Tepat lima tahun yang lalu, Mc.Ricklefs menerbitkan buku berjudul Mengislamkan Jawa(2013). Buku Ricklefs ini mengurai secara rinci bagaimana islamisasi di tanah jawa dijalankan melalui hibridisasi antara Jawa dan Islam.
Ricklefs menunjukkan contoh cerita bahwa Nabi Muhammad diceritakan mengenakan mahkota emas dari Majapahit. Ricklefs di buku Mengislamkan Jawa mengurai sejarah masuknya Islam semenjak 1930-sekarang.
Di sana, Ricklefs memberikan gambaran cukup rinci mengenai proses islamisasi yang terjadi di masa lampau kemudian berkembang menjadi berbagai kelompok dan organisasi seperti sekarang.
Dalam catatan Ricklefs perkembangan bentuk islamisasi itu mulai merambah pada struktural maupun kultural. Melalui undang-undang dan konstitusi dengan perda syariah, hingga dengan kajian keagamaan purifikasi seperti yang dilakukan oleh MTA misalnya dengan pengajiannya yang menyerukan pada pemurnian kembali ajaran Islam.
Kajian tentang sejarah Islam seolah tak pernah mati. Tahun 2018 kita mendapati kabar gembira dengan terbitnya karya indonesianis Carool Kersten dengan bukunya berjudul Mengislamkan Indonesia (2018). Bila M.C.Ricklefs merinci dan membatasi sejarah islam jawa dari tahun 1930-an, maka Carool Kersten memilih untuk menelisik dan meragukan kembali kemunculan Islam di Indonesia seperti sejarah yang dominan selama ini.
Ia tak lekas percaya sumber-sumber seperti prasasti atau nisan. Ia pun mengajukan pertanyaan substansial berkaitan dengan sejarah islam di Indonesia di masa lampau. Menurutnya ada empat hal yang perlu dijawab diantaranya mengenai waktu, mengenai asal (dari mana), mengenai alasan atau motivasi kedatangan, dan alasan penerimaannya (h.31).
Judul buku : Mengislamkan Indonesia : Sejarah Peradaban Islam di Nusantara
Penulis : Carool Kersten
Penerbit : Baca
Tahun : Januari 2018
Halaman : 318 Halaman
Dari hasil kajian peneliti sebelumnya mengenai Islam di Nusantara, Carool Kersten pun memberikan kesimpulan:
“Konsekuensi paling penting perluasan pengetahuan kita mengenai islamisasi di Asia Tenggara adalah kesadaran bahwa prosesnya tak seragam. Oleh karenanya, penerimaan Islam oleh penduduk Asia Tenggara bukan hasil satu peristiwa perpindahan agama melainkan proses panjang yang masih berlanjut” (h.52).
Ada catatan penting yang ditulis Carool Kersten yang kelak menandai perubahan penting dalam sejarah islam di Indonesia.
Ia menulis, “ Dalam kasus Islam, kedatangan Quran ke Asia Tenggara berpengaruh besar sekali pada budaya Melayu. Efek pengaruhnya ada tiga : memberi kesadaran mengenai pentingnya bahasa. Kedua, merangsang kecenderungan menuju kejernihan bahasa. Ketiga, menimbulkan peralihan dari tradisi sastra lisan ke tulisan”(h.78).
Carool juga mencatat budaya penting yang masih diwariskan sampai sekarang mengenai kebudayaan Islam keraton. Salah satu budaya yang masih berlangsung adalah kebiasaan praktek keramat raja-raja jawa.
Selain itu, budaya Islam di keraton juga ditopang oleh sebuah warisan seperti babad, hingga didikan sufisme melalui praktek keagamaan seperti puasa, ziarah, hingga praktek keagamaan yang condong pada sufisme.
Ketika memasuki era kolonialisme, Islam pun harus berubah sebagai ideologi pembebas. Ia dikenal sebagai Islam sebagai perlawanan. Di era inilah kemudian lahir tokoh-tokoh penting yang kelak memberikan warna dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ada yang menempuh jalur moderat, ada yang menempuh jalur radikal.
Perubahan-perubahan apa saja yang terjadi paska kemerdekaan mengenai Islam di Indonesia? Kemunculan partai politik Islam memberikan dampak signifikan tentang bagaimana cita-cita ideal islam diperjuangkan. Paska kemerdekaan kita melihat gerakan Darul Islam dan juga gerakan separatis daerah yang hendak mengusung islam sebagai sebuah tuntutan kenegaraan. Artinya, Indonesia hendaknya berubah menjadi negara Islam.
Pertentangan dan dinamika mengenai paham demokrasi yang dinilai tak cocok dengan Islam masih ada hingga sekarang. Hanya saja kini usaha ke arah pembentukan “negara Islam”, hingga “khilafah” sudah mulai meredup. Saat ini yang menjadi kekhawatiran justru munculnya perpecahan di kalangan masyarakat bawah.
Selama ini Muhammadiyah dan NU menjadi organisasi garda depan dalam menangkap isu-isu kebangsaan dan persatuan umat. Ada wacana baru untuk membawa suasana dan nuansa Islam ke tahap wacana Islam ala Indonesia. Kersten menulis dua contoh buku berjudul Islam Nusantara dan Islam Kebhinnekaan menjadi kontranarasi terhadap wacana islamis Internasional (h.290).
Gagasan baru buku Carool Kersten terletak pada dekonstruksi mengenai cara pandang kita terhadap sejarah islamisasi di Indonesia. Inilah kekuatan buku ini. Carool Kersten merombak kesimpulan yang baku mengenai sejarah Islam di Indonesia. Ia memandang bahwa sejarah Islam di Indonesia adalah sebuah proses panjang yang belum purna.
Selebihnya, saya rasa Carool Kersten belum berhasil menarik garis merah dan hubungan antara sejarah Islam di masa lampau dengan sekarang. Sebagaimana yang ia sebut di buku ini mengenai peranan tarekat yang ada di masa lampau sampai saat ini. Padahal tarekat ikut membentuk dan mempengaruhi bagaimana raja atau pemimpin kita menjalankan praktik berislam. Atau bagaimana “Islam Jejaring” bermetamorfosis dan ikut berperan dalam mengisi kemerdekaan dan mengembangkan dakwah kulturalnya.
Akhirulkalam, buku ini memberi tantangan kepada kita selaku umat Islam Indonesia untuk lebih kritis memandang sejarahnya ketimbang menerima begitu saja cerita tentang sejarah islam di negeri kita.