Sedang Membaca
Lailatul Qadar dalam Al-Quran (3/3)
Ahmad Nurul Huda
Penulis Kolom

Alumni Pesantren Krapyak, Jogjakarta. Meminati dunia pendidikan dan kajian tafsir. Sekarang guru di Guru MTs Amal Muslimin Bantrung Jepara, Jawa Tengah.

Lailatul Qadar dalam Al-Quran (3/3)

Malam Berbintang

Di dalam  Al-Qur’an ada ayat lain atau surah yang menjelaskan tentang Lailtul Qadar, di samping surat al-Qadar itu sendiri. Ayat tersebut ada pada ada surah ad-Dlukhan terdapat pada ayat 3-6:

 

إِنَّآ أَنزَلۡنَٰهُ فِي لَيۡلَةٖ مُّبَٰرَكَةٍۚ  إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ (٣ ) فِيهَا يُفۡرَقُ كُلُّ أَمۡرٍ حَكِيمٍ (٤)أَمۡرٗا  مِّنۡ عِندِنَآۚ إِنَّا كُنَّا مُرۡسِلِينَ(٥) رَحۡمَةٗ مِّن رَّبِّكَۚ إِنَّهُۥ هُوَ  ٱلسَّمِيعُ ٱلۡعَلِيمُ ٦

Artinya: Sesungguhnya kami (Allah) menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya kami (Allah)-lah yang memberi peringatan(3) pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah (4) yaitu urusan yang besar dari sisi kami. Sesungguhnya kami (Allah) adalah yang mengutus rasul-rasul (5) sebagai rahmat dari Tuhanmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (6)

Di dalam ayat tersebut segala sesuatu yang bijak yang penuh hikmah dan kebijakan sebagai rahmat dari Allah Swt. Sebetulnya  agak mirip dengan yang terkandung dalam surah al-Qadar. Jika di dalam surah al-Qadar turunya Al-Qur’an sebagai wahyu pertama diiringi sekian malaikat, maka di dalam surat al-dlukhan ini juga diterangkan dengan lafadz  إِنَّا كُنَّا مُرۡسِلِينَ  “Sesungguhnya kami adalah yang mengutus rasul-rasul”

Di surah al-Qodar dijelaskan, بِإِذۡنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمۡر  “ dengan izin Tuhanya untuk mengatur segala urusan” di surah al-Dlukhan juga ada ayat أَمۡرٗا  مِّنۡ عِندِنَآۚ “ urusan yang besar dari sisi kami” di surah al-Qodar ada ayat  سَلَٰمٌ هِيَ “malam itu penuh kesejahteraan

Di surah al-Dlukhan juga jelaskan رَحۡمَةٗ مِّن رَّبِّكَۚ “Sebagai rahmat dari Tuhanmu”, hal ini kemudian dipertegas dengan ayat lain  pada surah al-Ambiya ayat  107 :

وَمَآ أَرۡسَلۡنَٰكَ إِلَّا رَحۡمَةٗ لِّلۡعَٰلَمِينَ  ١٠٧ “ Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.

Rahmat kepada alam semesta, kasih sayang kepada alam semesta. Maka para ulama memberikan ciri-ciri turunnya malam  Lailatul Qadar. Dengan ciri malam hening, tenang, cahaya redup tapi tajam, hati umat manusia terasa tenang, sejuk,  khyusuk dan lain sebagainya. Mengapa demikian, karena rahmat Allah Swt turun bersama para malaikat. Hal itu tidak lain dan tidak bukan karena junjungan kita Nabi Muahmamd saw diangkat oleh Allah Swt menjadi Nabiyurrahmah, yaitudiutus menjadi nabi yang memberikan rahmat bagi alam semesta.

Baca juga:  "Jene-jene Sappara", Upacara Adat yang Mengajak Bergotong-royong, Bersatu, dan Bertawakal

Kita bisa mengetahui bahwa risalah Nabi Muhammad saw, ketika turunnya Al-Qur’an diiringi atau bersama sekian ribu malaikat, dan hal itu mampu membuat makhluk jagat raya menjadi tenang, Bagaimana dengan kita? Ketika turunnya Al-Qur’an alam semesta hanya  dilewati, tetapi gambarannya alam menjadi tenang. Bagaimana dengan kita yang bukan hanya dilewati, tetapi kita diminta untuk membuka paket itu, membaca, mengamalkan, mendalami, menafsiri paket itu. Dengan demikian seharusnya kita  jauh lebih khusyuk, lebih tenang, jauh lebih syahdu daripada alam semesta. Bukan hanya perasaan kita, karena perasaan muncul karena dilewati oleh turunyarahmat.

Ketenangan hasur masuk ke dalam sanubari. Karena Lailatul Qadar itu adalah saksi Al-Quran merupakan rahmat Allah Swt yang  diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw kemudian disampaikan kepada manusia. Kita tidak sekadar dilewati, tetapi diberi disuruh membaca, menafsiri, memahami Al-Quran, mestinya jauh lebih khusyuk, jauh lebih tawaduk.

