Masa awal “mencetak” dan tegak Orde Baru, industri penerbitan berperan besar. Buku dan brosur diterbitkan untuk mengenalkan Soeharto dan bermufakat dengan daftar impian berjudul Orde Baru.
Kita berkelakar saja bahwa Orde Baru dicetak dari buku dan brosur. Tata cara agak mirip pada masa kekuasaan Soekarno. Perbedaan dalam urusan tema dan pembahasaan. Ribuan brosur dan buku mengisahkan Soekarno menggerakkan Indonesia. Malapetaka 1965 menjadikan Soekarno “ditinggalkan”. Panggung di depan mulai bertokoh Soeharto. Sosok memerlukan topangan brosur dan buku. Ia tak mau muncul sembarangan tanpa penjelasan dan pengisahan bermutu.
Pada 1967, Grip (Surabaya) menerbitkan brosur berjudul Orde Baru. Foto tokoh utama ditampilkan di kulit muka. Lihatlah, Soeharto saat masih muda dengan tatapan mata mengarah masa depan!
Brosur berisi kutipan pidato Soeharto dalam sidang paripurna Kabinet Ampera, 19 April 1967. Indonesia di babak awal menikmati seri pidato Soeharto. Semula, orang-orang mungkin tak meramal Soeharto bakal rajin berpidato selama 30-an tahun. Ia berpidato menghasilkan buku dan brosur diadakan kementerian, dinas, atau penerbit partikelir. Soeharto pun berjasa dalam keberlimpahan bacaan tak mengesankan gara-gara bersumber pidato.
Pada masa lalu, orang-orang bisa membedakan rasa saat membaca buku atau brosur memuat pidato Soekarno dan Soeharto. Sekian orang mengingat pilihan kata dan kalimat buatan Soekarno. Kutipan-kutipan membara dan menggerakkan. Pada masa Orde Baru, kutipan dari pidato-pidato Soeharto pun sering bermunculan dalam buku-buku memuat kata sambutan, kata pengantar, atau sekapur sirih. Soeharti sering di situ.
Pesan pejabat di Jawatan Penerangan, Jawa Timur, dimuat dalam terbitan brosur oleh Grip: “Kita berharap agar masjarakat Djawa Timur djangan lagi ada suara jang sumbang terhadap Orde Baru. Djanganlah menilai Orde Baru beserta perkembangannja hanja dari segi negatif dan setjara sinis.” Kita mengerti babak awal rezim Orde Baru tak mulus. Ada pihak-pihak memberi kritik, sanggahan, dan cibiran.
Penerbitan brosur-brosur menguntungkan Soeharto. Kita lanjutkan pesan Ibnu Ali: “Maksud penerbit Grip Surabaja untuk menerbitkan brosur berdjudul Orde Baru ini dan menjebarluaskan sebanjak-banjaknja kepada masjarakat dengan harga jang sesuai dengan daja beli rakjat ketjil adalah benar-benar memenuhi kebutuhan akan pegangan dan pedoman guna membantu pemerintah menegakkan Orde Baru dan mensukseskan program Kabinet Ampera.
Brosur dan brosur dan brosur membesarkan Orde Baru.
Rezim bertokoh utama Soeharto mungkin lungkrah atau seret bila tanpa brosur-brosur dibagikan cuma-cuma atau dijual murah. Kita menganggap rezim Orde Baru memang terbentuk dengan bacaan-bacaan dihasilkan penerbit. Industri percetakan meriah dan bergairah: menjadikan pidato-pidato Soeharto tampil di lembaran-lembaran kertas.
Di brosur menggunakan kertas gampang rusak dan lapuk, terbaca sasaran ingin dicapai Orde Baru: “Suksesnja pemilihan umum nanti pada pertengahan tahun 1968, dimana hasilnja mentjerminkan representasi daripada kekuatan-kekuatan Orde Baru.” Di buku sejarah, kita mengetahui jadwal pemilu dan hasil pemilu itu membenarkan kemauan-kemauan rezim Orde Baru. Sekian orang masih sinis dengan mengatakan pemilu dan pemilu selalu Orde Baru.
Kita berganti ke brosur diterbitkan dan beredar di Jawa Tengah. Brosur dihasilkan dari persekutuan berselera pendidikan dan militer. Penerbit brosur itu JKPP Kantor Daerah Direktorat Djenderal Pendidikan Dasar Djawa Tengah. Pencetak di Pertjetakan Adjudan Djenderal Kodam VII/Diponegoro. Brosur berpenampilan apik ketimbang terbitan Grip.
Sumber tetap sama: pidato dalam sidang paripurna Kabinet Ampera, setelah Sidang Istimewa MPRS, 1967. Brosur mungkin tak diperdagangkan. Brosur terlalu berpamrih demi gerak dan tegak rezim Orde Baru.
Pihak penerbit menjelaskan: “… membantu para guru dan petugas pendidikan dasar dalam menunaikan tugasnja dibidang pendidikan dasar, chususnja dibidang peladjaran kewargaan negara dalam rangka membina dan menegakkan Orde Baru.” Brosur sebagai pegangan dan pedoman. Brosur berjudul Penegasan Orde Baru itu terbitan pertama. Penerbit bermaksud terus menghasilkan brosur-brosur demi keagungan Orde Baru.
Brosur-brosur membentuk keampuhan dan mitos bertokoh Soeharto. Kita pun mengerti Soeharto dimengerti dan dikagumi orang-orang melalui brosur-brosur, terbit sejak 1967. Kita mengira ada ribuan brosur dihasilkan dalam lakon kekuasaan selama 30-an tahun. Begitu.