Selama ini kita mengenal sosok waliyullah (kekasih Allah) hanya dari aspek kisah lelakunya yang khawariqul adah (berbeda dari sewajarnya), padahal seorang wali juga memiliki latar belakang sebagai ahlul ilmi atau ulama’ yang terkadang hal tersebut jarang sekali ditonjolkan kepada masyarakat awam. Seperti Syaikhona Kholi Bangkalan yang memiliki keluasan ilmu di bidang alat, atau Syaikh Arsyad Al Banjari yang memiliki keluasan ilmu di bidang falakiyah (astronomi).
Dalam prolog buku “Percik – Percik Keteladanan Kiai Hamid Pasuruan”, KH. Ahmad Musthofa Bisri atau kerap disapa dengan Gus Mus memaparkan bahwa banyak dari kalangan awam seperti kita yang terlalu mengkultuskan seorang Wali dengan berbagai kisah karomahnya tanpa tahu proses sebelum ia dikukuhkan sebagai seorang Waliyullah. Begitupun dengan sosok KH. Abdul Majid, Pendiri Pondok Pesantren Mamba’ul Huda, Desa Krasak, Kecamatan Tegalsari, Banyuwangi yang mana asal beliau dari Kulon Progo, Jogjakarta. Kita masyhur dengan salah satu kisah keramat Beliau dimana KH. Abdul Majid Krasak pulang kampung ke Jogjakarta dengan jarak tempuh 45 KM dan itu Beliau lakukan dengan berjalan kaki bersama 5 orang pengikutnya tanpa merasa kecapekan.
Di balik kisah karomahnya tersebut, KH. Abdul Majid memiliki keistiqomahan mengajar ngaji dengan para santri dan melakukan dakwah secara door to door kepada warga sekitar. Selain mengajarkan Al-Qur’an dan kitab ulama’ salaf, KH. Abdul Majid juga mengajarkan kepada masyarakat dan para santri perihal tata cara shalat yang benar. Uniknya, sebelum pelaksanaan shalat dimulai, KH. Abdul Majid seringkali membaca syahadat dan istighfar terlebih dahulu. Tata cara pelaksanaan shalat ini yang mulanya hanya terdokumentasi dalam beberapa suhuf / lembaran di kemudian hari dibukukan menjadi sebuah kitab Fasholatan oleh putra beliau, KH. Umaruddin Majid.
Dalam kitab Fasholatan tersebut, KH. Umaruddin Majid menambahkan beberapa bab pembahasan yang masih ada kaitannya dengan prosesi ibadah shalat, seperti bab thaharah, tayamum, hal-hal yang membatalkan wudhu, hal-hal yang membatalkan tayamum, wirid-wirid yang dibaca seusai shalat, dan ditutup dengan beberapa ijazah do’a yang bersumber dari abah Kiai Umar, yakni Almagfurllah KH. Abdul Majid. Kitab Fasholatan yang selesai disusun pada tanggal 16 Dzulqo’dah 1405 H / 03 Agustus 1985 ini diharapkan dapat memperkaya khazanah turots Ulama Nusantara di bidang ubudiyah. Terlebih menjadi kebanggaan masyarakat Banyuwangi yang selama ini hanya mengenal KH. Abdul Majid sebagai sosok Waliyullah Abdal yang terkenal akan kisah karomahnya. Wallahu A’lam Bisshowwab…