Sedang Membaca
Manuskrip Syeh Anom dan Jejak Pengaruh Kesultanan Demak
Ali Romdhoni
Penulis Kolom

Dosen Universitas Wahid Hasyim Semarang

Manuskrip Syeh Anom dan Jejak Pengaruh Kesultanan Demak

Dari catatan sejarah, kita hanya ada sedikit yang mengabarkan pengaruh kesultanan Demak Bintara di wilayah barat daya Pulau Jawa, seperti Banyumas, Cilacap, Kebumen, Banjarnegara, dan Purbalingga.

Berbeda halnya dengan kota-kota di bagian utaranya (pesisir), seperti Pemalang, Cirebon, hingga Banten, bahkan Palembang yang memiliki kedekatan sejarah dengan Demak. Mungkin karena daerah Banyumasan dan sekitarnya berada di pedalaman.

Tetapi, tidak juga. Studi tentang sebaran kadipaten yang berada di bawah panji-panji kesultanan Demak Bintara menyebutkan, wilayah kekuasaan kerajaan yang dibangun Raden Fatah itu membentang dari Pulau Lombok, Bali, Jawa, Kalimantan, hingga Sumatera. Para pangeran dan kerabat dekat Demak Bintara sendiri ada di hampir setiap kota penting di bekas wilayah kerajaan Majapahit dan sebagian bekas wilayah kerajaan Pajajaran.

Sebuah hasil laporan penelitian tentang relasi Demak Bintara dan penguasa di Kalimantan selatan, misalnya, menyebutkan, seorang pangeran dari kerajaan Negara Daha (1478-1526) di Banjarmasin dikabarkan telah meminta bantuan bala tentara kepada Sultan Trenggana (w. 1546 M) di Demak. Penyebabnya, ia terlibat perseteruan dalam memperebutkan tahta sang kakek (Khairuzzaini, 2011).

Dikisahkan, Maharaja Sukarama dari Negara Daha berwasiat agar tahta kerajaan diduduki oleh cucunya, Pangeran Samudera. Wasiat tersebut ditentang oleh anak-anaknya yang lain. Perselisihan tidak bisa dihindarkan. Pangeran Samudera kemudian meninggalkan istana. Dengan dibantu oleh beberapa orang penting istana, ia mendirikan kerajaan baru.

Baca juga:  Keturunan Tashi Dalam Penyebaran Islam

Setelah merasa cukup kuat, Pangeran Samudera mengatur siasat untuk mengambil alih tahta. Agar bisa memenangkan peperangan, Pangeran Samudera meminta bantuan kerajaan Demak. Bersama pasukan yang dikirm Sultan Trenggana, Pangeran Samudera akhirnya berhasil mengambil alih tahta sang kakek.

Kesultanan Demak juga memiliki hubungan kekerabatan dengan kesultanan di Pasai, Aceh Utara. Salah seorang panglima Demak adalah pangeran muda dari kerajaan Pasai yang juga menantu raja Trenggana.

Pemuda itu bernama Fatahillah (Graaf, 2001). Sementara Maulana Hasanuddin, putera Sunan Gunung Jati merupakan kerabat Sultan Trenggana yang kelak menurunkan raja-raja Banten.

Pada masa Sultan Trenggana pula, Demak telah berhasil merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran dan menghalau serdadu Portugis yang bermaksud mendarat di sana (1527).

Demak juga menaklukkan hampir seluruh tanah Pasundan (1528-1540) serta wilayah-wilayah bekas Majapahit seperti Tuban (1527), Madura (1528), Madiun (1529), Surabaya dan Pasuruan (1527-1529), Kediri (1529), Malang (1529-1545), dan Blambangan (1529-1546).

Pasir Luhur dan Syeh Anom: Kerabat Demak di Wilayah Barat Daya Jawa

Di luar narasi sejarah bentangan wilayah kesultanan Demak Bintara di atas, terdapat berita mengenai keberadaan kerajaan-kerajaan kecil (kadipaten) di wilayah barat daya Pulau Jawa yang juga pernah menjadi bagian dari Demak. Salah satunya adalah kadipaten Pasir Luhur yang identik dengan cerita Kamandaka (Lutung Kasarung) dan Dewi Ciptarasa.

Baca juga:  Baghdad: Kota Intelektual dan Kebangkitan Islam

Sebelum kesultanan Demak berdiri, kerajaan Pasir Luhur termasuk bagian dari kerajaan Pajajaran. Namun seiring dengan perkembangan politik, Pasir Luhur menyatakan menjadi bagian dari kekuasaan kesultanan Demak, tepatnya pada masa pemerintahan Sultan Trenggana.

Kala itu Adipati Pasir Luhur dipercaya sebagai Panglima Perang dan menjaga kedaulatan kesultanan Demak di wilayah Karawang, Gunung Sumbing, hingga Wonosobo. Adipati Pasir Luhur mendapat gelar sebagai Pangeran Senopati Mangkubumi.

Belum ada studi tentang peran penting Pasir Luhur, terutama dalam hubungannya dengan kesultanan Demak. Jejak bekas pusat pemerintahan kadipaten Pasir Luhur kini ada di desa Tamansari, Banyumas.

Selain Pasir Luhur di Banyumas, jejak pengaruh kesultanan Demak di wilayah barat daya pulau Jawa juga ditandai dengan keberadaan Pangeran Anom Sidakersa atau Syeh Anom Sidakersa di Wadas, Kebumen.

Dari manuskrip Syeh Anom (ditulis tahun 1177 H. atau kemungkinan lain tahun 1277 H) diketahui, Syeh Anom merupakan cucu Sunan Prawata atau Pangeran Hadi Mu’min, raja ke-4 kesultanan Demak Bintara (bertahta 1546-1547 M). Dengan demikian, Syeh Anom juga keturunan dari pendiri Demak Bintara, Raden Fatah (bertahta 1475-1518).

Syeh Anom adalah putra Pangeran Sudarma. Pangeran Sudarma anak Pangeran Kediri (Raden Wirasoma; Wirasmara). Pangeran Kediri anak Sunan Prawoto.

Dari paragraf-paragraf di atas bisa dipahami, pengaruh kesultanan Demak di wilayah barat daya Pulau Jawa, seperti Banyumas, Cilacap, Kebumen, Banjarnegara, dan Purbalingga cukup kuat. Hal ini dibuktikan dengan keberadaan kadipaten Pasir Luhur yang menjadi bagian dari Demak serta berdiamnya salah seorang kerabat dekat Demak, Pangeran Anom Sidakarsa di Wadas, Kebumen.

Baca juga:  Sedikit Perdebatan tentang Yahudi, Kristen, dan Islam

Mengkaji peta sebaran dan pengaruh kesultanan Demak di wilayah-wilayah penting di Nusantara, seperti halnya di wilayah barat daya pulau Jawa, akan bisa menunjukkan peran dan fungsi kesultanan Demak sebagai pewaris dan penerus pemerintahan kerajaan Majapahit. Hal ini perlu dilakukan, mengingat literatur yang mengkaji kesultanan Demak masih terbatas. Wallahu a’lam. (aa)

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
1
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top