Memasuki kawasan Kampung Batik yang berada di Kelurahan Rejomulyo, RT 004/ RW 002, Semarang Timur, Kota Semarang, pelancong akan disambut dengan mural alias lukisan dinding indah yang punya kisah dan makna. Jadi wisatawan selain belanja batik juga bisa memanjakan mata melihat indahnya lukisan yang menghias dinding-dinding kampung.
Seni mural kini lagi meruyak memenuhi ruang kosong tembok-tembok kota. Bisa mendukung ruang arsitektur sekaligus menjadi pemanis kota. Mural sendiri berasal dari kata “murus” –kata dari bahasa Latin–yang memiliki arti dinding. Sedangkan dalam alam pengertian kekinian mural merupakan lukisan berukuran besar yang dibuat pada dinding dalam ruang atau luar ruang (interior ataupun eksterior), langit-langit, atau bidang datar lainnya.
Menurut Susanto, definisi seni mural menurut Susanto dalam lamannya Dinsnusantara.blogspot.com, merupakan lukisan besar yang dibuat untuk mendukung ruang arsitektur. Definisi ini bila diurai lebih lanjut, mural adalah cara menggambar atau melukis di atas media dinding, tembok atau permukaan luas yang bersifat permanen lainnya.
Mural Cantik di Kampung Batik
Kampung Batik Rejomulyo berlokasi tak jauh dari Bundaran Bubakan letaknya tak jauh dari Kota Lama. Begitu memasuki kawasan pengrajin batik ini kita akan disuguhi lukisan cantik yang menghiasi dinding-dinding tembok sepanjang jalan yang membelah kampung.
Lukisan cantik yang lebih dikenal dengan sebutan mural ini menghiasi dinding-dinding tembok yang ada disepanjang jalanan hingga sudut- sudut Kampung Batik.
Siapa sosok di balik mural kampung Batik ini. Adalah Luwiyanto (49) pelukis mural di kampung Batik. Luwi panggilan karib Luwiyanto mengisahkan awal mula pembuatan mural di Kampung Batik.
Konon pada awalnya Luwi tak pernah punya niat menggambar mural pada tembok-tembok kosong di kampungnya. “Waktu itu saya punya sisa cat.Iseng-iseng saya gambar batu-batu di depan rumah. Ternyata warga merespon dengan positif,” kisah Luwi.
Salah Satu di antara mural yang menarik perhatian adalah yang berada di gang Kampoeng Jadoel. Mural tersebut dilukis di tembok rumah warga dengan panjang 46 meter dan tinggi dua meter. Mural ini menceritakan tentang berdirinya Kota Semarang berdasarkan Serat Kandaning Ringgit Purwo.
Mural Sejarah Semarang
Kisah dimulai pada abad kedelapan, tentang kedatangan diceritakan kedatangan Laksamana Cheng Ho. Kemudian asal usul dari nama Semarang yang diambil dari kata Asam Arang yang artinya pohon asam yang jarang. Di ujung tembok diceritakan tentang kebangkitan Kampung Batik.
Luwi memaparkan, ada kejadian unik saat proses pembuatan mural ini. Sketsa mural yang sudah dibuat selama seminggu dihapus oleh Luwi. Pasalnya, Luwi merasa sreg dan tidak nyaman dengan sketsa karya buatan saya . Sampai suatu malam Luwi bermimpi ada yang suara yang menegurnya.
“Kalo nggambar ki ngene, ki ngene, ki ngene (Kalau nggambar ni begini, begini, begini), ” tutur Luwi mengisahkan mimpinya. Setelah mendapat mimpi, Luwi kembali membuat sketsa di dinding hanya dengan waktu satu hari. Sedang pengerjaan muralnya juga dimulai dari tanggal 16 Desember 2017 dan selesai pada a17 Februari 2018.
Makna Mural
Di balik mural cantik di Kampung Batik tersimpan kisah-kisah sejarah penuh makna dan memori.. Dari sejarah terbentuknya Kota Semarang, sampai tradisi dugderan.
Lukisan sepanjang kampung batik memiliki makna sejarah terbantuknya Kota Semarang hingga adanya Kampung Batik. Perancang mural Luwiyanto menjelaskan makna di balik lukisan indah itu.
Luwi memaparkan mural di Kampung Batik ini berformat Wayang Beber dengan mengusung judul “Adeging Kutho Semarang” .
“Kisahnya dimulai dari tembok sisi kanan sebelah Utara. “Diawali dari abad ke-8 saat di bawah kekuasaan Mataram Kuno. Juga ada asal usul Bergota juga,” kisah Luwi . Kemudian dilukiskan Laksamana Ceng Ho yang merupakan Muslim masuk ke Semarang mendirikan Masjid. Selanjutnya diceritakan pada abad 15 Ki Ageng Pandanaran yang merupakan utusan Sunan Bonang menyebar Agama Islam di Semarang tepatnya di Bergota.
Kisah berikutnya, terbentuknya kota Semarang yang berasal dari kata ‘Asem Arang’ karena tanaman pohon Asem yang jarang (arang) ada. Kisah terus berlanjut hingga kedatangan Sunan Kalijaga juga kedatangan kolonial Belanda dan Jepang.
Di samping itu juga ada lukisan yang menggambarkan Tradisi Dugderan, hewan mitologi Warak Ngendhog, pembangunan Lawang Sewu dan Pertempuran 5 Hari di Semarang juga diceritakan di sana. Pada pertempuran tersebut digambarkan pula Kampung Batik dibakar. “Kampung Batik terbentuk sudah cukup lama dan dinamai Kampung Batik karena rata –rata profesi warga para pengrajin dan berniaga batik,” papar Luwi.
Di ujung tembok diceritakan kebangkitan Kampung Batik hingga sekarang. Cerita dalam mural itu ternyata masih bersambung dan berlanjut di ujung gang lainnya yang menceritakan kehidupan membatik di Kampung Batik. “Banyak yang dikisahkan pada mural-mural cantik yang menghiasi dinding kampung batik. Kalau yang tidak tahu dan teliti mungkin hanya menikmati sebagain lukisan yang ada,” ujar Luwi.
Luwi berharap Kampung Batik yang juga dikenal dengan Kampoeng Djadoel ini, selain jadi destinasi wisata juga jadi bisa memberikan edukasi. “Di kampung ini ada rumah baca, ada alat permainan tradisional dan juga pelatihan batik,” pungkas Luwi. (CHCS)
.