Sedang Membaca
Genealogi Syair Tombo Ati: Sanad Keilmuan antara Sunan Bonang dan Syekh Zainuddin Al-Malibari

Pengajar di Pesantren Darul Falah Besongo Semarang dan Dosen Fak. Ushuluddin dan Humaniora UIN Walisongo Semarang.

Genealogi Syair Tombo Ati: Sanad Keilmuan antara Sunan Bonang dan Syekh Zainuddin Al-Malibari

Sunan Bonang

Syair Tombo Ati merupakan untaian bait syair yang penuh dengan nilai-nilai spiritual keagamaan. Tombo Ati atau obat hati ini berisi tentang lima ajaran Islam yang sepatutnya diamalkan dengan baik oleh umat Islam sebagai wasilah menghadirkan kedamaian diri dan kematangan spiritual. Kelima ajaran tersebut adalah membaca sekaligus memahami makna Alqur’an, mendirikan salat malam (bertahajud), berkumpul dengan orang sholeh, memperbanyak puasa sunnah, dan terus-menerus berzikir kepada Allah.

Syair yang tidak asing bagi telinga masyarakat Nusantara ini, hingga saat ini masih sering dilantunkan di berbagai surau dan masjid sebagai pujian-pujian setelah azan dikumandangkan. Syair ini dikenal luas sebagai salah satu karya Sayyid Maulana Mahdum Ibrahim atau Sunan Bonang.

Meski demikian, menurut Alvin Nur Choironi dalam artikelnya yang dimuat di islami.co tertanggal 21 Januari 2019, dinyatakan bahwa konsep Tombo Ati sudah muncul sejak Abad ke-3 Hijriyah dan disampaikan oleh seorang sufi masyhur, yaitu Syekh Ibrahim al-Khawwash (w. 291 H.) meski dengan urutan yang berbeda. Konsep Tombo Ati Syekh Ibrahim al-Khawwas tersebut dapat ditemukan di Kitab Hilyatul Aulia karya Abu Nuaim al-Asfihani (w. 430 H.) dan dikutip ulang oleh Imam Nawawi (w. 676 H.) dalam kitabnya al-Adzkar.

Asyiknya lagi, gubahan Tombo Ati ala Ibrahim al-Khawash ternyata tidak hanya dilakukan oleh Sunan Bonang saja, tetapi juga dilakukan oleh seorang ulama besar yang berasal dari Malabar India. Beliau adalah Syekh Zainuddin bin Ali al-Fanani al-Malibari. Syekh Zainuddin ini merupakan kakek dari pengarang kitab Fathul Mu’in, yaitu Syekh Zainuddin bin Muhammad al-Ghazali bin Zainuddin bin Ali al-Ma’bari al-Malibari al-Fanani. Untuk membedakan nama yang sama antara cucu dan kakek, para ulama menyebut Zainuddin al-Awwal untuk nama sang kakek dan Zainuddin al-Tsani untuk nama sang cucu.

Baca juga:  Keputusan Munas NU Terkait Istilah Kafir: Cacat Logika atau....?

Kualitas keulamaan Syekh Zainuddin al-Awwal tidak kalah hebatnya dengan cucunya sendiri, sang pengarang Fathul Mu’in. Syekh Zainuddin al-Awwal merupakan tokoh penting yang menyiarkan agama Islam di India pada abad ke-9 H. khususnya di kawasan Ponan Malabar, sekarang masuk dalam wilayah Kerala India.

Syekh Zainuddin al-Awwal adalah generasi pertama dari anak-anak Malabar yang belajar ke Haramain dan al-Azhar Mesir. Beliau merupakan salah satu murid langsung dari Imam Jalaluddin al-Suyuthi (w. 911 H.) dan Imam as-Sakhawi (w. 902 H.). Karena kemasyhuran akan kealiman Syekh Zainuddin al-Awwal ini, banyak sekali santri yang datang, baik dari kawasan timur (Nusantara) maupun barat (Hijaz dan Mesir), ke Ponan Malabar untuk belajar keislaman dan karena ini pula Ponan dikenal sebagai Mekkahnya Malabar.

Syekh Zainuddin al-Awwal juga produktif dalam mengarang kitab. Tercatat setidaknya ada dua puluh empat (24) karya yang beliau tulis dengan beragam tema, seperti tasawuf, aqidah, dan sirah nabawi. Salah satu karya yang popular dan banyak dikaji di pesantren-pesantren Nusantara adalah kitab Hidayatul Adzkiya’. Kitab ini berisikan bait-bait syair yang berjumlah 179 bait dan menjelaskan tentang ajaran-ajaran sufistik serta fase-fase dalam menapaki jalan spiritual. Salah satu ajaran sufistik yang termaktub dalam syair kitab Hidayatul Adzkiya’ ini adalah syair Tombo Ati.

Baca juga:  Hijrah dari Jerat Ekstremisme (2): “Jalan Pulang” Menurut Seorang Mantan Teroris-Jihadis

Tombo Ati gubahan Syekh Zainuddin al-Awwal yang termaktub dalam kitab Hidayatul Adzkiya’ ini memiliki urutan yang sama persis dengan apa yang disampaikan oleh Imam Ibrahim al-Khawwas (w. 291 H.). Berbeda dengan apa yang digubah oleh Sunan Bonang. Berikut ini adalah kutipan syair Tombo Ati ala Syekh Zainuddin al-Awwal dalam kitabnya:

و دواء قلب خمسة فتلاوة # بتدبر المعنى و للبطن الخلا

و قيام ليل و التضرع بالسحر # و مجالسات الصالحين الفضلا

Obat hati itu ada lima: membaca Alquran dengan merenungi maknanya, mengosongkan perut (perbanyak berpuasa), salat malam, perbanyak zikir malam, berkumpul dengan orang-orang saleh.

Ada lagi yang menarik dari pertemuan Tombo Ati antara Sunan Bonang dan Syekh Zainuddin al-Awwal ini. Pertama, kedua ulama ini ternyata hidup sezaman, yakni pada abad ke-15 M. Sunan Bonang meninggal pada tahun 1525 H. tiga tahun setelah wafatnya Syekh Zainuddin al-Awwal yakni tahun 1522 H. Kedua, nama Sunan Bonang yaitu Maulana Makhdum Ibrahim memiliki kemiripan dengan julukan al-Makhdum yang diberikan oleh masyarakat Malabar kepada Syekh Zainuddin al-Awwal.

Rangkaian kesamaan dari kedua ulama ini sedikit memberikan asumsi bahwa sangat mungkin dan bisa saja kedua ulama ini pernah bertemu atau setidaknya saling beristifadah. Bukankah ada cerita bahwa Sunan Bonang bersama Sunan Giri melakukan perjalanan haji dan singgah sambil belajar di berbagai tempat, seperti di Pasai belajar dengan Maulana Ishak, di Malaka belajar dengan Syekh Ismail, dan ada juga riwayat bahwa mereka berdua juga singgah di India, dan bisa saja itu adalah di Malabar. Sungguh jika pertemuan ini benar adanya, maka ini merupakan bagian dari genealogi intelektual keislaman Nusantara yang berakar kuat dari tradisi-tradisi keislaman yang bersambung hingga Nabi Muhammad. Wallahu a’lam.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
2
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top