Nahdliyin, menamatkan pendidikan fikih-usul fikih di Ma'had Aly Situbondo. Sekarang mengajar di Ma'had Aly Nurul Jadid, Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton, Probolinggo. Menulis Sekadarnya, semampunya.

Fakhitah binti Abu Thalib: Perempuan yang Menolak Cinta Nabi

Husein fahasbu

Nabi di samping sebagai utusan Allah Swt. juga beliau sebagai manusia biasa. Sebagaimana manusia biasa maka beliau juga merasakan apa yang dirasakan manusia secara umumnya, seperti ingin makan, minum, rasa lapar, keletihan dan ketertarikan dalam cinta. Namun perlu diingat, sifat-sifat manusia nabi jangan dibayangkan seperti dapur kita hari ini, meski nabi memiliki sifat kemanusiaan tetapi itu tak mengurasi integritas beliau sebagai utusan Allah Swt.

Dalam urusan cinta, di samping Khadijah yang sangat terkenal, ternyata cinta pertama nabi jatuh pada perempuan yang masih kerabatnya sendiri. Perempuan itu bernama Fakhitah binti Abi Thalib ibn Abdul Mutthalib. Dengan demikian Fakhitah ini adalah putri dari paman rasulullah, yaitu Abu Thalib.

Ketika masa Jahiliyah, nabi pernah melamar Fakhitah. Namun sayang sekali ia sudah kadung dijodohkan dengan laki-laki bernama Hubaira ibn Abi Wahb.

Ketika bendera Islam dibentangkan, ia menerima seruan untuk masuk ke dalamnya. Ia masuk Islam sementara suaminya tidak. Aturannya jika demikian: keduanya dipisah. Akhirnya kedua pasangan suami istri ini berpisah dan Fakhitah harus menanggung biaya hidup empat anaknya yang masih kecil.

Melihat kondisi demikian, rasul kembali mendatangi Fakhitah dan berniat kembali meminangnya. Namun takdir berkata lain, Fakhitah menolak lamaran nabi. Bukan tanpa alasan ia menolak lamaran nabi. Kepada nabi ia berkata:

Baca juga:  Sayidah Khadijah, Teladan Kaum Perempuan Pekerja

“Wahai Nabi! Sungguh kecintaanku padamu begitu besar melebihi cintaku pada penglihatan dan pendengaranku. Sementara hak rumah tangga begitu besar, aku khawatir jika memokuskan hak suamiku aku aku menyia-nyiakan keadaanku dan anak-anakku dan jika aku lebih memilih anak-anakku aku menyia-nyiakan hak suamiku”.

Mendengar komentar tersebut nabi memaklumi dan memberi respons dalam salah satu sabdanya:

ان خير ركبن الأبل نساء قريش: أحناه على ولد في صغره وأرعاه على بعل في ذات يده

“Sesungguhnya sebaik-sebaiknya perempuan penunggang unta adalah perempuan suku Quraish. Mereka memiliki sifat lemah lembut pada anaknya dan mereka pandai menjaga harta suaminya”.

Karakter lain dari Fakhitah atau lebih dikenal dengan Umi Hani adalah sikap berani dan tanggung jawabnya. Pada era Jahiliyah bahkan ketika awal Islam, banyak perempuan yang bisa memberi perlindungan dan memberi rasa aman orang yang sedang ketakutan.

Suatu ketika ada dua orang dari Bani Makhzum yang sudah ditetapkan sanksi pembunuhan. Ketika hendak dieksekusi, Ummi Hani mendatangi rasulullah. Rasul kemudian bersabda:

قد أجرنا من أجرت يا أم هانئ وأمنا من أمنت فلا تقتلهما

“Sungguh aku menjamin keamanan orang yang engkau jamin keamannya Wahai Ummi Hani dan memberi kemanan orang yang engkau beri rasa aman, hingga jangan bunuh kedua orang ini”.   

Dari kisah ini, bisa diambil pelajaran bahwa Islam di era nabi begitu mendengarkan suara dan saran perempuan. Suara perempuan tidak dipandang sebelah mata bahkan oleh nabi sendiri. Dalam konteks itu, Islam sedang mengangkat citra, posisi dan marwah kaum perempuan. Ia memiliki hak dalam kehidupan bersama sebagaimana kaum laki-laki.[]

Baca juga:  "Kadhung Kedhuwung", Gua dan Beberapa Catatan Tentangnya
Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
3
Ingin Tahu
2
Senang
1
Terhibur
2
Terinspirasi
4
Terkejut
6
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top