Sedang Membaca
“Nashoihul Khottotin”, Wejangan Bagi Para Kaligrafer
Amin Nurhakim
Penulis Kolom

Mahasantri di Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences, Tangerang Selatan. Peserta program Micro Credential (2024) Chicago, Amerika Serikat, Beasiswa non-Degree Dana Abadi Pesantren Kementrian Agama (Kemenag) berkolaborasi dengan LPDP dan Lembaga Pendidikan di Chicago selama dua bulan.

“Nashoihul Khottotin”, Wejangan Bagi Para Kaligrafer

Kaligrafi adalah seni menulis indah yang sudah dikenal ribuan abad silam. Menilik etimologinya, kaligrafi berasal dari bahasa Yunani yaitu kalios yang berarti indah dan grafhia yang berarti coretan atau tulisan. Orang Arab biasa menyebut kaligrafi dengan khoth.

Definisi yang terdapat dalam kitab Asy-Syafiyah dan Jam’u Al-Jawami’ menyebutkan bahwa khot adalah menggambar lafal dengan skema huruf Hijaiyah, dengan perkiraan permulaan dan pemberhentiannya.

Adapun Samsyuddin Al-Akfani dalam kitab Al-Qashid ila Asma Al-Maqoshid memberikan definisi ilmu khot sebagai ilmu yang memperkenalkan bentuk-bentuk huruf tunggal, penempatannya, dan cara merangkainya menjadi tulisan atau apa yang ditulis dalam baris kalimat. Selain itu juga bagaimana cara menulisnya (bentuk huruf tunggal), menentukan kalimat yang perlu ditulis, serta mengubah ejaan, sehingga menjadikan sesuatu yang indah.

Agama Islam memiliki beberapa kesenian yang khas, salah satunya adalah kaligrafi. Selain indah dilihat, kaligrafi pun mampu menjadi syiar tersendiri bagi perkembangan peradaban yang kaya akan budaya dan seni.

Seni diciptakan tidak sekadar memuaskan indera mata. Banyak makna yang dapat diambil darinya, termasuk ketika membuatnya. Dalam seni  musik terbangan atau akrab disebut hadroh, misalnya, terdapat makna-makna penghayatan tersendiri seperti bunyi tak untuk membangunkan jiwa yang tertidur dan bunyi dung untuk memanggil hati kepada sang maha pencipta. Begitu pun kaligrafi. Ia memiliki penghayatan tertentu, bahkan seorang kaligrafer mesti memiliki adab dan etika.

Baca juga:  Memulai Lagi Berkaligrafi dengan Huruf "Nun"

Etika

Satu kitab yang menerangkan etika seorang kaligrafer adalah Majmu’at Al-Mawa’idz min ‘Anwa’ Al-Mashadir fii Nashoihul Al-Khottotin (kumpulan nasihat bagi penulis kaligrafi) yang dihimpun oleh H. Didin Sirajuddin AR.

Didin Sirajuddin dikenal sebagai ahli kaligrafi dari Nusantara yang telah memenangkan sejumlah perlombaan menulis indah. Selain itu Didin juga mendirikan sebuah pesantren khusus kaligrafi yang terletak di Sukabumi, Jawa Barat. Nama pesantren itu adalah Lemka, singkatan dari lembaga kaligrafi. Dengan pesantren inilah terlahir generasi-generasi yang mumpuni dalam mengolah seni tulis.

Kitab Nashoih Al-Khottotin mirip dengan kitab turats yang biasa dikaji di pesantren. Kitab itu disusun menggunakan bahasa Arab dan dihimpun dari beberapa sumber kitab, diantaranya Kaif Nu’allim Al-Khot Al-‘Aroby karya Ma’ruf Zariq, At-Tibyan fii Adab Hamalatil Quran  karangan Imam Nawawi, Ushul Al-Khot Al-‘Aroby karya Kamil Salman Al-Jabury, Al-Lauhat Al-Khotiyyah fii Fann Al-Islamy karya Muhammad bin Sa’id Syarify, Tarikh Al-Khot Al-‘Aroby wa A’lam Al-Khottotin karya Ahmad Shobry Mahmud, dan Ruh Al-Khot Al-‘Aroby karya Kamil Al-Baba.

Dalam kitab Nashoih Al-Khottotin disebutkan tiga karakter khot dari segi ilmu, disipilin ilmu, dan filsafat. Karakter khot sebagai ilmu, karena ia bersandar pada dasar-dasar yang tetap dan kaidah-kaidah yang detail, dan bersandar pada timbangan yang disusun oleh orang terdahulu. Kaidah-kaidah yang telah disusun ini adalah kaidah umum yang mana tak ada perbedaan sama sekali diantara satu kaligrafer dengan kaligrafer lainnya.

Baca juga:  Wajah yang Haram Ditampakkan

Khot disebut sebagai disiplin ilmu, karena inti pokok pembahasannya adalah keindahan dalam tabirnya, dengan kesengajaan dan bertujuan kepada keindahan itu, sebagaimana dituntutnya kesiapan artistik yang bekerja pada detailnya perhatian, kemampuan dan perencanaan. Kemudian disebut sebagai salah satu disiplin ilmu sebab ia butuh kepada latihan yang lama dan praktek yang terus menerus.

Setiap ragam khot memiliki falsafah khas. Seperti dalam model  khot kufi,  yang konon ditulis pada masa jahiliah, karakternya lurus dan kaku, menggambarkan kerasnya kehidupan masa jahiliah dahulu kala.

Kekhasan model khot tsulutsi   dapat dilihat dari lengkungan pada huruf dan keindahan pada bentuknya, selaras dengan kehidupan Abbasiyah yang kompleks serta peradabannya yang cemerlang. Pada khot riq’ah dan diwani yang berkembang pada masa Dinasti Utsmani, dapat dicermati kebutuhan yang sangat urgen saat itu, seperti kejelasan dan kecepatan.

Dalam kitab Nashoih Al-Khottotin juga disebutkan beberapa tujuan penulisan kaligrafi, yakni untuk pengajaran, pendidikan, estetis, praktik, dan perolehan materi. Energi para kaligrafer sangatlah baik jika diarahkan kemanfaatan kaligrafi itu serta tujuan materi.

Sebagaimana seorang penyair berkata:
تعلم قوام الخط يا ذا التأديب # فما الخط إلا زينة المتأدب
فإن كنت ذا مال، فخطك وافر # وإن كنت محتاجا فأفضل مكتسب

Baca juga:  Kiai dan Kaligrafi

Pelajarilah trik kaligrafi wahai orang yang berpendidikan # Maka tidaklah kaligrafi itu kecuali ia adalah hiasan bagi orang yang berpendidikan.
Jika engkau mempunyai harta, maka tulisanmu itu lebih # dan jika engkau orang yang membutuhkan (harta), maka kaligrafi adalah paling utamanya sumber usaha.

Dari kitab ini kita dapat memahami bahwa kaligrafi tak hanya kesenian semata. Terdapat nasihat penting mesti dilakoni oleh orang yang hendak mendalami seni itu. Mari resapi satu wejangan ini, “Wahai para pembawa ilmu, amalkanlah ilmu kalian, sesungguhnya seorang alim adalah ia yang mengamalkan apa yang ia ketahui sehingga antara ilmu dan amalnya selaras”.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top