Festival

Keinginan Syukri untuk memopulerkan musik dol ditempuh dengan nekat. Tanpa basa-basi, apalagi minta izin para tetua, pada 1985 Syukri mementaskan musik dol di luar upacara Tabot untuk mengiringi tari tradisional Bengkulu. Itulah pertama kalinya musik dol dimainkan di luar upacara Tabot.

Mulai dari mengiringi pentas tari itulah, musik dol terkenal sampai ke luar Bengkulu meski melalui proses bertahun-tahun. Hari ini, menampilkan musik dol di luar upacara Tabot adalah hal yang sangat lumrah.

“Kalau waktu itu saya minta izin, pasti tidak boleh karena musik dol dianggap keramat. Saya langsung saja mementaskan musik dol di luar upacara Tabot. Ternyata gagasan saya diterima,” ungkapnya.

Baca juga:  Menghayati Rahasia Huruf di Museum Kaligrafi

Minat Syukri pada musik berasal dari keluarga. Lahir dari keluarga pemusik, sejak kecil Syukri sudah akrab dengan seni tari, seni musik, dan seni teater. Sebelum mendalami musik dol secara serius, Syukri adalah penari dan koreografer. Dia juga belajar membuat komposisi musik untuk mengiringi tari dan teater.

Syukri mengaku belajar musik dol secara otodidak. Cara memainkan dol cukup mudah karena teknik dasarnya cuma terdiri dari tiga jenis pukulan yang disebut suwena, tamatam, dan suwari. Pukulan suwena adalah pukulan dengan tempo lambat, tamatam adalah pukulan lebih cepat dan konstan, sedangkan suwari adalah pukulan dengan tempo satu-satu.

Syukri pula yang “merevolusi” penampilan dol dengan memasang tali pada dol sehingga dol bisa digendong di depan penabuhnya. Sebelumnya, dol hanya diletakkan di bawah, tetapi sekarang dol selalu dimainkan dengan digendong. Karena berat dol bisa mencapai 25 kilogram, penabuh harus berlatih agar kuat menggendong dol.

“Dol lebih bagus digendong karena kesannya dinamis dan lebih atraktif. Kalau cuma diletakkan di bawah, kesannya statis,” kata Syukri.

Setelah musik dol dikenal luas, Syukri mulai bereksperimen mengolaborasikan musik dol dengan berbagai alat musik. Hasilnya, Syukri menghasilkan sekitar 30 komposisi musik dol yang telah dikolaborasi.

“Saya sudah membuat komposisi musik dol dengan jimbe, kameo (alat musik tiup dari kerang khas Pulau Enggano), gitar listrik, mandolin, gambus, keyboard, akordeon, biola, gitar bas, sampai gamelan Jawa,” ujarnya.

Musik Dol Mendunia

Kerja keras dahulu, pengakuan akan datang. Syukri sudah menjelajah kota-kota besar di Indonesia, bahkan sudah berkali-kali pentas di Malaysia dan Singapura. Setiap kali pentas, Syukri membawa rombongan pemusik dol sebanyak 10 orang.

Sejumlah penghargaan yang diperoleh Syukri dan kelompoknya, antara lain, The Best Performance Festival Musik Etnis Hitam Putih tahun 2007, The Best Performance Solo International Ethnic Music (SIEM) 2007, dan Penyaji Terbaik Festival Musik Nusantara 2006.

Baca juga:  Omisijan dan Kidungan Sang Sunan

Pada 2006 sampai 2008, Syukri dan kelompok dolnya diundang ke Istana Negara mewakili Provinsi Bengkulu dalam acara peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia. Kelompok ini juga pernah diundang pentas ke Inggris dan Finlandia, tetapi sayangnya batal karena kekurangan dana.

Syukri juga dipercaya menjadi koreografer dan penata musik dalam pembukaan Musabaqah Tilawatil Quran tahun 2010 di Bengkulu yang dibuka Presiden Presiden Republik Indonesia Keenam (2004-2014)
Susilo Bambang Yudhoyono. Juli lalu, Syukri dan kawan-kawan tampil lagi dalam SIEM 2010 di Solo, Jawa Tengah. November 2010, kelompok dol ini diundang tampil dalam Pameran Pergelaran Seni se-Sumatera di Lampung. Tahun depan Syukri mendapat undangan tampil di Australia dan Uni Emirat Arab.

Syukri bukan hanya melakukan “revolusi” atas musik dol, melainkan juga seorang pembuat dan pengoleksi dol. Dari 140 dol yang ada di seluruh Bengkulu sekarang, 70 di antaranya milik Syukri.

“Kayu yang baik untuk dol adalah kayu kelapa karena ringan dan kuat. Kulitnya dari kulit sapi. Harga satu dol Rp 750.000 sampai Rp 900.000,” kata Syukri.

Melalui Sanggar Seni Mayangsari yang didirikan Syukri, sekarang di Bengkulu banyak pemain musik dol berusia muda, bahkan anak-anak. Mantan murid Syukri di Sanggar Mayangsari sudah ada yang mendirikan sendiri sanggar musik dol.

Menurut Syukri, semua yang telah dilakukannya hanya karena dia ingin melestarikan musik Dol. Syukri bertekad tak akan berhenti melakukan “revolusi” musik tradisional itu agar lebih dikenal dan mendunia.

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
1
Senang
2
Terhibur
1
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top