Ujaran kebencian atau hate speech sebagai isu krusial di jagat digital menjadi satu fokus persoalan yang disorot dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama NU di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, pada Jumat, 24/11/2017. Dalam diskusi di sidang komisi yang membahasan masalah-masalah tematik (bahtsul masail maudlu’iyah) di Pondok Pesantren Darul Falah Pagutan Lombok, ujaran kebencian dinilai serupa dengan namimah, ghibah, syukriyah, istiza’, buthan, dan fitnah.
Komisi bahtsul masail maudlu’iyah ini selain membahas ujaran kebencian, juga membahas konsep fikih mengenai penyandang disabilitas, konsep distribusi lahan atau aset, konsep amil dalam negara modern dalam fikih, konsep taqrir jama’i, dan konsep ilhaqul masail bi nazariha.
Sidang komisi ini dihadiri sekitar seratusan alim ulama yang mengikuti bahtsul masail sejak pukul 09.00 WIT. Yang menarik adalah berkumpulnya ulama laki-laki dan perempuan dalam membahas sejumlah isu di dalam masalah ini. Jika diperhatikan, sekitar 20 persen peserta bahtsul masail adalah perempuan. Artinya, bahtsul masa’il makin mengukuhkan sikapnya sebagai forum terbuka. Dulu bahtsul masa’ail selalu hanya dihadiri oleh ulama-ulama laki-laki
Bahtsul masail sendiri merupakan salah satu dari sejumlah rangkaian kegiatan yang ada di dalam kegiatan Munas NU yang digelar di Mataram, NTB yang dimulai pada 23 hingga 25 November 2017.
Munas tahun ini dihadiri dan dibuka oleh Presiden Joko Widodo dan pada penutupannya nanti, direncanakan akan dihadiri oleh Wakil Presiden Jusuf kalla. Munas diharapkan akan menghasilkan sejumlah rekomendasi atas masalah kebangsaan di Indonesia.