Pertanyaan selanjutnya kalau kita baca surah al-Qadar إِنَّآ أَنزَلۡنَٰهُ فِي لَيۡلَةِ ٱلۡقَدۡر barangkali yang ada di benak kita dipikiran kita adalah bahwa cerita keistimewaan Lailatul Qadar selesai pada saat dimana Rasulullah saw pertama kali mendapatkan wahyu, tetapi ternyata tidak.

Nabi saw bersabda dengan bercerita tentang umat dahulu yang memiliki usia ratusan tahun, dan digunakan untuk beribadah mendekatkan diri kepada Allah, Rasulullah saw takjub, sehingga merasa iri betapa enaknya umat dahulu usianya panjang dan digunakan untuk beribadah padahalanya banyak, Sedangkan umatku umur antara 60- 70 tahun sedikit untuk beribadah.

Baca juga:  Gerakan Islam di Tanah Banjar

Akhirnya Allah Swt memberikan keistimewaan, yaitu Lailitul Qadar. Dengan kata lain Lailatul Qadar yang pada mulanya adalah keistimewaan karena pada saat ayat pertama diturunkan kepda Nabi Muhammad saw ternyata rahmat dan berkahnya juga diberikan ke umat Nabi Muhammad saw di tahun-tahun berikutnya. Keistimewaan itu tidak berhenti pada sat itu saja, pada saat wahyu pertama kali turun.

Kemudian Nabi saw bersabda: “Carilah malam Lailatul Qadar disepuluh hari terahit pada bulan Ramadan, atau di malam ganjil di bulan Ramdan. Ini menjelaskan bahwa Lailatul Qadar tidak berhenti di saat Nabi Muhamad saw mendapatkan wahyu pertama kali, tetapi Lailatul Qadar terus berlangsung dan terus diberikan oleh Allah Swt kepada umat Islam ila yaumil kiamah. Insya Allah Lailatul Qadar akan senantiasa ada.

Pertanyaan selanjutnya: kenapa Lailatul Qadar dirahasiakan?

Berbagai pendapat ulama tentang turunya Lailatul Qadar pada bulan Ramadan ada yang berpendat tiap malam 27 Ramadan, ada yang berpendapat malam-malam ganjil sepertiga akhir Ramadan. Dirahasiakannya Lailatul Qadar sebetulnya bukan hal baru, bukan hal aneh dari apa yang kita pelajari di dalam Agama Islam.

Seringnya Allah Swt merahasiakan hal-hal lain, mislanya Allah Swt. merahasiakan rida-Nya dari ketaatan-ketaatan yang dilakukan oleh hamba-Nya. Ketaaan yang kita lakukan belum tentu Allah Swt rida. Bukan karena banyaknya amal ibadah yang kita lakukan yang menyebabkan perbuatan tersebut diridai Allah Swt. Bisa jadi amal perbuatan yang remeh menurut pandangan kebanyakan manusia, bisa jadi perbuatan itu yang menyebabkan Allah Swt rida. Karena ada rida yang disembunyikan Allah Swt dari ketaatan yang kita lakukan , maka upaya kita tidak memilih ketaatan sesuai itung-itungan kita.

Baca juga:  Ngaji Suluk Wujil Sunan Bonang: Wong Jowo Kudu Njawani

Demikan juga Lailatul Qadar, misalnya ada pada sepuluh hari akhir dan hal itu disembunyikan, supaya kita tidak  memilih malam tidak memilih hari, saat kita giat beribadah, tidak boleh memilih-milih ibadah, tetapi bagaimana pada sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadan, kita gunakan sebaik-baiknya. Itulah mengapa Allah merahasiakan malam Lailatul Qadar.

Keterangan Imam Thabari bahwa Lailatul Qadar jatuh pada tanggal 24 Ramadan, padahal kita tahu tangal 24  itu bilangan genap. Sebagaimana turunya wahyu pada nabi-nabi sebelum nabi Muhammad saw. Contohnya suhuf Nabi ibrahim AS turunnya pada awal Ramadan. Kitab Taurat turun pada tanggal 6 Ramadan. Kitab Zabur turun tanggal 12 Ramadan. Kitab Injil turun pada 18 Ramadan. Al-Qur’an turun pada tanggal 24 Ramadan.

Dengan demikian Lailatul Qadar tidak harus ada di malam ganjil, bisa jadi di malam tanggal yang genap. Semua serba mungkin,  semua itu kita harus memanfaatkan ramadan sejak malam pertaman sampai malam terkahir bulan ramadan dengan cara kita isi ibadah tanpa pilih hari atau malam. Harus terus kita memperbanyak ibadah.

 

Referensi

  1. Al-Qur’an karim
  2. Al- Ahidits an-Nabawiyah
  3. Tanwirul Qulub karya Syeikh Muhammad Amin al-Kurdi
  4. Al-Bidayah fit-Tafsir al-Maudhui, karyaDr. Abd Hay al-Farmawi
  5. Al-Iqtishad fil i’tiqad karya imam ghazali
  6. Tafsir Ruhul Ma’ani karya Al-Alusi
  7. Tafsir al-Kabir Karya ar-Razi
Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top