Sedang Membaca
Makrifat Realitas Diri atas Langit (1)

Makrifat Realitas Diri atas Langit (1)

Seorang teman bertanya, “Apa tanda makrifat seperti yang mereka isyaratkan itu?” “Kebersamaan hati dengan Allah,” jawab saya. Ia menambahi, “Ya. Tandanya yang lain ialah merasakan kedekatan hati dengan Allah, sehingga dia merasakan amat dekat dengan Allah”.

As-Syibli berkata, “Orang arif tidak mempunyai kaitan, orang yang mencintai tidak mengeluh, hamba tidak boleh mengadu, orang yang takut tidak tetap dan tak seorang pun bisa lari dari Allah.”

Ini merupakan definisi yang sangat bagus, karena makrifat yang benar harus mampu memotong segala kaitan dari hati. Keterkaitannya hanya dengan makrifat tentang Allah, sehingga tidak ada kaitan selainnya. Ahmad bin Ashim berkata, “Siapa yang paling memiliki makrifat tentang Allah, maka dia paling takut kepada-Nya. Hal ini ditunjukkan dalam Alquran:

وَمِنَ النّاسِ وَالدَّوابِّ وَالأَنعامِ مُختَلِفٌ أَلوانُهُ كَذٰلِكَ ۗ إِنَّما يَخشَى اللَّهَ مِن عِبادِهِ العُلَماءُ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزيزٌ غَفورٌ

Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” (QS Faathir: 28).

وَإِذا سَمِعوا ما أُنزِلَ إِلَى الرَّسولِ تَرىٰ أَعيُنَهُم تَفيضُ مِنَ الدَّمعِ مِمّا عَرَفوا مِنَ الحَقِّ ۖ يَقولونَ رَبَّنا آمَنّا فَاكتُبنا مَعَ الشّاهِدينَ

Baca juga:  Lubabah al-Muta'abbidah dari Yerusalem

“Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Alquran) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri), seraya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Quran dan kenabian Muhammad SAW)” (QS Al-Maidah: 83).

Makrifat artinya meliputi sesuatu seperti apa adanya. Saya katakan, bahwa di dalam Alquran terkadang disebutkan lafaz makrifat dan adakalanya disebutkan lafaz ilmu. Lafaz ilmu yang banyak disebutkan di dalam Alquran memiliki batasan yang relatif lebih luas. Allah memilih bagi Dirinya asma Al-Ilmu dan segala kaitannya. Allah mensifati Dirinya dengan Al-Alim, Al-Allam, Alima, Ya’lamu, dan mengabarkan bahwa Dia memiliki ilmu, tanpa menggunakan lafadz makrifat.

Sebagaimana yang sudah diketahui bersama, apa yang dipilih Allah untuk Diri-Nya adalah yang paling sempurna jenis dan maknanya. Lafadz makrifat disebutkan di dalam Alquran berkaitan dengan orang-orang Mukmin dari Ahli Kitab secara khusus, seperti firman-Nya yang disebutkan di atas, yaitu orang-orang yang mendengarkan wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Begitu pula firman-Nya yang lain;

الَّذينَ آتَيناهُمُ الكِتابَ يَعرِفونَهُ كَما يَعرِفونَ أَبناءَهُمُ ۘ الَّذينَ خَسِروا أَنفُسَهُم فَهُم لا يُؤمِنونَ

Baca juga:  Hikmah: Ajalmu Pendek Namun Angan-Anganmu Panjang

Orang-orang yang telah Kami berikan kitab kepadanya, mereka mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Orang-orang yang merugikan dirinya, mereka itu tidak beriman (kepada Allah).” (QS Al-An’am: 20).

Golongan ini lebih menandaskan makrifat daripada ilmu. Bahkan banyak di antara mereka yang sama sekali tidak peduli terhadap ilmu, dan menganggapnya sebagai pemotong dan hijab, tidak seperti makrifat. (Sebab sesuatu yang paling mereka benci adalah ilmu yang benar dan bermanfaat, yang diawali dengan perkataan seseorang, “Allah berfirman….” atau, “Rasulullah bersabda….” yang membuat kedok mereka terbuka adalah ilmu ini. Karena itu mereka menyimpang dari jalan yang biasa dilalui manusia, agar mereka lebih mudah untuk memancing manusia).

Sementara orang-orang yang istiqomah di antara mereka menegaskan nasihat kepada manusia agar mencari dan memperhatikan ilmu. Menurut mereka, wali Allah tidak akan sempurna perwaliannya jika tidak memiliki ilmu. Sebab Allah tidak akan mengambil wali yang bodoh. Karena kebodohan merupakan pangkal segala bid’ah, kesesatan dan kekurangan. Sementara ilmu merupakan dasar segala kebaikan, petunjuk dan kesempurnaan. Ada perbedaan antara ilmu dan ma’rifat dari segi lafaz dan maknanya.

Begitu pula sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Aku adalah orang yang paling memiliki makrifat tentang Allah di antara kalian dan akulah yang paling takut kepada-Nya.” Ada pula yang berkata, “Siapa yang memiliki ma’rifat tentang Allah, maka hidupnya menjadi jernih dan tenang, segala sesuatu takut kepadanya, tidak takut kepada semua makhluk dan merasakan kejinakan di sisi Allah’.

Baca juga:  Hamzah Fansuri, Nuruddin ar-Raniri, dan Tasawuf yang Tertindas

Yang lain lagi berkata, “Siapa yang memiliki makrifat tentang Allah, maka dia merasa senang kepada Allah, senang kepada kematian dan semuanya senang kepadanya. Sementara siapa yang tidak memiliki makrifat tentang Allah merasa rugi karena tidak mendapatkan dunia. Siapa yang memiliki makrifat tentang Allah tidak menyisakan kesenangan kepada selain-Nya. Siapa yang membual memiliki makrifat tentang Allah, padahal dia menghendaki selain-Nya, maka kesenangannya itu mendustakan makrifatnya.

Siapa yang memiliki makrifat tentang Allah, maka Allah mencintainya, tergantung dari kadar makrifatnya, lalu dia takut, berharap dan tawakal kepada-Nya, merindukan perjumpaan dengan-Nya, malu kepada-Nya, mengagungkan dan memuliakan-Nya. Di antara tanda orang arif ialah hatinya bisa menjadi cermin saat melihat hal gaib yang mengajak kepada iman. Seberapa jauh kejernihan cermin itu, maka sejauh itu pula dia bisa melihat Allah, hari akhirat, surga dan neraka, para malaikat dan rasul”.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
2
Ingin Tahu
1
Senang
2
Terhibur
0
Terinspirasi
3
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top