Pesantren di Tambakberas dilintasi aliran sungai kecil yang melintang arah utara-selatan. Enam abad sebelum pesantren di Tambakberas berdiri, seorang pemimpin Tuban, Ranggalawe, terbunuh di sungai ini setelah berduel dengan Kebo Anabrang akibat dianggap memberontak kepada Majapahit.
Dari jembatan di bagian tengah sungai yang melintasi pesantren di Tambakberas tampak menjulang menara masjid pesantren. Terpacak kubah hijau tua di pucuk menara ikonik ini. Masjid ini merupakan bagian utama di wilayah barat pesantren di Tambakberas. (Baca: Masjid Pesantren Tambakberas)
Di timur sungai yang melintasi pesantren di Tambakberas ada kompleks kuburan lama tempat Kiai Utsman dan sanak-keluarganya dipusarakan. Di sisi barat laut kuburan Kiai Utsman berdiri sebuah surau kecil warisan Kiai Utsman yang beberapa struktur lamanya masih dipertahankan. Sebagian santri Tambakberas dan peziarah kuburan Kiai Utsman semabayang berjamaah di surau ini.
Kiai Utsman menikahi Layyinah, putri pendiri pesantren di Tambakberas, Kiai Abdul Salam yang terkenal dengan sebutan Kiai Shaichah. Kiai Utsman adalah santri Kiai Shaichah yang berasal dari Demak yang kemudian menjadi menantu kiai.
Kiai Utsman punya saudara ipar bernama Kiai Said. Kiai Said adalah santri dan menantu Kiai Shaichah. Para kiai di wilayah barat pesantren di Tambakberas adalah keturunan Kiai Said. Keturunan saudara ipar Kiai Utsman ini merupakan bagian mayoritas perjalanan sejarah perkembangan pesantren di Tambakberas. Kiai Hasbullah, Kiai Wahab dan Kiai Najib merupakan sebagian keturunan kiai Said.
Kiai Utsman seperti menepi dari sejarah besar perkembangan pesantren di Tambakberas. Hanya kuburan dan surau Kiai Utsman yang merupakan bukti hubungan sejarah Kiai Utsman dengan pesantren di Tambakberas. Gerbang depan pesantren di Tambakberas berada di bagian barat pesantren. Kuburan dan surau Kiai Utsman berada di bagian timur, di bagian belakang, pesantren di Tambakberas.
Pada masa awal, pesantren di Tambakberas dikenal sebagai “Pesantren Telu” karena para santrinya diajari tiga ilmu: syariat, tarekat dan kanuragan. Kiai Utsman condong kepada tarekat dan Kiai Said cenderung kepada syariat. Corak utama pesantren di Tambakberas kemudian adalah syariat sebagaimana kecenderungan Kiai Said.
Winih, Tandur, Cukul, Lilir dan Jebul adalah putra-putri Kiai Utsman. Nama-nama berbahasa Jawa ini aneh sebagai nama keturunan kiai meski bermakna positif. Nama-nama ini terkesan awam, sahaja dan marjinal. Nama keturunan kiai lazimnya berbahasa Arab. (Baca: Empat Penjuru Pesantren di Jombang)
Tandur memiliki putra bernama Utsman — serupa nama kakeknya. Dan Utsman memiliki putra bernama Asyari. Asyari adalah cicit Kiai Utsman dan pendiri pesantren di Keras. Kiai Hasyim pendiri Pesantren Tebuireng adalah salah satu putra Kiai Asyari. Keturunan atau keluarga Kiai Utsman yang lain ada yang mendirikan pesantren di Watugaluh dan di luar wilayah Jombang.
Kiai Utsman jauh dari kemasyhuran. Kesunyian tarekat, kesahajaaan nama-nama keturunan serta kesederhanaan suraunya merupakan lambang eksistensi Kiai Utsman. Kiai Utsman berada di belakang kebesaran nama pesantren di Tambakberas. Kiai Utsman adalah buyut dan canggah para kiai besar di luar Tambakberas misalnya Kiai Asyari dan Kiai Hasyim.
Jejak ketarekatan Kiai Utsman di Jombang masih bertahan di daerah Kapas. Meski sayup-sayup namanya di khalayak luas, spirit kepesantrenan dan ketarekatan Kiai Utsman tak pupus. Kuburan dan surau Kiai Utsman yang sederhana masih lestari di antara bangunan sekolahan, pesantren dan gedung olahraga yang mengepungnya.
Nama-nama putra-putri Kiai Utsman serupa lambang kesahajaan dan simbol proses alamiah. Winih (benih), tandur (menanam), cukul (tumbuh), lilir (disiram) dan Jebul (berbuah/panen) merupakan suatu alur natural. Butuh kesabaran menempuh alur ini, tanpa ketergesaan atau ambisi memintas proses.
Itu semua merupakan suatu daya tahan tersembunyi yang ampuh. Dan sikap sabar merupakan salah satu ajaran puncak sufisme.