Sebut saja namanya Shomad. Santri Betawi ini pertama kali mengaji kepada ayahnya sendiri. Ngajinya diawali dengan mengeja Iqra. Berkat ketelatenan dirinya dan kesabaran ayahnya, akhirnya Shomad mampu membaca Alquran dengan baik.
Setelah lulus SD, Shomad dipesantrenkan di Jawa Tengah. Dia mulai belajar kitab kuning. Di antara yang ia suka Kitab Al–Arba’in Al-Nawawiyah karya Imam Muhyiddin Abi Zakariya bin Syaraf An-Nawawi (w. 676 H). Kitab Arba’in adalah kompilasi 40 hadis Rasulullah Saw yang dijadikan satu kitab.
Shomad amat berkesan dengan pengajian ini. Bukan hanya karena kiai yang mengajarkannya faqih dan wirai, tetapi susunan kitabnya cukup unik dan sistematis.
Beberapa tahun selanjutnya, Shomad meneruskan rihlah pesantrennya ke Jawa Timur. Dia semakin takjub ketika melihat koleksi perpustakaan yang luar biasa, serta akses internet yang yahud. Di sanalah ia menemukan kitab-kitab Arba’in yang ternyata bukan dikarang oleh ulama Timur Tengah, melainkan ulama Nusantara—lebih tepatnya Indonesia.
Berikut ini kitab-kitab yang dimaksud:
Pertama, Arba’in Syekh Muhammad Mahfudz al-Tarmasi (1842-1920)
Kitab ini berjudul Al-Minhatul Khairiyah fi Arba’in haditsan min Ahaditsi Khairil Bariyah. Kitab ini dicetak oleh cucu pengarang, Kiai Hariri bin Muhmammad bin Mahfudz Tremas, di Betengan, Demak dengan berjumlah 53 halaman. Terdapat kata pengantar dari KH. Maemun Zubair bertanggal 17 Jumadal Ula 1415 H. Juga ada catatan editor dari Kiai Abdullah Zaini bin ‘Aziz al-Jathawi.
Isinya memuat 40 hadis dari berbagai kitab-kitab hadis mu’tabarah. Hadis pertama diawali dengan hadis Rahmah. Bahwa Rasulullah Saw bersabda:
“Orang yang mengasihi akan dikasihi oleh Sang Maha Pengasih. Maka berbelas kasihlah kalian kepada makhluk di bumi niscaya makhluk di langit akan mangasihi kalian.”
Kedua, Arba’in Hadratussyekh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari (1871-1947)
Siapa mengira bahwa Kiai Hasyim Asy’ari juga mengumpulkan 40 Hadis Rasulullah Saw yang dijadikan untuk pedoman NU. Kitab ini berjudul Arba’in Haditsan tata’alaq bimabadi Jam’iyyah Nahdhatil Ulama. Kitab yang hanya berjumlah lima halaman ini merupakan suplemen di dalam kitab beliau yang berjudul Al-Tibyan fin Nahyi ‘an Muqatha’atil Arham wal Aqarib wal Ikhwan. Diedit oleh Almarhum Gus Ishom pada 1 Rajab 1418.
Hadis pertama yang Kiai Hasyim cantumkan dalam kitabnya diriwayatkan dari Imam Muslim. “Agama adalah nasihat. (Rasulullah Saw mengucapkannya sebanyak tiga kali). Para sahabat bertanya, ‘Untuk siapa ya Rasul?’ Nabi menjawab “Untuk Allah, untuk Rasul-Nya, para pemimpin kaum Muslimin, dan umumnya kaum Muslimin.”
Pada hadis yang ke-16, Kiai Hasyim mencantumkan hadis pertama yang ditulis Gurunya, Syekh Mafudz al-Tarmasi dalam kitab Arba’in-nya. Kiai Hasyim menulis hadis-hadisnya cukup singkat tidak dilengkapi sanad dan bab hanya nomor. Namun hadis-hadis yang beliau kumpulkan sangat relevan untuk amaliyah dan pedoman warga Nahdhiyin.
Ketiga, Arbai’n Al-Musnid Syekh Muhammad Yasin bin Isa al-Fadani (1915-1990)
Kitab ini cukup menarik dan unik. Pasalnya, 40 hadis di dalamnya didusun berdasarkan 40 guru yang berbeda dan 40 kota yang berbeda pula. Syekh Yasin memberi judulnya dengan Al-Arba’un al-Buldaniyah Arba’una Haditsan ‘An Arba’in Syaikhan min Arba’in Baladan.
Hadis pertama yang beliau tulis diperoleh dari gurnya Syekh Muhammad Ali bin Husain al-Maliki al-Makki, ulama kesohor Makkah, Rasulullah bersabda “Barang siapa yang memberi pemberian dari wiriq (uang, perak), atau menunjukkan jalan maka ia seperti halnya memerdekakan budak.”
Kitab yang berjumlah 80 halaman ini memuat hadis-hadis yang diriwayatkan guru Syekh Yasin dari berbagai kota dan negeri. Indonesia termaktub sebanyak 11 guru dan kota. Kiai Hasyim Asy’ari (Jombang) masuk dalam bab hadis ke-69.
Sedangkan guru beliau lainnya; Abdullah bin Azhari (Pelembang), Ahmad Marzuqi bin Marshad (Jakarta), Kiai Jam’an bin Samun (Tangerang), Muhsin bin Raden Muhammad (Serang Banten), Sayid Husein bin Muhammad al-Munawwar (Semarang), Kiai Ma’shum bin Ahmad (Lasem), Sayid Umar bin Thaha (Surabaya), Kiai Shiddiq bin Abdullah (Jember), Sayid Hamid as-Sirri (Malang), dan Kiai Hasan (Pekong, Purbolinggo).
***
Setelah berhasil menemukan tiga kitab itu, Shomad termenung panjang. Banyak yang ia pikirkan. Di antaranya sebuah pertanyaan yang mengganjal urat sarafnya: “Ulama kita terdahulu berlomba-lomba menghasilkan karya sebagai amal bakti dan derma keabadian untuk generasi setelahnya, lalu bagaimana ulama sekarang? Dan di mana posisiku?” Shomad tidak bisa menjawab, hanya tetesan air mata yang tampak di kelopak matanya.
Jakarta, Sabtu 9 Februari 2019
Assalamualaikum…
Minta tolong Akhy, sebutkan semua nama ulama yang punya kitab Arba’in yang Akhy ketahui.
Jazakumullah khairol jaza’.