Bushiri
Penulis Kolom

Santri di Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan. Penikmat kajian-kajian Islam.

Adakah Sombong yang Tidak Tercela

Perjalanan Manusia Dari Zaman Kuno Hingga Modern

Dalam kajian tasawuf, sombong menjadi salah satu pembahasan yang sangat penting. Sebab, sombong merupakan salah satu kondisi hati seorang hamba yang memiliki konotasi negatif.

Umumnya yang diketahui masyarakat bahwa setiap sifat sombong atau meninggikan diri adalah sifat yang tercela dan haram. Padahal, dalam kajian tasawuf, sifat ini sebenarnya menyesuaikan situasi dan kondisi. Cuman, sifat ini memang tercela dalam kebanyakan situasi atau kondisi.  Sebenarnya ada beberapa kondisi dalam kajian tasawuf dimana sifat sombong menjadi suatu sifat yang terpuji.

Sebelum membahas terkait sombong yang terpuji dalam agama, alangkah baiknya penulis sedikit menjabarkan definisi sombong itu sendiri. Sebab, diakui atau tidak, masih banyak yang belum tau betul definisi dari sombong itu sendiri.

Definisi Sombong

Dalam KBBI, sombong memiliki arti menghargai diri secara berlebihan, meninggikan diri, congkak, dan pongah. Sedangkan dalam kajian tasawuf, sombong atau meninggikan diri lebih dikenal dengan kata al-Kibr. Mengenai makna sombong itu sendiri, Imam Abu Sa’id Al-Khadimi dalam Bariqah Mahmudiyyah fi Syarhi

Thariqah Muhammadiyah wa Syari’ah Nabawiyyah fi Sirah Ahmadiyah menyampaikan:

الْكِبْرُ هُوَ الِاسْتِرْوَاحُ ) طَلَبُ الرَّاحَةِ ( وَالرُّكُونُ ) الْمَيْلُ ( إلَى رُؤْيَةِ النَّفْسِ فَوْقَ الْمُتَكَبَّرِ عَلَيْهِ ) فِي صِفَاتِهَا الْكَمَالِيَّةِ فَيَحْصُلُ مِنْ رُؤْيَتِهَا فَوْقَهُ فِي قَلْبِهِ اعْتِدَادٌ وَفَرَحٌ وَهُوَ الْكِبْرُ

Artinya, “Sombong adalah satu kondisi saat kita merasa senang dan nyaman melihat diri kita di atas orang lain (mutakabbar ‘alaih) dalan kaitannya dengan kelebihan yang diberi Tuhan sehingga dengan mengetahui orang lain di bawah kita, hati ini memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan serasa sedang melayang, terbang karena bahagia.” (Abu Sa’id Al-Khadimi, Bariqah Mahmudiyyah  Syarhi Thariqah Muhammadiyah wa Syari’ah Nabawiyyah  Sirah Ahmadiyah, juz III, halaman 174)

Sifat ini sungguh sangat tercela serta haram bagi seorang hamba. Sifat sombong/pongah merupakan bukti bahwa seorang hamba sudah lupa kepada Tuhannya, sudah lupa betapa lemahnya dirinya, serta sudah lupa bahwa dia diciptakakan dari air yang hina. Dalam sebuah Hadits, Rasulullah Saw bersabda :

Baca juga:  Lidah Orang Beriman Menurut Imam Al-Ghazali

لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِى قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ

Artinya, “Tidak akan masuk surga orang yang dihatinya terdapat bagian kecil dari sifat sombong.” (HR. Muslim)

Tiga Jenis Sombong Yang Terpuji

Pada dasarnya, seorang hamba memang tidak boleh sombong kepada siapapun, baik kepada orang yang lebih tua, lebih kecil, bahkan kepada orang fasiq sekalipun.

فَحَقُّ الْعَبْدِ ) يَبْتَهِلُ وَيَجِبُ عَلَيْهِ ( أَنْ لَا يَتَكَبَّرَ عَلَى أَحَدٍ ) مِنْ الْكِبَارِ وَالصِّغَارِ وَالْفُسَّاقِ وَالْفُجَّارِ

Artinya, “Maka wajib bagi seorang hamba untuk tidak sombong pada siapapun, baik kepada orang yang lebih tua, lebih kecil, dan orang fasiq.” (Abu Sa’id Al-Khadimi, Bariqah Mahmudiyyah  Syarhi Thariqah Muhammadiyah wa Syari’ah Nabawiyyah  Sirah Ahmadiyah, juz III, halaman 238)

Kendati demikan, ada beberapa situasi tertentu dimana sombong berubah menjadi sifat yang legal bahkan terpuji. Imam Abu Sa’id Al-Khadimi menyebutkan ada tiga jenis sombong yang diperbolehkan dan dibilang terpuji dalam agama. Tiga jenis tersebut iyalah, (1) sombong pada orang sombong, (2) sombong saat peperangan, (3) sombong saat bersedekah. Ketiga jenis ini dapat diuraikan sebagai berikut:

Pertama, sombong kepada orang sombong. Dalam situasi ini seorang hamba tidak diperkenankan tawadhu’ pada orang yang menyombonginya.

