Sebuah negara diakui merdeka dan berdaulat secara de vacto dan de jure ketika memenuhi beberapa syarat berikut: memiliki wilayah, memiliki rakyat (penduduk), memiliki pemerintahan, memiliki tentara, dan memiliki pengakuan dari negara-negara lain sekaligus kantor perwakilannya di luar negeri.
Ketika Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 9 Ramadan 1364 Hijri (bertepatan dengan 17 Agustus 1945 Masehi), tidak serta merta Indonesia diakui kemerdekaannya secara dunia, karena Indonesia belum memperoleh pengakuan kemerdekaannya dari negara-negara luar.
Para santri cum mahasiswa Indonesia yang berada di Timur Tengah, utamanya di Kairo (Mesir), Mekkah (Saudi Arabia), dan Baghdad (Irak), mempunyai jasa besar dalam upaya memperoleh pangakuan negara-negara luar atas kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia.
Dalam sejarahnya, Mesir, Suriah, Irak, Lebanon, Saudi Arabia adalah negara-negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia secara resmi.
Bukan hanya itu saja, para santri cum mahasiswa Indonesia di Timur Tengah itu juga yang berjasa menjadikan negara-negara tersebut turut serta memperjuangkan Indonesia memperoleh hak kemerdekaan dan kedaulatannya di majlis-majlis internasional seperti di Liga Arab, Muktakar Dunia Islam, bahkan di PBB.
Pada bagian pertama tulisan ini telah disinggung, bahwa jauh pada tahun 1925, para aktivis Indonesia di Kairo telah membentuk persekutuan Bumi Putra di kota itu guna menggelorakan semangat perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia, baik melalui forum-forum intelektual, gerakan politik kemahasiswaan, ataupun melalui media-media penerbitan.
Di Kairo, mereka membuat wadah organisasi “al-Jam’iyyah al-Khairiyyah li al-Thalabah al-Azhariyyah al-Jawiyyah”. Sepanjang tahun 1925 hingga 1928, organisasi tersebut menerbitkan majalah Seruan Al-Azhar dan Merdeka sebagai media kemajuan bumi putra, perjuangan kemerdekaan, dan memupuk nasionalisme kebangsaan yang kuat.
Usaha perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia pun terus berlanjut pada generasi berikutnya, yaitu generasi aktivis tahun 1940-an. Generasi kedua ini membentuk “Perpindom” (Persatuan Pemuda Indonesia-Melayu), juga “Jam’iyyah al-Difa’ ‘an Istiqlal Indunisiya” (Organisasi Perjuangan Kemerdekaan Indonesia).
Para aktivis Indonesia di Kairo memiliki jaringan dan hubungan yang erat dengan tokoh-tokoh aktivis Mesir dan Arab secara luas, bahkan dengan beberapa tokoh aristokrat Mesir yang pada masa itu masih berupa kerajaan.
Muhammad Zen Hassan, ketua “Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia” di Kairo dalam bukunya “Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri” (terbit tahun 1980), menceritakan bahwa berita proklamasi kemerdekaan Indonesia yang diumumkan dari Jalan Pegangsaan Timur Jakarta pada 17 Agustus 1945 tidak serta merta langsung tersiar ke seluruh pelosok Indonesia, apalagi ke Luar Negeri, termasuk ke pihak Persatuan Pelajar Indonesia di Kairo.
Alat-alat sensor negara sekutu (Inggris, Perancis, Belanda, dan lain-lainnya) menutup erat supaya berita proklamasi kemerdekaan Indonesia tidak sampai tersebar di negara-negara luar, termasuk di Timur Tengah. Berita proklamasi kemerdekaan Indonesia baru sampai ke pihak para aktivis Indonesia di Kairo pada awal bulan September 1945.
Salah satu pelajar Indonesia yang bekerja di Kedutaan Belanda di Kairo, yaitu Mansur Abu Makarim, menerima berita tersebut dari majalah “Vrij Nederland” yang tiba di kantor keduataan Belanda di Kairo. Makarim pun secara sembunyi-sembunyi mengabarkan berita luar biasa tersebut ke para aktivis Indonesia di kota itu.
Tentu saja, tidak bisa dibayangkan bagaimana sukacita, haru, dan meletup-letupnya perasaan para aktivis Indonesia di Kairo mendengar kabar bersejarah tersebut: “Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya”.
Para aktivis Indonesia di Kairo pun segera menghubungi rekan-rekan mereka para jurnalis dan aktivis Mesir, mengabarkan berita baik dan bersejarah ini. Maka pada awal-awal bulan September tahun 1045, beberapa Koran terkemuka Mesir seperti Al-Ahram, Muqattam, Al-Hilal, Al-Ikhwan al-Muslimun, dan lain-lain, memuat kabar proklamasi kemerdekaan Indonesia ini di halaman-halaman muka.
Selain media cetak, radio di Kairo juga mengulas berita kemerdekaan ini dengan penuh antusias. Dari Kairo, warta proklamasi kemerdekaan Indonesia pun menyebar ke media-media negara Arab lainnya. Maka jadilah berita proklamasi bangsa Indonesia itu menjadi “trending topic” dan perbincangan hangat media-media Timur Tengah.