Sedang Membaca
Abu Dzar al-Ghifari: Orang Pertama yang Mengucapkan Salam dalam Islam

Nahdliyin, menamatkan pendidikan fikih-usul fikih di Ma'had Aly Situbondo. Sekarang mengajar di Ma'had Aly Nurul Jadid, Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton, Probolinggo. Menulis Sekadarnya, semampunya.

Abu Dzar al-Ghifari: Orang Pertama yang Mengucapkan Salam dalam Islam

Husein fahasbu

Ketika Islam sudah melebar ke berbagai daerah dan umat Islam justru diuji dengan konfik-konflik internal sendiri. Ada seorang sahabat yang tak mau terlibat dalam intrik-intrik politik. Ia juga memilih hidup sederhana, zuhud, dan menjauh dari keramaian dan hingar bingar kehidupan. Sahabat itu bernama Abu Dzar al-Ghifari.

Pasca nabi Wafat ia tidak kuat untuk tinggal di Madinah. Bagi Abu Dzar sekeliling Madinah adalah memori tentang kehidupan nabi. Baginya, Madinah membuatnya terus menerus ingat nabi. Ia merasakan sedih yang amat mendalam. Dari itu ia berinisiatif pergi ke Madinah dan tinggal di Syam hingga era Abu Bakar dan Umar bin Khattab.

Ketika masuk era Usman bin Affan ia menetap di Damaskus dan di sana ia menyaksikan sendiri banyak kaum muslimin terperdaya dengan harta. Mereka hidup berlebihan. Kecintaan mereka pada dunia mengalahkan kecintaan mereka pada agama. Oleh Usman kemudian ia diminta tinggal di Madinah. Tetapi di sana ia tetap merasa tidak nyaman.

Ketika demikian, akhirnya ia berpindah lagi dan mengisolasi diri dengan tinggal di daerah Rabdah, sebuah daerah kecil di pinggiran kota Madinah. Di sanalah ia diam, menjauh dari gemarlap dunia dan segenap hiruk pikuknya. Ia tetap berpegangan dengan kuat dengan apa yang dilakukan rasulullah, yakni mendahulukan kehidupan akhirat daripada dunia.

Baca juga:  Bagaimana Rasulullah Mendidik si Pemabuk?

Saking zuhudnya, ia sampai tak memiliki apa-apa. Ia hanya memiliki rumah sekadarnya. Melihat kondisi yang amat memprihatinkan, Gubernur Syam mengiriminya uang sekitar 300 dinar. Dengan uang itu, kira-kira Abu Dzar bisa hidup. Mendapati kiriman sampai di depan rumahnya, Abu Dzar menolak dan berkata:

“Apakah Gubernur Syam tak menemukan lagi manusia yang lebih hina dari aku?”.

Abu Dzar berasal dari suku Ghifar yang mendiami lembah Wuddan, sebuah lembah yang menjadi lalu lalang perdangan kaum Qurasih ke Syam. Abu Dzar tidak mengikuti apa yang dilakukan komunitasnya berupa menyembah berhala. Lebih dari itu ia sering meneliti info soal nabi baru yang ada di Mekkah.

Melalui saudaranya, Anis, Abu Dzar ingin tahu lebih lanjut soal nabi baru ini. ia kemudian memerintahkan Anis ke Mekkah untuk melakukan survei. Pergilah ia ke Mekkah. Setelah merasa cukup membawa info, Anis pulang kembali ke kampungnya. Di sana Abu Dzar menunggu tak sabar.

Anis dengan nada takjub mengisahkan soal Nabi Muhammad:

“Demi Allah Swt! Aku melihat seorang laki-laki yang menyeru kepada pekerti yang baik dan ia berkata dengan perkataan indah yang bukan syair”.

“Apa komentar kaumnya terhadap sosok laki-laki itu?”, tanya Abu Dzar kembali.

Baca juga:  Ibrahim bin Adham: Ketika Sang Raja Memilih Jalan Tasawuf

“Kaumnya menyebut ia sebagai seorang penyihir, dukun dan seorang penyair”, Anis menjawab semampunya.

Menyimak laporan saudaranya soal nabi tak membuat Abu Dzar puas untuk mengetahui nabi. Ia kemudian siap-siap dengan bekal seadanya menuju Mekkah. Ia hendak menemui nabi seorang diri. Ia kemudian tiba di Mekkah dan tak seorangpun tahu tujuan dan maksud utamanya. Benar! Ia memang merahasiakan maksudnya.

Dari itu, selama di Mekkah ia tak sekalipun bertanya soal Nabi Muhammad. Karena ia tak tahu apakah orang yang akan ditanya apakah termasuk pengikut nabi atau justru musuh nabi. Berhari-hari ia tak kunjung bertemu nabi. Jika malam ia bermalam di emperan mesjid al-Haram. Di malam-malam itu ia bertemu dengan Ali bin Abi Thalib. Tetapi ia juga tak menyebutkan maksudnya. Sebab ia tak kenal dengan Ali. kira-kira dua malam berjalan, akhirnya Ali bertanya apa maksudnya mendatangi Mekkah. Sebagai orang asing, Ali penasaran terhadap Abu Dzar.

Kemudian Abu Dzar menyebutkan tujuaanya tetapi dengan syarat Ali tak boleh menceritakan kepada orang lain. Setelah mendengar maksud dan tujuannya, Ali begitu bahagia. Ali dengan tegas menyatakan kebenaran ajaran yang dibawa nabi. Tetapi waktu sudah malam. Tak mungkin Ali membawanya kepada nabi pada malam itu. Diputuskan esok hari mereka akan menemui nabi.

Baca juga:  Mengakali Kematian: Kisah Abu Nawas

Meski sudah mendapatkan titik terang, malam itu Abu Dzar tidak bisa tidur. Ia begitu merindukan nabi. Ia ingin menatap wajah nabi dan mendengarkan wahyu yang ia terima. Tibalah hari esok. Dengan langkah penuh semangat, keduanya menuju kediaman nabi. Abu Dzar berjalan di belakang Ali dengan penuh fokus. Sudah terbayang wajah orang yang ia dambakan sejak lama. sesampainya di sebuah rumah sederhana, Abu Dzar merasakan aura yang tidak biasa. Ketika masuk pintu rumah, sepontan Abu Dzar mengucapkan salam kepada nabi:

“Assalamualaikum!”, ucap Abu Dzar.

“Waalaikumsalam Warahmatullah Wabarakatuh’, jawab nabi penuh kehangatan. Dari peristiwa ini tercatat bahwa Abu Dzar al-Ghifari adalah orang pertama yang mengucapkan salam dalam Islam. Sejak itu, ucapan salam dalam tiap perjumpaan menjadi tradisi hingga kita hari ini.[]

 

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
1
Senang
2
Terhibur
2
Terinspirasi
2
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top