Sedang Membaca
Santri di Musim Semi Politik
Abdul Mukti Ro’uf
Penulis Kolom

Dosen Filsafat dan Pemikiran Islam IAIN Pontianak. Alumni PP. Darunnajah Jakarta.

Santri di Musim Semi Politik

Mahfud Md Dann Cak Imin Satu Pesawat Ke Yogyakarta 169

Pilpres tahun depan (Februari 2024) akan diikuti oleh dua santri sebagai cawapres: Muhaimin Iskandar dan Mahfud MD. Keduanya telah lama berkarir di panggung politik dan pemerintahan. Sebagai cawapres, keduanya dapat merepresentasikan  wakil agama untuk mendampingi tokoh nasionalis. Komposisi nasionalis-religius adalah komposisi kepemimpinan nasional yang ideal dan historis dari Indonesia itu sendiri. Dalam sejarah Indonesia, nasionalisme dan agama ibarat air dan sungai: menyatu dan mengalir menyertai perjalanan Indonesia.

Pada Pilpres 2019 lalu, hubungan keduanya sempat dipecah secara oposisional dan saling bertegangan untuk tujuan kuasa politik. Yang terjadi bukan hanya polarisasi antar dua kubu. Melainkan terjadi ketegangan dalam internal umat beragama sendiri. Umat Islam yang tidak memilih capres tertentu dianggap lemah kadar keislamannya. Dalam “emosi keagamaan” yang bersifat politis dan sementara itu seseorang atau kelompok mudah bertengkar. Dalam aras sosiologis “masyarakat agama”, ternyata relasi nasionalisme dan agama masih menyisakan bara ketegangan yang sewaktu-waktu bisa terbakar dan atau dibakar.

Fakta ini menggambarkan bahwa “keadaan pengetahuan” masyarakat kita masih memerlukan vitamin pengetahuan untuk memelihara stamina Indonesia sebagai negara yang telah lama kokoh dipayungi Pancasila sebagai nilai bersama kemajemukan. Pelajaran mahal di Pilpres 2019 itu sedikit banyak menyadarkan kita bahwa agama, tepatnya “emoasi keagamaan”, jika tidak dikelola oleh pengetahuan yang benar dan tepat akan terjatuh pada arena politiasasi agama (ta’yis al-dien) yang jauh dari cita-cita dan tujuan besar agama itu sendiri. Karena agama, wabil khusus dalil-dalil agama dapat dan mudah “diperkosa” oleh oknum agamawan yang “berselingkuh’ dengan kekuatan-kekuatan politik dan modal. Sejarah agama-agama di dunia telah banyak mengisahkan tragedi kemanusiaan akibat perselingkuhan ini.

Baca juga:  Nadlan: Ilmu Para Maling

Santri dan Politik

Keterlibatan santri dalam sejarah kemerdekaan adalah inhern bahkan jauh sebelum Indonesia merdeka. Lirik lagu yalal wathon yang dikarang oleh pahlawan nasional  KH. Wahab Chasbullah merupakan lagu perjuangan nasional karena terbukti dapat menyemayamkan cinta tanah air dan nasionalisme kuat di dada para pejuang terutama anak-anak muda saat itu. Sehingga, sejak dulu, perjuangan santri adalah perjuangan nasionalisme yang bernafaskan nilai-nilai budaya Nusantara dan Islam. Ideologi santri adalah ideologi Pancasila. Dengan keteguhannya dalam menjaga empat pilar bernegara dan berbangsa  (Pancasila, NKRI, UUD 1945, dan Bhineka Tunggal Ika) justru menjadikan santri eksis dalam memelihara tujuan beragama (maqasid as-Syari’ah).

Jadi, menegakkan dan menjalankan Pancasila sejatinya menjalankan syariah itu sendiri. Bertauhid, berprikemanusiaan, mengutamakan persatuan, bermusywarah dalam pengambilan keputusan, dan berpikir dan bersikap adil kepada sesama adalah inhern dengan semangat syariah itu sendiri. Maka, jika ada katagorisasi kelompok masyarakat agama di Indonesia dengan kubu “Pancasila” dan kubu “non-Pancasila” menjadi aneh dan ahistoris. Katagorisasi ini hampir dipastikan datang dari barisan pemecah belah bangsa. Atau sekurang-kurangnya datang dari mereka yang belum selesai dalam membaca sejarah Indonesia dan hubungannya dengan agama. Atau bisa jadi datang dari pendatang baru dengan tawaran ideologi usang yang mau dihidupkan kembali.

Baca juga:  Kebingungan Sekulerisme Menghadapi Islam Politik (Habib Rizieq Shihab)

Moderasi Pilpres 2024

Hajatan Pilpres 2024, sekali lagi bukanlah pertandingan antar kekuatan ras, agama, suku, dan golongan. Pilpres adalah siklus demokrasi lima tahunan yang wajar sebagai pergantian kekuasaan biasa. Jika ada ketegangan harus diletakkan sebagai dinamika kontestasi yang lumrah secara rasional dan objektif sebagai implementasi demokrasi. Pilpres di Indonesia harus diletakkan dan dipandu oleh nilai-nilai Pancasila sebagai payung bersama. Para tim sukses, pendukung, dan simpatisan harus memiliki kesadaran bahwa Pilpres adalah “pertandingan persahabatan’ antar sesama anak bangsa. Moderasi Pilpres dengan semangat persahabatan yang menjiwai jati diri orang Indonesia tidak boleh dibajak oleh para “perusuh” baik dari dalam maupun dari luar.

Dalam tiga pasangan capres-cawapres di Pilpres 2024, ada dua sosok santri yang harus mencerminkan secara membumi bagaimana nilai-nilai kesantrian dapat mewarnai perjalanan demokrasi Indonesia terutama di Pilpres mendatang. Budaya santri yang yang terus menggemakan cinta tanah air (hubbul Wathon) harus menjadi spirit dan ekspresi para pengusung dan pendukungnya. Semoga hari Santri yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober akan terus menyalakan jihad santri untuk kejayaan Indonesia.

 

 

 

 

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top