Sesekali saya melancong ke Gresik dan singgah di satu rumah lama di satu lorong gang sempit berkelok-kelok di sebuah perkampungan tua di kota ini. Dari bagian belakang rumah ini bisa tembus langsung ke kompleks kuburan Nyai Ageng Pinatih, perempuan Tiongkok syahbandar Gresik pada abad awal abad ke-15.
Perkampungan tua itu bernama Kebungson. Di teras rumah lama yang bertetangga dengan kompleks kuburan perempuan Tiongkok itu beragam kisah masa lalu dan dinamika mutakhir Gresik dari berbagai sisi terceritakan melalui obrolan-obrolan ringan yang tak terencana.
Obrolan di teras rumah pada abad ke-21 ini kerap terarah ke masa-masa yang jauh ketika pelabuhan Gresik disinggahi kapal-kapal dagang dan kaum petualang dari negeri-negeri manca pada abad ke-15.
Memasuki gang-gang perkampungan itu akan terbayangkan orang-orang bertocang melintas seperti dalam film-film kungfu atau Cina masa lalu. (Baca: Menelisik Makan di Kuburan Wali)
Gresik merupakan kota pelabuhan di pesisir utara di bagian timur pulau Jawa yang telah sohor pada masa Majapahit. Dinasti Ming merestui Nyai Ageng Pinatih sebagai syahbandar Gresik setelah Cheng Ho bisa mengontrol keamanan wilayah Jawa dan Sumatera dari aksi perompakan kapal-kapal dagang yang memuat barang-barang bernilai jual tinggi di wilayah ini.
Cheng Ho adalah utusan yang diberi tugas khusus oleh pemimpin Dinasti Ming, Kaisar Yongle, di wilayah kepulauan di selatan Tiongkok, termasuk Jawa dan Sumatera.
Di Palembang, Cheng Ho mendirikan Kantor Perdamaian yang mengurus dan bertanggung jawab menertibkan dan menjaga keamanan. Shi Jinqing menjadi kepala kantor ini. Atas restu Dinasti Ming, salah satu anak perempuan Shi Jinqing yang bernama Shi Daniang diangkat sebagai syahbandar Gresik. Syahbandar ini kemudian dijuluki sebagai Nyai Ageng Pinatih.
Nyai Ageng Pinatih merupakan ibu asuh Joko Samudra atau Raden Paku sejak bayi yang kelak saat dewasa bernama Sunan Giri. Menurut cerita masyarakat setempat, bayi Joko Samudra ditemukan saat terapung di lautan. (Baca: Tradisi Ziarah di Negeri Persia)
Sejak remaja, anak asuh perempuan Tiongkok ini belajar kepada Raden Rahmat (Sunan Ampel) di Surabaya dan pada masa dewasanya mendirikan Kedatuan Giri di Gresik.
Bukan hanya seorang perempuan, identitas Nyai Ageng Pinatih adalah juga orang asing berdarah Tiongkok. Bagaimana masyarakat Gresik yang berlatar budaya Jawa bisa menerima dan mengakui keberadaannya sebagai pemimpin di Gresik? Syahbandar tak hanya bertanggung jawab kepada urusan kegiatan pelayaran dan perdagangan. Syahbandar juga menjadi pemimpin yang terlibat dalam kebijakan publik di ranah politik, sosial dan ekonomi.
Apakah penerimaan dan pengakuan masyarakat Gresik kepada Nyai Ageng Pinatih lantaran dominasi dan hegemoni kekuasaan Dinasti Ming, Cheng Ho dan Majapahit? Dugaan ini meleset tatkala menyaksikan penghormatan masyarakat Gresik hingga saat ini kepada eksistensi Nyai Ageng Pinatih. Pelestarian dan ramainya yang menziarahi kuburan perempuan Tiongkok ini merupakan salah satu buktinya. Kuburan muslimah ini bagian penting dari sejarah Islam di Gresik selain kuburan Maulana Malik Ibrahim dan Fatimah binti Maimun.
Nyai Ageng Pinatih merupakan sampel kecil dari Gresik tentang sikap kosmopolitan, memandang sesama manusia sebagai warga dunia, sikap yang tak fanatik buta atau memandang identitas sendiri lebih baik ketimbang yang lain.
Pelajaran kosmopolotanisme di Gresik pada abad ke-15 ini merupakan spirit yang sangat berharga di tengah kehidupan yang kian global ini.
Dari teras rumah lama di gang sempit berkelok-kelok di perkampuan tua di Gresik itu pula rerasan-rerasan situasi mutakhir Gresik menjamah sisi ekologi kota ini yang tercemar zat buangan kegiatan industri. Kegiatan industri semen di kota ini telah beroperasi lebih dari setengah abad. Soekarno meresmikan pabrik semen pertama di Gresik pada 1957.
Pabrik-pabrik semen membangkitkan kembali denyut perkembangan Gresik setelah setengah abad sebelumnya pelabuhan Gresik menyusut perannya setelah kalah pamor dengan pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya.
Gresik secara historis bukan hanya penting, namun juga merupakan titik awal yang signifikan bagi perkembangan Islam awal di Jawa. Tak ada simbol aktual yang muncul dan mentransformasikan fakta sejarah ini di Gresik pada masa kini misalnya museum sejarah Islam yang lebih representatif atau pusat kajian sejarah Islam. Modal besar historis Gresik sepertinya kian terkikis oleh konsentrasi kebijakan publik yang lebih berorientasi industri.
Meski bukan penelantaran sepenuhnya, kisah dan jejak sejarah Gresik tampak dipelihara secara amatiran dan tak sedikit yang terancam oleh desakan perluasan pembangunan infrastruktur yang kurang berwawasan historis.
Kuburan Nyai Ageng Pinatih dan pabrik-pabrik semen di Gresik merupakan dua sisi jejak sejarah yang tak sama kontribusinya bagi masyarakat Gresik. Kuburan perempuan Tiongkok abad ke-15 dan nganga bekas lubang-lubang galian kegiatan industri semen abad ke-21 di Gresik melahirkan dua simbol kultural yang tak sama: mengharukan dan memprihatinkan.