Sedang Membaca
Umat Islam dan Vaksin
Amrullah Hakim
Penulis Kolom

Pekerja Migas/listrik dan penikmat kisah-kisah sufistik, tinggal di Jakarta

Umat Islam dan Vaksin

Ikhtiar manusia untuk hidup lama dan sehat supaya bisa memberi manfaat bagi sesama dan melanjutkan kemajuan bagi peradaban tidaklah pernah berhenti. Dari zaman telanjang menuju zaman berpakaian, dari zaman kawin incest menuju perkawinan yang lebih beradab, dari zaman batu ke zaman besi, dari zaman pra sejarah menuju zaman sejarah, dan seterusnya.

Salah satu kemajuan yang wajib kita syukuri adalah di bidang kedokteran, medis. Manusia terus berusaha menemukan cara untuk bertahan hidup dari ancaman penyakit.

Dalam daftar penemuan yang bisa menyelamatkan jiwa, kita bisa melihat peran vaksin berada di peringkat atas. Tercatat di Amerika, lebih dari 700.000 anak yang lahir dalam dua puluh lima tahun terakhir terhindar dari kematian dini karena vaksinasi.

Sebaliknya ternyata di Eropa, tingkat vaksinasi anak menurun, sehingga penyakit yang hampir menghilang muncul kembali, misalnya campak. (Baca tulisan menarik: Sejarah SIngkat Makanan Muslim)

Hasil perhitungan WHO terhadap kasus campak di Eropa pada 20 Agustus lalu, menunjukkan bahwa jumlah orang yang terkena penyakit campak dalam enam bulan pertama tahun 2018 melebihi total tahunan dalam lima tahun terakhir.

Sekitar setengah dari 41.000 kasus tahun ini berada di Ukraina. Tingkat infeksi juga melonjak di Serbia, Yunani, dan Georgia. Dalam beberapa tahun terakhir wabah besar terjadi di Italia, Rumania, Prancis dan Jerman. Kenapa ini terjadi?

Baca juga:  Di Antara Jokowi dan Probowo, Siapa yang Berani Bangun Hubungan Diplomatik dengan Israel?

Jawabannya adalah tingkat vaksinasi yang menurun. Ternyata pada dekade terakhir, tingkat vaksinasi campak di beberapa negara Eropa lebih rendah daripada di beberapa bagian Afrika. (Baca: Delapan Penemuan Penting dari Rahim Peradaban Islam)

Penyebabnya bermacam-macam, pertama adalah kekurangan persediaan vaksin, misalnya vaksin MMR (yang melindungi terhadap campak, gondong dan rubella).

Kedua, kepercayaan bahwa vaksin itu tidak aman ataupun tidak berguna, misalnya vaksin MR yang dikaitkan dengan autism dan ketakutan jika pemberian beberapa vaksin dilakukan bersamaan akan menimbulkan efek kesehatan yang lain karena si anak akan kelebihan beban vaksin.

Ketiga, adanya keyakinan bahwa pemberian vaksin itu mengganggu kehendak Tuhan. (Baca: Al-Azhar, Napoleon, dan Kedokteran)

Masyarakat Indonesia bisa belajar dari fakta-fakta ini untuk memilih mana yang akan diprioritaskan. Kesehatan dan panjang umur ataukah kepercayaan untuk menyerahkan kesehatan kepada kehendak Tuhan.

Terkait vaksin kita memang bisa melontarkan kritik, misalnya karena monopoli pasar, efek samping, transparansi, hingga harga vaksin. Tapi kritisisme yang berdasar pada konservatifisme agama, sudah tidak layak dipertahankan, apalagi hanya bersyak wasangka.

Dalam kaitan penemuan-penemuan ilmu pengetahuan, dalam hal ini kedokteran, umat Islam harus mengedepankan rasionalitas, logika, bukan, sekali lagi, konservatifisme tak berdasar, apalagi syak wasangka. Kenapa? (Baca: Penemu Peta dan Bola Dunia)

Baca juga:  SARS-CoV-2 sebagai Senjata Biologi?

Karena kita tak hanya perlu sehat, tapi juga perlu terus berikhtiar melanjutkan kemajuan-kemajuan untuk kemaslahatan dunia. Lebih-lebih, ulama kita zaman dahulu memiliki sumbangsih besar pada dasar-dasar ilmu pengetahuan, tak terkecuali di bidang kedokteran.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top