Imam al-Munawi pernah berkata pada seseorang,

إذَا أَغْضَبَك أَحَدٌ بِغَيْرِ شَيْءٍ فَلَا تَبْتَدِئْهُ بِالصُّلْحِ ؛ لِأَنَّك تُذِلُّ نَفْسَك فِي غَيْرِ مَحَلٍّ وَتُكْبِرُ نَفْسَهُ بِغَيْرِ حَقٍّ

Artinya, “Jika ada orang memarahimu tanpa ada sebab yang dibenarkan, maka janganlah engkau langsung berdamai denganya; sebab engkau telah menghinakan dirimu sendiri pada selain tempatnya dan dia menyombongkan dirinya tanpa haq.” (Abu Sa’id Al-Khadimi, Bariqah Mahmudiyyah  Syarhi Thariqah Muhammadiyah wa Syari’ah Nabawiyyah  Sirah Ahmadiyah, juz III, halaman 176)

Baca juga:  Misykat al-Anwar: Misi Al-Ghazali Menyingkap Tabir Hakikat

Dari perkataan al-Munawi ini menyimpulkan bahwa ceroboh dalam tawadhu’ justru akan membuat seorang mukmin hina dan itu tidak diperbolehkan oleh agama.

Selain itu, dikatakan juga bahwa bersikap sombong/angkuh kepada mereka yang angkuh adalah bagian dari sedekah.

التَّكَبُّرُ عَلَى الْمُتَكَبِّرِ صَدَقَةٌ

Artinya, “Sombong terhadap orang yang sombong adalah sedakah.”

Mengapa demikian ?, Karena jika ada orang yang menyombongkan dirinya kepada kita, jika kita tawadhu’ maka orang yang menyombongkan dirinya tersebut akan terus menerus berada dalam kesesatan, dia akan merasa tidak ada orang yang berani kepadanya. Sebaliknya, jika kita membalasnya dengan sombong juga maka hal itu akan membuat orang tersebut ingat bahwa dia melakukan kesalahan yang sangat besar. Nah, kebaikan seperti ini merupakan bagian dari shodaqoh. Sebagaimana dikatakan juga,

وَقِيلَ قَدْ يَكُونُ التَّكَبُّرُ لِتَنْبِيهِ الْمُتَكَبِّرِ لَا لِرِفْعَةِ النَّفْسِ

Artinya, “Dan dikatakan, terkadang sombong dimaksudkan untuk mengingatkan orang yang sombong buka untuk meninggikan diri.” (Abu Sa’id Al-Khadimi, Bariqah Mahmudiyyah  Syarhi Thariqah Muhammadiyah wa Syari’ah Nabawiyyah  Sirah Ahmadiyah, juz III, halaman 176)

Sombang adalah bentuk membesarkan diri karena melakukan sesuatu dan menganggap orang lain lebih rendah. Sehingga yang pantas memiliki sifat ini hanya Allah. Sebab, hanya Allah SWT lah yang pantas untuk menyombongkan diri, karena segala sesuatu berada dalam kekuasaannya. Tak pantas bagi seorang hamba untuk memiliki sifat ini. Jika ada adagium yang mengatakan bahwa sombong kepada orang yang sombong adalah sedekah, sebenarnya itu bukan hakikat dari sombong yang tidak diperbolehkan.

Baca juga:  Imam Al-Ghazali: Esensi Cinta, Klasifikasi, dan Yang Berhak Menerimanya

Kedua, sombong di tengah kecamuk perang. Sombong dalam kondisi seperti ini diperbolehkan bahkan baik karena tujuannya adalah untuk menggentarkan hati dan memporak-porandakan kekuatan pasukan lawan.

Ketiga, bersikap tinggi hati saat bersedekah. Imam Abu Sa’id Al-Khadimi menjelaskan maksud tinggi hati disini adalah mengungkapkan bahwa dirinya tidak membutuhkan harta yang akan disedekahkan, dan sang penerima lah yang paling membutuhkan harta itu.

وَلَعَلَّ الْمُرَادَ بِالِاخْتِيَالِ عِنْدَ الصَّدَقَةِ إظْهَارُ الْغِنَى وَعَدَمُ الِالْتِفَاتِ إلَى الْمَالِ  وَاسْتِصْغَارُهُ وَاسْتِقْلَالُهُ لِيَقْصِدَهُ الْفَقِيرُ بِنَشَاطٍ

Artinya, “Barangkali yang dimaksud menyombongkan diri saat bersedekah adalah menampakkan rasa tidak butuh serta tidak menghiraukan harta yang diberikan, menganggapnya kecil dan remeh agar si penerima bisa mengambilnya dengan rasa bahagia dan terhindar.” (Abu Sa’id Al-Khadimi, Bariqah Mahmudiyyah  Syarhi Thariqah Muhammadiyah wa Syari’ah Nabawiyyah  Sirah Ahmadiyah, juz III, halaman 177)

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Sahabat Jabir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:

فأما الخيلاء التي يحب الله تعالى فاختيال الرجل نفسه عند القتال واختياله عند الصدقة

Artinya, “Kesombongan yang dicintai Allah subhanahu wa ta’ala adalah sikap sombong seorang muslim di tengah medan perang dan ekspresi besar hatinya saat memberi sedekah.”

Demikian beberapa jenis sombong yang terpuji dalam agama. Harapannya, dengan mengetahui penjelasan di atas, masyarakat bisa membedakan mana sombong yang diperbolehkan dan mana sombong yang tidak diperbolehkan sehingga dapat menyesuaikan situasi dan keadaan. Sebab, diakui atau tidak, sifat tawadhu tidak selalu pantas dalam setiap situasi dan kondisi. Ada beberapa kondisi yang disitu tawadhu justru menjadi sifat yang tercela bagi seorang hamba.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top